Walhi, Bitra dan BPRPI menanam pohon di lahat adat dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021 (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Sunggal - Perkembangan populasi dan aktivitas manusia sejak revolusi industri pertengahan abad 19 telah memicu laju peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
GRK terutama dihasilkan dari kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil di sektor energi, transportasi, industri, penebangan pohon, penggundulan hutan, kebakaran hutan dan lahan basah.
Jenis GRK yang terbanyak memberikan sumbangan pada peningkatan emisi GRK adalah CO2, CH4 dan N2O. Akumulasi GRK di atmosfer menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim.
Perubahan iklim mengakibatkan pergeseran musim yang menciptakan anomali iklim dan peningkatan badai cuaca seperti El-Nino yang menyebabkan musim kemarau (kekeringan) berkepanjangan, sementara musim hujan menjadi lebih pendek dengan intensitas curah hujan tinggi.
Bahkan, El-Nino yang terjadi tahun 1997-1998 tercatat sebagai El-Nino terburuk sepanjang 50 tahun terakhir, membuat tahun 1998 sebagai tahun paling panas sepanjang abad.
Sumatera Bagian Selatan, Kalimantan, Jawa dan Bagian Timur Indonesia mengalami kekeringan di luar musim kemarau. Kekeringan yang berkepanjangan berdampak terhadap penurunan produksi atau kegagalan panen tanaman pangan terutama padi dan palawija, dan krisis air bersih.
Untuk berkontribusi terhadap perbaikan kondisi di atas, pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLHS) yang merupakan instrumen penting yang digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meningkatkan kesadaran tentang lingkungan serta mendorong perhatian dan tindakan politik di tingkat dunia.
Hari peringatan ini dipandang sebagai kesempatan bagi semua orang untuk menjadi bagian aksi global dalam menyuarakan perlindungan terhadap planet bumi, pemanfaatan sumber daya alam yang arif, berkelanjutan, dan gaya hidup yang ramah lingkungan.
HLHS ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau United Nation (UN) tahun 1972 untuk menandai pembukaan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia yang berlangsung tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia.
Dalam rangka HLHS tanggal 5 Juni 2021, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara (Sumut), Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia dan Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) melakukan upaya penghijauan/reboisasi dan pengendalian ekosistem dengan penanaman 100 batang jenis Multi Purpose Trees Spesies (MPTS) di Lahan Adat BPRPI, Kampung Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.
Kegiatan HLHS dengan penanaman pohon ini mengusung tema, "Pulihkan Indonesia dengan Memperluas Gerakan Ruang Hijau di Perkotaan".
Dalam sambutannya pada kegiatan HLHS tersebut, Rusdiana, Direktur BITRA Indonesia menyampaikan, gerakan penghijauan ini adalah salah satu bentuk kegiatan untuk memulihkan kondisi iklim yang semakin hari semakin buruk.
"Selain itu BITRA juga berupaya turut berkontribusi dalam pengendalian iklim dalam bentuk program perluasan dan memasyarakatkan pertanian organik selaras alam di Sumatera Utara. Juga membumikan faham pengelolaan pekarangan rumah dengan pola pertanian ramah lingkungan permakultur dan memasyarakatkan pemanfaatan tanaman herbal berkhasiat obat, serta penyehatan tradisional kepada masyarakat. Upaya itu semua dalam rangka kehidupan yang ramah lingkungan menuju keadilan iklim," kata Rusdiana, Sabtu (5/6).
"Sebab, hanya dengan ekosistem yang baik dan sehat kita dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengendalikan perubahan iklim, dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia. Kini giliran, wilayah urban dan pinggiran perkotaan menjadi penting untuk didorong agar bisa melakukan penghijauan secara masif," sambungnya.
"Minimal menanam tumbuhan atau tanaman pohon besar yang juga menambah asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan masyarakat, juga menghasilkan secara ekonomis, seperti pohon buah-buahan, minimal satu rumah satu pohon. Kami kira itu sudah sangat membantu dalam mendorong keseimbangan iklim dan perubahan ke arah perbaikan lingkungan," imbuh Rusdiana.
"Kami menemukan fakta bahwa emisi gas rumah kaca (GRK) global telah meningkat selama tiga tahun terakhir berturut-turut, ini berpotensi membawa bencana. Potret bencana yang terjadi di Sumatera Utara seperti banjir bandang di Parapat, Simalungun dan Deli Serdang, Longsor di lokasi PLTA Batang Toru, serta intensitas hujan yang tidak menentu menjadi indikasi bahwa perubahan atau anomali Iklim itu benar adanya dan harus segera dikendalikan," sambung Doni Latuparisa, Eksekutif Daerah (ED) Walhi Sumut.
Bencana bukan hanya menyangkut bergesernya bentang alam dan air yang tak terkendali, tapi juga di luar hal-hal tersebut.
Dugaan kuat dengan mudah meluasnya penyebaran virus Covid-19, tidak terlepas dari salah satu konsekuensi dari hancurnya ekosistem alam yang menjadikan kehidupan di dalamnya tidak seimbang dan tidak harmoni lagi.
"Menghancurkan ekosistem dan area habitat alami hewan, maka manusia telah menciptakan kondisi yang sangat ideal bagi patogen untuk menyebar dengan cepat dan luas termasuk penyebaran virus corona yang pada awalnya, diberitakan berasal dari kelelawar yang menjangkiti tubuh manusia," lanjut Doni.
Sementara, sebagai tuan rumah bagi lahan adat yang dilakukan penghijauan, Ketua Umum BPRPI, Alfi Syahrin, Menutup prosesi seremoni kata sambutan sebelum dimulai penanaman pohon dengan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mempercayakan acara HLHS 2021 dan penghijauan penanaman pohon ini diletakkan pada salah satu Kampung BPRPI.
"Terimaksih Kami sampaikan pada BITRA Indonesia dan WALHI Sumut. Peringatan HLHS dan penanaman pohon hari ini adalah hal yang sangat kami tunggu sejak lama. Kami dari BPRPI memiliki komitmen bahwa setiap kampung harus membuat ruang hijau yang juga bisa menambah nilai ekonomis bagi masyarakat adat kampung, khususnya," ujarnya.
"Kami juga mendorong agar kerja sama peduli lingkungan ini, dapat dilanjutkan dengan mendidik rakyat khususnya masyarakat kampung adat BPRPI agar memahami pengelolaan pekarangan rumah yang peduli pada lingkungan seperti pertanian pekarangan ramah lingkungan, permakultur. Apalagi Kampung Tanjung Gusta ini berada dilingkaran Kota Medan, kita siap menjadi penyangga ruang hijau untuk penyeimbang iklim di Kota Medan, di tengah maraknya pembangunan yang kurang memikirkan ruang hijau di perkotaan khususnya di Kota Medan," pungkasnya.
(EAL)