Rektor USU Dr Muryanto Amin saat menjadi pembicara di seminar nasional. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Muryanto Amin, SSos, MSi mengatakan bahwa harmonisasi sosial yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari akan mampu menangkal intoleransi yang saat ini berkembang.
“Harmonisasi sosial seperti yang ada di adat masyarakat Batak, Dalihan Na Tolu misalnya, itu memiliki nilai-nilai harmonisasi sosial yang tinggi,” ujar Muryanto Amin saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional ‘Literasi Kebangsaan, Moderasi Beragama & Toleransi’ di Hotel di Santika Dyandra Hotel Medan, Jumat (9/10/2021).
Mury menjelaskan, Dalihan Na Tolu merupakan suatu kepercayaan di masyarakat Batak bahwa setiap orang berposisi pada tempatnya masing-masing dengan saling menghargai dan menghormati. Dengan cara itu, terkandung nilai harmoni sosial. Nilai ini juga dapat diaplikasikan masyarakat sehingga tidak ada lagi intoleransi.
Rektor juga mencontohkan suku batak dengan sistem nilai Huta, yakni sistem pemerintahan yang mengatur masyarakat di Huta. Huta melakukan distribusi dan perdamaian setiap masyarakat sepanjang hidupnya.
“Huta mungkin beda caranya dengan sistem Nagari di Sumatera Barat. Sistem nilai itu yang mengatur tata cara komunitas di masing-masing wilayah,” ujarnya.
Mury berharap pemerintah dan tokoh masyarakat perlu melakukan sosialisasi yang masif tentang harmonisasi sosial. “Perbanyak harmoni sosial dalam kehidupan sehari-hari sehingga menumbuhkan trust keyakinan dan kepercayaan,” ujarnya.
Dalam materinya dengan tema “Toleransi Umat Beragama, Antara Tantangan dan Harapan”, Rektor USU menuturkan, untuk menghadapi konflik identitas agama, pemerintah dan kelompok masyarakat harus menyusun tindakan mencegah terjadinya pembelahan masyarakat.
“Inilah fenomena yang menjadi tantangan kita untuk mewujudkan toleransi,” ucap rektor.
Mury menjelaskan, inti dari toleransi adalah pemakluman dari dua atau lebih hal yang berbeda di antara satu sama lain. Tetapi bisa dipertemukan oleh suatu ukuran untuk saling menerima dua perbedaan tersebut.
Dia juga menyampaikan bahwa Indonesia disebut sebagai negara multikultural. Dengan banyaknya perbedaan, Indonesia mempunyai pekerjaan rumah untuk membuat kesepakatan pengakuan dan merangkul perbedaan dalam multikultural.
Indonesia memiliki 1.340 suku bangsa, imbuhnya, maka menurut Mury ada 1.340 nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat bangsa Indonesia. Nilai-nilai itu telah dibawa sejak jaman nenek moyang. Nilai-nilai itu umumnya mengandung ajaran harmoni sosial yang dapat menciptakan ketertiban sosial masyarakat ada.
Mury berharap, unity in diversity bisa dikuatkan melalui ajaran harmoni sosial. “Saya percaya bahwa ada ajaran harmoni sosial yang sekarang banyak kita tinggalkan, sebagai contoh nilai Dahlian na tolu,” katanya.
Tak hanya itu, Mury juga mengimbau pada seluruh elemen masyarakat untuk mengatur penggunaan media sosial dan mencari klarifikasi yang berdampak pada akibat munculnya intoleransi.
Sebab, ada paham-paham baru yang muncul dengan masif dari sebuah terminologi akademik dan masuk ke publik , melalui media sosia, seperti mengenai radikalisasi, terorisme, hingga paham-paham fundamental.
“Di media sosial itu semua orang bisa menulis tanpa prinsp jurnalisme. Jadi, kita harus mengatur penggunaan media sosial, sehingga bisa memunculkan harmonisasi sosial itu dilingkungan kita,” jelasnya.
(BR)