Pejuang hak perempuan Afganistan dan aktivis sipil melakukan protes menyerukan kepada Taliban untuk meneruskan prestasi mereka dan pendidikan, di depan istana kepresidenan di Kabul, Afganistan, Jumat (3/9/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/foc/cfo (REUTERS/STRINGER))
Analisadaily.com, Jenewa - Taliban, yang saat ini menjadi penguasa Afghanistan, ingkar janji soal hak asasi manusia, termasuk dengan memerintahkan perempuan tinggal di rumah, menghalangi anak-anak perempuan bersekolah.
Taliban juga melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah untuk memburu orang-orang yang dulu merupakan musuhnya.
"Berbeda dengan jaminan yang dinyatakan bahwa Taliban akan menjunjung hak-hak perempuan, selama tiga pekan terakhir ini perempuan malah semakin diabaikan dari lingkungan masyarakat," kata Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa dilansir dari Reuters dan Antara, Senin (13/9).
Ia kecewa pada susunan pemerintah Taliban, yang didominasi etnis Pashtun. Bachelet mencatat, tidak ada ada perempuan dalam susunan tersebut.
Bachelet melaporkan, di beberapa daerah, anak-anak perempuan berusia di atas 12 tahun dilarang bersekolah.
Larangan itu merupakan aturan yang kembali diterapkan oleh Taliban seperti ketika kelompok itu berkuasa pada 1996-2001, sebelum dijatuhkan oleh serangan yang dipimpin Amerika Serikat.
Bachelet juga menyoroti janji lain yang diingkari Taliban, yaitu bahwa kelompok itu akan mengampuni para mantan pegawai negeri dan petugas keamanan pada pemerintahan sebelumnya. Selain itu, ujarnya, Taliban tidak menepati janji untuk tidak melakukan penggeledahan ke rumah-rumah.
"PBB telah menerima laporan beberapa dugaan penggerebekan ke rumah orang-orang yang pernah bekerja untuk perusahaan AS dan pasukan keamanan. Beberapa anggota staf PBB juga melaporkan ada peningkatan serangan dan ancaman," ujarnya.
Selain itu, PBB juga mendapat laporan yang bisa dipercaya bahwa terjadi pembunuhan terhadap beberapa bekas anggota militer Afghanistan.
Bachelet menyatakan desakan agar suatu mekanisme dibentuk guna mengawasi praktik hak asasi manusia di Afghansitan.
"Saya kembali meminta Dewan ini untuk mengambil langkah berani dan kuat, yang sepadan dengan tingkat krisis ini," katanya.
(CSP)