Nia Sihaloho (34) dan keluarga mendatangi lokasi proyek di saat kegiatan hendak dilaksanakan. Akhirnya, pengeboran mempergunakan alat berat dihentikan.

“Mana ijin kalian? Kalau ada, tunjukkan. Kalau ada ijin, kami tidak akan menolak,” kata Nia kepada Manajer Humas, Budi Situmorang.

Lama bersitegang, Budi tidak bisa menunjukkan dokumen yang diminta.

Nia sangat keberatan atas pembangunan tailing. Jarak rumah ke fasilitas pengolahan hanya berkisar 10 meter. Rumah mereka yang lain mengalami keretakan akibat getaran pengeboran.

Ia juga menyinggung tindaan perusahaan yang tidak memberi akses kepada mereka untuk memasuki perladangan, tak jauh dari kediaman.

Budi didampingi beberapa anggota Satpam akhirnya pergi.

Nia memegang poster meminta perhatian Presiden Joko Widodo. Keluarganya merasakan ketidaknyamanan akibat aktivitas perusahaan. Investor tidak menghargai mereka. Padahal, di mana-mana pendirian tailing mesti dilengkapi ijin.

Terpisah, Zulkarnaen, manajemen DPM mengatakan, tidak tahu kalau ada aksi penolakan hari ini. Dia mengakui adanya pengeboran.

"Tujuannya, untuk mengukut kekuatan lapsan batuan gna pembangunan sisa pengolahan (tailing storage facility-TSF)," kata dia.

Ditanya apa syarat pendirian TSF, Zulkarnaen mengatakan harus ada amdal.

"Itu yang ditunggu," sambungnya.

Ia menjelaskan, TSF belum tentu dibikin di sana, namun pengeboran itu menjadi pertimbangan pembangunan nanti. Bentuk TSF adalah cekung.

Penentangan terhadap DPM juga sudah selalu dilakukan Japen Haloho, ayah Nia.

(SSR/CSP)