Para Kuasa Hukum Parsadaan Raja Toga Sitompul se-ndonesia saat menggelar konferensi pers (Analisadaily/Hairul Iman Hasibuan)
Analisadaily.com, Padangsidimpuan - PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) sebagai pengelola PLTA Batangtoru dilaporkan ke Polda Sumut karena diduga melakukan tindak pidana pemalsuan surat sesuai pasal 263 KUHP.
Demikian disampaikan Ketua Kuasa Hukum Parsadaan Raja Toga Sitompul se- Indonesia, Rumbi Sitompul, didampingi anggota Hendri Pinayungan Sitompul dalam Konferensi pers di Hotel Via, Jalan SM Raja Kota Padangsidimpuan, Sabtu (28/8).
Dikatakannya, laporan itu tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP)/1346/VIII/2021/SPKT/Polda Sumut dengan pelapor Hendri Pinayungan Sitompul.
“PT NSHE telah menguasai lahan Lobu Sitompul dengan memberikan ganti rugi orang atau pihak tertentu tanpa didasari surat kepemilikan tanah atau alas hak,” katanya.
Dalam waktu dekat, kata Rumbi, pihaknya juga akan melaporkan salah seorang saksi tergugat ke Polda Sumut karena diduga telah memberikan kesaksian palsu di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan pada 27 Agusuts 2021 lalu.
“Saksi HR dalam persidangan menyebut mendampingi Raja Luat Marancar saat rapat antara Marga Sitompul dengan Kelompok Tani di Pasar Sempurna, Kecamatan Marancar, padahal sepengetahuan kami dia tidak hadir dalam rapat itu,” ujarnya
Selain itu, HR mengaku tidak pernah mengikuti kegiatan dalam memperjuangkan Lobu Sitompul. “Kami punya bukti bahwa HR pernah ikut memperjuangkan Lobu Sitompul,” tegasnya.
Di sisi lain Rumbi menilai, kelompok tani telah dijadikan alat untuk merampok atau menguasai lahan Lobu Sitompul di wilayah Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapsel yang dijadikan lokasi PLTA Batangtoru.
“Kami meyakini kelompok tani telah dijadikan alat untuk merampok tanah Lobu Sitompul,” katanya.
Dijelaskan, proses ganti rugi tanah yang dilakukan PT NSHE terhadap kelompok tani cukup janggal sebab dalam pengumuman Tim Fasilitasi Pembebasan Tanah pada Tahun 2013 akan dilakukan ganti rugi terhadap kelompok tani.
“Nyatanya yang menerima ganti rugi bukan atas nama kelompok tani, tapi atas nama orang-orang yang ada dalam kelompok tani tersebut tanpa ada alas yang jelas sebagai dasar ganti rugi tanah,” sebutnya.
Kemudian, lanjutnya, berdasarkan aturan yang ada, seharusnya BPN Tapsel dilibatkan dalam proses ganti rugi dan idealnya menjadi Ketua Tim Pembebasan lahan, namun sesuai dengan SK Bupati yang jadi ketua tim adalah pejabat dilingkungan Pemkab Tapsel.
Berdasarkan data lahan yang diganti rugi seluas 600 ha, tapi yang dikuasai lebih dari 600 ha dibuktikan dengan tidak dibolehkannya keturunan dan keluarga marga Sitompul memasuki areal Lobu Sitompul tanpa izin.
Luas areal Lobu Sitompul sendiri, lebih kurang 3.200 hektare sesuai dengan pengukuran dan pemetaan yang dilakukan Dinas Kehutanan Tapsel yang didasarkan pada surat yang dikeluarkan dan ditandatangani Pemangku Raja Luat Marancar Zulfikart Siregar pada 28 Agustus 2008.
“Berdasarkan proses ganti rugi yang dilakukan PT NSHE dan dikaitkan dengan keterangan saksi di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, kami menyimpulkan kelompok tani dijadikan sebagai alat dan persoalan ini mirip dengan mafia tanah”,” katanya.
Kuasa Hukum NSHE, Ragil menyebutkan, dalam persidangan Jumat, 27 Agustus 2021 lalu, justru saksi yang dihadirkan Parsadaan Raja Toga Sitompul yang diduga memberikan kesaksian palsu.
“Saksi menyebut hal yang berbeda dari yang dibuktikan dan kesaksiannya, dalam bukti dia menuliskan batas-batas lahan Lobu Sitompul, namun dalam kesaksian persidangan mengaku tidak tahu batas-batas lahan Lobu Sitompul. Ini tentu sangat kontradiktif,” ujarnya.
(HIH/RZD)