Ilustrasi (Net)
Analisadaily.com, Medan - Dalam beberapa hari terakhir, panas terik begitu terasa di Kota Medan. Hal inipun mendapat tanggapan dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan.
Prakirawan Cuaca (Forecaster) BBMKG Wilayah I Medan, Christin A. Matondang, mengatakan bahwa suhu panas yang terjadi di Medan karena adanya pola gangguan cuaca di kawasan Lautan Cina Selatan, khususnya di perairan Filipina.
"Suhu tertinggi yang melanda Kota Medan dan sekitarnya tercatat pada 11 Oktober 2021, yaitu di angka 36 derajat celcius. Ini dikarenakan adanya pola gangguan cuaca di kawasan Lautan Cina Selatan, khususnya di kawasan perairan Filipina," kata Christin, Jumat (15/10).
Menurutnya gangguan cuaca ini seperti siklon tropis sehingga menyebabkan massa udara tertarik ke daerah tersebut. Keberadaan siklon ini membuat massa udara yang harusnya basah menjadi lebih kering.
"Karena ada aktifitas di Laut Cina Selatan, dan kondisi suhu saat ini sebenarnya dampak tidak langsung," jelasnya.
Christin menyebut biasanya suhu pada bulan Oktober tidak sampai setinggi ini. Namun karena adanya aktifitas siklon tropis membuat perbedaan dari tahun sebelumnya. Meski fenomena ini hanya sementara, amatan BBMKG untuk suhu ekstrem diprediksi akan bertahan hingga satu pekan ke depan.
"Potensi hujan akan tetap ada, karena aktifitas siklonnya sudah mulai melemah. Untuk pertengahan dan akhir Oktober, peluang hujan semakin tinggi," ucapnya.
Sementara pada September, sambung Cristin, suhu di Medan rata-rata 32 derajat celcius dan dalam beberapa hari ini suhu naik menjadi rata-rata 35 derajat.
"Peningkatan suhu tersebut bisa dikatakan sebagai suhu ekstrem," terangnya.
Beberapa waktu lalu, bencana angin puting beliung sempat terjadi di sejumlah daerah di Sumut hingga menyebabkan puluhan rumah milik warga rusak. Hujan deras dan angin kencang adalah dampak dari fenomena suhu ekstrem yang terjadi.
"Terjadi akumulasi energi panas dan hujan akan memunculkan potensi angin kencang, petir, dan puting beliung. Seperti efek penyimpanan panas, yang terakumulasi. Potensi hujan lebih intens diprediksi terjadi akhir Oktober," ungkap Christin.
"Kepada masyarakat, diimbau untuk mengurangi kegiatan di luar ruangan. Jika terpaksa, masyarakat diimbau untuk mengonsumsi air untuk mencegah dehidrasi. Masyarakat juga diimbau waspada dengan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla)," tukasnya.
(JW/EAL)