AJI Medan Kecam Pengusiran Jurnalis di Balai Kota

AJI Medan Kecam Pengusiran Jurnalis di Balai Kota
Seorang jurnali mengangkat spanduk saat unjuk rasa menolak segala bentuk upaya penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalistik di depan kantor Wali Kota Medan, Kamis (15/4). (Analisadaily/Christison Sondang Pane)

Analisadaily.com, Medan - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan protes keras pengusiran oleh petugas terhadap dua orang jurnalis yang menunggu Wali Kota Medan, Bobby Nasution, untuk wawancara.

Pengusiran Rechtin Hani Ritonga (Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suara Pakar) di Balai Kota pada Rabu (14/4), merupakan tindakan menghalang-halangi kerja jurnalis dan melanggar Undang-undang Pers.

Karena itu, Ketua AJI Medan, Liston Damanik, menyatakan protes keras atas pengusiran jurnalis saat bertugas di Balai Kota Medan. Kata dia, Balai Kota adalah ruang publik, yang juga tempat jurnalis melakukan kerja-kerja jurnalistik.

"Kita mengecam tindakan menghalang-halangi tugas jurnalis saat meliput Wali Kota Medan, Bobby Nasution. Sebagai pejabat yang memiliki tanggungjawab kepada publik, Bobby seharusnya membuka diri untuk diwawancarai jurnalis yang bekerja untuk kepentingan publik," tegas Liston dalam siaran persnya, Jumat (15/4).

Dalam pernyataannya, AJI Medan juga meminta Bobby Nasution menyediakan saluran atau wadah komunikasi yang dapat digunakan bagi jurnalis untuk dapat mengakses informasi publik.

"Terutama, terkait kinerja Pemko Medan, yang seluas-luasnya. Hak jurnalis untuk mendapatkan informasi publik dilindungi oleh Undang-undang UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," ujar Liston.

Sebelumnya, Rechtin Hani Ritonga menceritakan ia hendak mewawancarai Bobby Nasution tentang kasus macetnya pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk seratusan orang staf tata usaha di berbagai SMP di Kota Medan.

Ia yang sehari-hari bertugas meliput di Pemko Medan, mencoba untuk mewawancarai Bobby terkait persoalan ini secara doorstop di lobi Balai Kota sekitar pukul 11 bersama seorang rekan jurnalis.

Namun, seorang petugas Satpol PP memintanya untuk menunggu di luar. Tak lama kemudian, ia pun mengetahui Bobby Nasution telah meninggalkan Balaikota.

Pukul 16.00 WIB, Hani dan Ilham menunggu Bobby di depan pintu masuk Balai Kota. Tidak lama berselang, mereka didatangi petugas Satpol PP yang menyatakan, mereka tidak boleh mewawancarai Wali Kota, kecuali telah memiliki izin. Hani dan Ilham tetap bertahan.

Pukul 17.20 WIB, mereka mendekat ke depan pintu Balai Kota dan mobil dinas Bobby Nasution. Keduanya langsung diusir dan dilarang menunggu di situ. Kali ini petugas Polisi dan Paspampres ikut mengusir mereka.

Petugas menyatakan, mereka tidak boleh wawancara saat itu dengan alasan seperti harus ada izin, sudah bukan jam kerja, dan mengganggu ketenangan. Karena tidak ingin memperpanjang cekcok, Hani dan Ilham pun meninggalkan Balai Kota.

Liston lanjut menjelaskan, ini merupakan satu dari sekian banyak pengalaman buruk yang dialami jurnalis yang meliput aktivitas Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan.

Sebelum peristiwa ini, beberapa jurnalis telah mengeluhkan sikap pengawal Bobby Nasution yang kerap mempersulit wawancara dengannya baik saat bertugas di Balai Kota yang merupakan ruang publik atau sedang menghadiri berbagai acara dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik.

Pahadal, kerja jurnalistik sudah diatur dan dilindungi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

"Langkah wawancara secara doorstop menjadi keniscayaan karena Bobby Nasution tidak menyediakan saluran lain untuk jurnalis mewawancarai dirinya," tambah Liston.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi