Workshop Prodi Sastra Indonesia USU: Peran Sastra Mendongkrak Pariwisata

Workshop Prodi Sastra Indonesia USU: Peran Sastra Mendongkrak Pariwisata
Peserta Workshop Sastra Indonesia FIB USU. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU) melaksanakan Workshop bertema "Mengangkat Potensi Sastra untuk Meningkatkan Daya Tarik Wisata", Sabtu (23/10/2021) dengan menghadirkan pembicara Prof Dr Bani Sudardi, MHum dari Universitas Sebelas Maret.

Acara yang dibuka Dekan FIB USU Dr T Thyrhaya Zein, MA yang diwakili Wakil Dekan III Mhd Pujiono, PhD itu dimoderatori Bambang Riyanto, SS, MSi. Dalam sambutannya, Mhd Pujiono mengatakan, sastra berperan penting dalam aspek kehidupan. "Mengutip kata Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar bangsa ini: tanpa mencintai sastra, kita hanyalah hewan yang pandai. Ini menandakan bahwa sastra punya peranan penting dalam mengasah dan mengubah karakter manusia," ujarnya.

Ketua Program Studi Sastra Indonesia Dr Dra Dwi Widayati, MHum didampingi Sekretaris Dra Nurhayati Harahap, MHum mengatakan bahwa literary tourism diangkat menjadi tema workhsop karena perkembangan sastra terhadap peningkatan promosi pariwisata menjadi kian meningkat. Hanya saja, belum ada pembahasan yang mendetail terkait peran sastra dalam pariwisata.

"Narasumber yang dihadirkan merupakan guru besar sastra yang konsern terhadap perkembangan ilmu sastra pariwisata. Kami berharap, paparan yang disampaikan bisa menambah perbendaharaan riset, baik itu skripsi maupun tesis atau disertasi mahasiswa yang mengambil konsentrasi sastra terkait tema yang berkaitan dengan sastra pariwisata," katanya.

Dr Dwi menjelaskan, perkembangan ilmu sastra yang begitu pesat memiliki keterkaitan dengan berbagai aspek ilmu lainnya. Dalam konteks sastra interdisipliner, sastra pariwisata menjadi sebuah teori yang saat ini sedang mendapat perhatian. "Kiranya workshop kali ini mampu memberikan sumbangsih pemikiran dan pengayaan pengetahuan terkait perkembangan ilmu sastra itu sendiri," katanya.

Guru Besar Universitas Sebelas Maret Prof Dr Bani Sudardi, MHum dalam paparannya mengatakan, saat ini berkembang suatu konsep baru yang disebut sastra pariwisata (literary tourism). Suatu usaha menggabungkan kajian sastra dan pendekatan pariwisata. Ada 3 hal yang dapat dikaji dalam hal ini, yaitu: (1)Sastra tentang pariwisata, (2)Sastra untuk pariwisata, (3) Sastra dalam pariwisata.

"Sastra tentang pariwisata ialah kajian tentang karya sastra yang berisi tentang objek wisata atau atraksi wisata dan hal-hal lain terkait pariwisata. Sastra tentang pariwisata juga dapat menyangkut tentang atraksi, aksebilitas, fasilitas, dan kelembagaan pariwsata. Bentuk sastra tentang pariwisata ini ialah karya sastra yang menceritakan tentang pariwisata, baik secara eksplisit atau secara implit. Kajian ini sering berkaitan dengan folklor. Misalnya objek wisata Rawa Pening erat kaitannya dengan legenda Rawa Pening," katanya.

Prof Bani menjelaskan, tokoh yang terkenal sebagi penulis sastra tentang pariwisata ialah Mark Twain sehingga dijuluki sebagai travel writer dan karyanya disebut sebagai travelogue. Karya-karya Mark Twain yang berjumlah 7 buah 4 di antaranya berupa travelouge. Buku Mark Twain tersebut dapat menjadikan seorang wisatawan memiliki pengetahuan mengenai objek wisata yang akan dikunjungi sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya guncangan budaya atau shock culture.

Flyer Workshop.
Kajian I Nyoman Darma Putra tentang ekspresi romantik dan kritik Pariwisata di Bali di mata empat penyair juga sangatlah menarik. Yang pertama adalah kajian tentang ekspresi romantik penyair Intoyo tentang pulau Bali.

Pulau Bali // Amat Permai // Pemandangan indah // Bukit Batur yang megah // Danau Batur yang luas // Timbulkan semangat yang tak terbatas // Sanubari menjadi Hening jernih // Siap menerima karunia Tuhan yang kasih // O, Bali pulau yang cantik // Kau dipuji Setiap Detik.

"Aspek lain yang dikaji dalam sastra pariwisata ialah pemanfaatan karya sastra untuk meningkatkan daya tarik wisata. Aspek ini merupakan aspek yang paling banyak dikaji dan dipelajari oleh para pemerhati pariwisata dan sastra. Pemanfaatan karya sastra untuk tujuan pariwisata tertua di Indonesia adalah sendratari Ramayana di Kompleks Candi Prambanan sejak tahunm 1961. Sendratari Ramayana merupakan serangkaian pertunjukan tarian kolosal yang dipentaskan secara rutin. Bukan sekadar tarian kolosal biasa, lebih dari itu Sendratari Ramayana adalah wujud perpaduan kesenian Jawa yang berupa tarian, drama dan musik yang ditampilkan secara megah di atas panggung. Sesuai dengan namanya, tarian kolosal ini juga berkisah tentang Kakawin Ramayan yang merupakan kakawin tertua dalam sastra Jawa sejak abad ke 8 yang kemudian juga dijadikan relief utama di Candi Prambanan," tegasnya.

Bagian ketiga dari sastra pariwisata adalah sastra dalam pariwisata. Kajian ini ialah membahas tentang pariwisata khusus yang berkaitan dengan sastra. Salah satu bentuk yang nyata ialah pariwisata khusus berziarah ke makam para sastrawan seperti ke makam raja Ali Haji di Pulau Penyengat, makam ngabehi Ronggowarsito di Palar Klaten, atau makam-makam lain yang digerakkan oleh komunitas-komunitas.

"Inilah perlunya bagi kita, mendata makam-makam seperti makam Chairil Anwar, makam WS Rendra, makam Amir Hamzah, dan sebagainya. Setidaknya kalau tidak ditemukan makamnya, maka di data tentang beberapa tempat yang berkaitan dengan sastrawan tersebut," katanya.

Bentuk lainnya adalah, adanya suatu sastra yang terdapat dalam objek wisata. Di Parangtritis Jogjakarta, tepatnya di pantai Parang Kusuma dipercaya sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dan Ratu Kidul. Tempat ini sebagai pintu gerbang masuknya Panembahan Senopati ke ke pantai laut selatan bertemu dengan Ratu Kidul.

Dari segi kondisi tempat ini sebenarnya merupakan tempat wisata alam yang sangat bagus, tetapi dengan tambahan cerita rakyat tersebut maka tempat tersebut menjadi bermakna yang akibatnya wisatawan minat khusus atau boleh disebut sebagai wisata religi pada malam hari sering datang ke parangkusuma untuk melakukan ritual-ritual di dalamnya (Anonim 2004). Artinya, sastra lisan tentang panembahan Senopati dan Ratu Kidul tersebut telah menjadi di sastra dalam objek wisata.

"Contoh lain adalah pariwisata di pantai Air Manis, padang Sumatera Barat. Pemandangan di Pantai tersebut sebenarnya sangat indah dengan pasir yang halus, pohon kelapa, dan teluk yang menimbulkan pemandangan khas laut. Di pantai tersebut, dipercaya terdapat peninggalan Malin Kundang yang terkenal durhaka kepada ibunya yang menjadi batu di pantai tersebut. Masyarakat setempat membuat replika tentang Malin Kundang yang menjadi batu beserta kapal-kapalnya. Namun sebenarnya, kalau kita amati tempat malin Kundang menjadi batu tersebut tidaklah sesuai karena daerah tersebut bukan daerah pelabuhan," tegasnya.

(BR)

Baca Juga

Rekomendasi