Junta Myanmar: PBB Gunakan HAM Sebagai Alat Politik

Junta Myanmar: PBB Gunakan HAM Sebagai Alat Politik
Ketua junta Myanmar Min Aung Hlaing akan dikeluarkan dari KTT ASEAN 26-28 Oktober. (AFP/Alexander Zemlanichenko)

Analisadaily.com, Yangon - Junta Myanmar menyebut, laporan hak asasi manusia terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang negara yang dilanda konflik sebagai hasutan untuk melakukan kekerasan, dan ia menuduh badan tersebut ikut campur dalam urusan internalnya.

Myanmar menjadi perhatian dunia sejak kudeta Februari, dengan lebih dari 1.100 orang tewas dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, menurut kelompok pemantau lokal.

PBB sebelumnya mengkhawatirkan bencana hak asasi manusia yang lebih besar di tengah laporan, bahwa puluhan ribu tentara dan senjata berat sedang dipindahkan ke daerah bergolak di utara dan barat laut.

"Taktik itu sangat mengingatkan pada taktik yang dikerahkan sebelum peristiwa berdarah terhadap minoritas Rohingya pada 2016-2017," kata Pelapor Khusus Myanmar, Tom Andrews memperingatkan Majelis Umum PBB.

Tidak lama setelah pernyataan itu, Minggu (24/10), Junta mengecamnya dan menuduh PBB menggunakan hak asasi manusia sebagai alat politik untuk campur tangan dalam urusan internal Myanmar.

"Laporan itu hanya akan mengarah pada perpecahan lebih lanjut di antara (negara) dan hasutan untuk kekerasan internal", kata Kementerian Luar Negeri yang ditunjuk junta dalam sebuah pernyataan dilansir dari Channel News Asia, Senin (25/10).

Hampir sembilan bulan setelah merebut kekuasaan, militer tidak bisa meredakan kritikan oposisi terhadap kekuasaannya, dengan pasukan pertahanan rakyat lokal bentrok secara teratur dengan pasukan.

"Lebih dari 70 personel militer dan 93 personel polisi telah tewas sejak Februari," kata junta dalam angka terbarunya, meskipun analis mengatakan militer secara teratur meremehkan kerugian medan perangnya.

Para jenderal juga berada di bawah tekanan internasional yang meningkat untuk terlibat dengan lawan-lawan mereka.

Pekan lalu, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memutuskan untuk mengecualikan Kepala Junta, Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak blok 10 negara yang akan datang karena keraguan tentang komitmennya untuk meredakan krisis berdarah itu.

Sebagai gantinya menyerukan perwakilan non-politik untuk menghadiri KTT 26 Oktober hingga 28 Oktober, yang menurut junta akan sulit untuk dipatuhi.

Inggris juga mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya tidak akan mengundang junta ke pertemuan menteri luar negeri G7-ASEAN mendatang.

Kudeta itu mengakhiri eksperimen jangka pendek negara itu dengan demokrasi, dengan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi sekarang menghadapi serangkaian dakwaan di pengadilan junta yang bisa membuatnya dipenjara selama beberapa dekade.

Kepala pengacaranya mengatakan awal bulan ini bahwa dia telah dilarang militer untuk berbicara kepada wartawan, diplomat, atau organisasi internasional.

Pengacara lain dalam tim hukum Aung San Suu Kyi juga menghadapi larangan serupa, secara efektif memberangus sumber informasi utama tentang proses pengadilan, yang melarang wartawan.

Peraih Nobel Aung San Suu Kyi, yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya melawan para jenderal Myanmar, dijadwalkan bersaksi di pengadilan untuk pertama kalinya pada Selasa (26/10).

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi