Utusan Diskominfosan Atam, Irwanto AR, Neni Sriwahyuni dan anggota dewan Jayanti Sari bertemu pejabat Biro Hukum Setda Aceh, Maibi Ardiansyah Putra terkait Raqan LPPL Radio yang sudah diharmonisasi, di Banda Aceh, Rabu (10/3) (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Kuala Simpang – Utusan Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian (Diskominfosan) Aceh Tamiang berangkat ke Banda Aceh untuk menindaklanjuti usulan Rancangan Qanun (Raqan) Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Radio di Biro Hukum Provinsi Aceh.
Informasinya sejak diusulkan tahun 2018 hingga kini Raqan Penyiaran tersebut mengendap di Biro Hukum Aceh. Penjemputan Raqan LPPL ini juga turut melibatkan anggota Komisi I DPRK Aceh Tamiang yang membidangi masalah tersebut.
"Harmonisasi antar stakeholder dalam pembahasan Raqan LPPL Radio telah selesai. Hasil fasilitasi Raqan Aceh Tamiang oleh Biro Hukum Provinsi Aceh telah terbit,” kata Tenaga Ahli Kebijakan Publik Diskominfosan Atam, Dr Neni Sriwahyuni dihubungi dari Kualasimpang, Rabu (10/3).
Dikatakan, pembentukan LPPL Radio Aceh Tamiang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. Diakui Raqan LPPL ini sempat mengendap lama, tapi salinan revisinya sudah pernah dikirim balik oleh provinsi.
"Kemarin kami menindaklanjuti usulan Raqan LPPL, hari ini tentang kesiapan frekuensi LPPL. Kami hanya melanjutkan tugas pelaksana Kominfo yang lama, dan sekarang sudah beres,” sebut Neni.
Anggota Komisi I DPRK Aceh Tamiang, Jayanti Sari mengatakan, harmonisasi LPPL Radio ini dibentuk karena dasar untuk memberikan keseimbangan informasi bagi masyarakat luas mengenai ekonomi, pendidikan, pembangunan, dan hiburan yang edukatif.
”Selama ini Aceh Tamiang belum memiliki radio sendiri untuk menyiarkan informasi ke publik. Qanun LPPL ini sangat penting karena masyarakat bisa mendapatkan informasi pembangunan, ekonomi, dan tentang apa yang dikerjakan pemerintah daerah,” kata dia.
Selain itu juga, ujar perwakilan Komisi I ini, kehadiran LPPL untuk menangkis informasi negatif dan mengedukasi masyarakat terkait isu SARA, misionaris dan lain sebagainya.
”Kami dari legislatif mendukung sepenuhnya draf yang sudah dibuat oleh pihak eksekutif untuk bisa segera dilegalisasikan menjadi qanun sehingga dapat segera diimplementasikan,” ujar Jayanti dari Banda Aceh.
(DHS/RZD)