Protes di Myanmar, Ratusan Orang Hilang, 149 Meninggal Dunia

Protes di Myanmar, Ratusan Orang Hilang, 149 Meninggal Dunia
Demonstrasi di Myanmar (AFP/STR)

Analisadaily.com, Yangon - Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam lonjakan kematian di Myanmar sejak kudeta 1 Februari, dan ia memperingatkan, pengunjuk rasa yang ditahan menghadapi penyiksaan dan ratusan orang hilang.

"Jumlah korban tewas melonjak selama sepekan terakhir di Myanmar, di mana pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan mematikan secara agresif terhadap pengunjuk rasa damai," kata juru bicara kantor hak asasi PBB, Ravina Shamdasani dilansir dari Channel News Asia, Selasa (16/3).

Secara total, kata dia, kantor tersebut telah membenarkan, 149 orang tewas dalam protes sejak 1 Februari, tetapi menekankan jumlah sebenarnya pasti jauh lebih tinggi.

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 180 orang telah tewas, termasuk 74 orang pada hari Minggu saja.

Selain itu, Shamdasani memperingatkan, pasukan keamanan terus menangkap dan menahan orang secara sewenang-wenang di seluruh negeri, dengan sedikitnya 2.084 orang saat ini ditahan.

"Laporan penyiksaan yang sangat menyedihkan di dalam tahanan juga telah muncul," katanya.

Kantor tersebut telah menetapkan, setidaknya lima kematian dalam tahanan telah terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Ia menambahkan, setidaknya dua tubuh korban telah menunjukkan tanda-tanda penganiayaan fisik yang parah yang menunjukkan bahwa mereka disiksa.

Selain itu, ratusan orang yang telah ditahan secara tidak sah tetap tidak ditemukan dan belum diakui oleh otoritas militer.

"Ini sama dengan penghilangan paksa," kata Shamdasani.

Komentarnya muncul setelah pasukan keamanan meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta, meskipun ada permintaan internasional untuk menahan diri.

Sebagian besar negara telah gempar sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi bulan lalu, dengan ratusan ribu orang turun ke jalan untuk menuntut kembali ke demokrasi.

Shamdasani menyuarakan keprihatinan, kantor hak asasi PBB menghadapi kesulitan yang meningkat untuk mengkonfirmasi informasi di lapangan, menunjuk pada penerapan darurat militer di berbagai kota di dan sekitar Yangon dan Mandalay.

Selain itu, banyak lingkungan kelas pekerja tempat orang-orang terbunuh telah terputus melalui pemadaman komunikasi yang diberlakukan oleh negara.

Tindakan keras yang dramatis terhadap media di negara itu juga mempersulit mendapatkan informasi, katanya, seraya menunjukkan bahwa setidaknya 37 jurnalis telah ditangkap, sementara lima outlet berita utama Myanmar telah melihat izin mereka dicabut.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi