Nadiem Makarim (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Nakarim, menilai pandemi yang tak disangka-sangka, telah mengajarkan seluruh dunia betapa penting dan mendesaknya kolaborasi antarnegara dalam mengatasi ujaran-ujaran kebencian dan kekerasan, terlebih dalam masa pembatasan sosial dan larangan bepergian, yang telah mengakibatkan media sosial menjadi tempat yang makin penting untuk berinteraksi.
“Secara global, kita sudah melihat makin maraknya ujaran-ujaran kebencian. Ditambah tekanan akibat Covid-19, rasisme, dan kekerasan. Kita harus beraksi bersama untuk mengatasi tantangan-tantangan ini,” kata Nadiem, dalam pidato di Global Education Ministers Conference on Addressing Hate Speech through Education, yang digelar Kantor United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Office of the United Nations Special Adviser on the Prevention of Genocide, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara virtual, ditulis Jumat (29/10).
“Pendidikan, terutama literasi, merupakan strategi yang kuat menghadapi tantangan-tantangan ini,” ujar Menteri Nadiem yang menekankan pentingnya melatih keterampilan berpikir kritis dan penggunaan wadah digital yang etis, terutama di antara anak-anak muda.
“Keahlian berpikir kritis membantu anak-anak memahami dan menganalisis makna esensial suatu informasi. Ini akan mencegah mereka dari percaya berita bohong dan misinformasi. Mereka akan berlatih menggunakan nalar kritis untuk menimbang dan memilah validitas informasi. Ini harus terus jadi prioritas utama kita. Maka, kita harus membangun sistem pendidikan yang mendukung upaya kita mengalahkan ujaran kebencian,” tegas Mendikbud Ristek.
“Sejak 2015, Kemendikbudristek terus mengupayakan pengembangan literasi siswa lewat Gerakan Literasi Nasional. Gerakan ini bertujuan menciptakan lingkungan pendidikan yang kuat, baik di sekolah, keluarga, dan kehidupan bermasyarakat,” tutur dia.
“Lewat Gerakan Literasi Nasional, kami mendorong sekolah-sekolah untuk memasukkan literasi ke dalam kurikulum. Kami juga bekerja sama dengan klub-klub buku dan komunitas-komunitas untuk menciptakan aktivitas membaca bagi anak-anak. Ini membantu anak mengembangkan daya kritis dan melindungi mereka dari ujaran kebencian,” ucap Menteri Nadiem.
Menteri Nadiem juga menyerukan kolaborasi pada negara-negara di dunia untuk membangun solidaritas internasional dalam penanganan ujaran kebencian.
“Semoga diskusi kita pada konferensi ini berbuah banyak, dan saya sangat menantikan kolaborasi bersama ke depannya,” pungkas Mendikbud Ristek.
Sebagai informasi, konferensi dihadiri menteri pendidikan dari negara-negara di dunia atas prakarsa Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dan Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay untuk memperkuat upaya melawan ujaran kebencian daring dan luring.
Agenda konferensi adalah pembahasan upaya membangun ketahanan kaum muda terhadap ujaran kebencian, dengan tujuan menghasilkan rekomendasi tentang tindakan bersama di semua tingkat pendidikan, memprioritaskan literasi media dan informasi, pelatihan guru dan peningkatan kesadaran publik tentang kewarganegaraan digital.
Sebelumnya, negara-negara telah diminta PBB dan UNESCO mengambil tindakan untuk mengendalikan fenomena global ujaran kebencian. Penguatan respon pendidikan untuk membangun ketahanan peserta didik terhadap retorika pengucilan dan kebencian juga merupakan inti dari Agenda Pendidikan 2030, dan lebih khusus Target 4.7 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 4 (Sustainable Development Goals 4) pada tujuan sosial, moral dan humanistis pendidikan.
(RZD)