Mengulik Upaya Pemerintah Menyokong Industri Sawit, Memang Layak Dibela?

Mengulik Upaya Pemerintah Menyokong Industri Sawit, Memang Layak Dibela?
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia (Wikipedia)

Analisadaily.com, Jakarta - Meskipun beberapa pihak menggugat keberadaan sawit yang dinilai mengancam kelestarian alam, pemerintah tetap berdiri menjaga agar komoditas unggulan ini berada pada rel ideal, selaras dengan alam juga mampu mengungkit nilai tambah ekonomi.

Pemerintah melakukan banyak hal terkait pengembangan industri sawit. Mulai dari penerapan standardisasi tentang lingkungan dan perkebunan, merangsang investasi hilirisasi sawit, bantuan petani, kemudahan investasi, hingga melakoni diplomasi perdagangan di dunia internasional.

Terkait investasi, sebagaimana diungkapkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, sektor sawit merupakan salah satu sektor prioritas dari BKPM (sebelum jadi Kementerian Investasi), khususnya untuk menggenjot produksi energi baru dan terbarukan (EBT).

“Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas potensial yang dapat mendukung program tersebut melalui biodiesel, terutama setelah pemerintah meluncurkan program mandatori biodiesel 30% (B30) pada Januari 2020 dan target produksi biodiesel 100% [B100] di 2021,” ungkapnya belum lama ini, ditulis Senin (14/6).

Bahlil mengungkapkan arah pengembangan industri sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. Selain itu, lanjutnya, pengembangan sawit juga diarahkan menggunakan konsep pengembangan industri sawit berkelanjutan.

Melalui UU Cipta Kerja dan PP No. 5/2021, tegas Bahlil, seluruh perizinan investasi diterbitkan oleh Lembaga OSS sehingga akan memberikan kepastian, kemudahan, dan kecepatan bagi investor, termasuk investor yang bergerak di komoditas dan industri kelapa sawit. Dari sisi regulasi investasi pun para pengusaha sawit terlindungi dengan berbagai kebijakan.

“Perlu diperhatikan juga, terdapat batasan luasan minimum dan maksimum bagi perkebunan kelapa sawit. Melalui PP No. 26/2021, ketentuan luasan bagi perkebunan kelapa sawit yaitu minimum 6.000 hektare dan maksimum 100 ribu hektare. Selain itu, perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20% dari lahan tersebut,” ucap Bahlil.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengutarakan bahwa komitmen pemerintah memajukan sektor sawit terus berlangsung. Semisal, katanya, untuk petani, pemerintah akan melakukan pemberdayaan dan pendampingan dengan menyediakan akses untuk mendanai sertifikasi ISPO yang akan diwajibkan bagi petani dalam lima tahun ke depan.

Selain itu, pemerintah akan menyediakan dana untuk program peremajaan perkebunan yang telah dicanangkan di Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan. Peremajaan sawit rakyat (PSR) menjadi salah satu program strategis dalam penanganan pemulihan ekonomi nasional yang akan dilaksanakan melalui kerja sama antara pelaku usaha dan pemerintah.

“Kami berharap, sebagian besar memahami upaya pemerintah untuk mendukung industri kelapa sawit secara berkelanjutan. Mari kita gabungkan upaya pengembangan dengan merangkul sisi lingkungan, sosial tanpa melumpuhkan finansial untuk mencapai tujuan ini,” terang Airlangga.

Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Edi Wibowo mengatakan untuk mendukung petani swadaya, solusi Pemerintah salah satunya melalui program penanaman kembali sawit rakyat besar-besaran yang bertujuan untuk membantu petani swadaya, memperbaharui perkebunan kelapa sawitnya dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas dan mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal. Untuk memperoleh dukungan tersebut, petani harus memiliki legalitas yang jelas.

“Petani sawit rakyat juga akan diberikan sarana dan prasarana mendapat dukungan subsidi pendanaan melalui penggunaan dana BPDP-KS. Dana bantuan tersebut yang diatur melalui Surat Keputusan Dirjen Perkebunan Kementan No. 144/Kpts/OT.050/4/2020 tentang pendanaan sarana dan prasarana petani sawit rakyat menggunakan dana subsidi BPDPKS,” ungkap Edi.

Selain hal di atas, pemerintah juga berupaya mempertahankan komitmen yang telah disepakati dalam kerangka kerja sama Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) akhirnya sejalan dengan hasil referendum Swiss yang telah dilaksanakan pada 7 Maret 2021.

Skema perjanjian perdagangan komprehensif IE-CEPA dinilai berpeluang untuk lebih meningkatkan akses pasar bagi produk industri Indonesia, termasuk produk sawit dan turunannya. Melihat kerja ekstra pemerintah memperjuangkan komoditas sawit tentunya bukanlah hal yang mengherankan manakala mengacu data terkait kontribusi sawit.

Industri sawit nasional telah memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia melalui perolehan devisa negara melalui ekspor crude palm oil (CPO) dan produk-produk turunannya. Selain itu juga bagi penerimaan negara dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bisa mencapai Rp14 triliun hingga Rp20 triliun per tahun.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi