Pengamat: Kenaikan UMP Sumut Tak Berasa, Pemerintah Bisa Tutupi dengan Bansos

Pengamat: Kenaikan UMP Sumut Tak Berasa, Pemerintah Bisa Tutupi dengan Bansos
Ilustrasi (Pixabay)

Analisadaily.com, Medan - Besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara (Sumut) dari angka Rp 2.499.423 (2021) menjadi 2.522.609 di tahun 2022, menurut Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin kalau dihitung kenaikan angkanya sebesar 0.93%.

Angka sebesar itu jauh dari permintaan para buruh di Sumut yang kabarnya paling sedikit setidaknya meminta kenaikan sebesar 5%. “Dan kenaikan UMP sebesar itu memang hanya sebesar inflasi Sumut di tahun 2021, yang saya perkirakan angkanya sampai tutup tahun dikisaran 0.9 persenan sampai 1%,” kata Gunawan, Minggu (21/11).

Disebutkan, penetapan UMP Sumut itu besarannya sama persis dengan laju inflasi tahun berjalan (Januari 2021-Oktober 2021) yang sebesar 0.93%. Kenaikan UMP sebesar itu hanya menambal (menutupi) kenaikan harga barang dan jasa mengacu kepada besaran inflasi. Tidak untuk menambah daya beli kaum buruh.

“Jadi kalau gaji kita (siapapun itu) naiknya sesuai besaran inflasi. Itu kesejahteraan tidak akan membaik. Hidup kita akan serba “ngepas” sampai kapanpun. Lain halnya kalau disiasati dengan mencari penghasilan tambahan atau pekerjaan baru,” ujarnya.

Gunawan menuturkan, terlepas dari tuntutan buruh, ia menjelaskan kondisi perekonomian Sumut belakangan ini. Sepanjang tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Sumut secara triwulanan itu besarannya -1.85% (TW I), 4.95% (TW 2), dan 3.67% (TW 3). Penutupan akhir tahun nanti besarannya juga diperkirakan tidak akan jauh berbeda, dan berada dalam rentang 3-4%.

Tentunya pertumbuhan seperti itu belum cukup. Setelah sempat terkoreksi cukup dalam di tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Sumut selama tahun 2021 belum bisa membalikan kondisi ekonomi masyarakat Sumut sebelum masa pandemi Covid-19.

“Perjalanannya masih jauh. Jadi kalau buruh meminta kenaikan upah paling sedikit 5%, itu masih masuk akal. Kalau melihat pertumbuhan ekonomi dan laju tekanan inflasi. Karena, kalau dijumlahkan itu angkanya bisa sampai 5%,” terangnya.

Tetapi apakah menyeragamkan kenaikan upah sebesar itu untuk semua industri bisa diterima oleh semua pelaku usaha? Jawabannya tentu tidak. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 itu tidak terlepas dari booming harga komoditas yang ada di Sumut, khususnya kelapa sawit.

Sementara banyak industri lainnya yang mulai mau hidup, banyak industri lainnya yang mati suri sampai sejauh ini dan tidak sedikit usaha yang sudah gulung tikar dan tidak hidup lagi. Jadi ada industri yang mampu tumbuh baik, ada yang pas-pasan dan ada yang masih menanggung beban masalah karena pandemi.

“Untuk itu memang kebijakan UMP ini harus bisa dibarengi dengan kebijakan lain yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk semua pihak,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, kenaikan UMP itu harus dilaksanakan, bagi industri atau jenis usaha yang masih mampu bertahan atau bahkan mampu mendulang keuntungan. Sebaiknya lakukan kenaikan upah lebih tinggi dari besaran UMP yang telah ditetapkan pemerintah.

“Saya kerap menemukan ada pengusaha yang tetap menaikkan upah yang presentasinya di atas kenaikan UMP,” ucapnya.

Gunawan menyarankan, pengusaha melakukan komunikasi yang baik dengan pekerja, bahwa perusahaan mampu memenuhi kenaikan upah melebihi UMP. Seraya memotivasi pekerja untuk lebih giat lagi.

“Jadi kalau ada pengusaha yang melebihkan upah, itu berarti pengusaha tersebut bukan hanya memperbaiki daya beli pekerjanya. Tetapi juga turut berkontribusi pada pemulihan ekonomi masyarakat Sumut pada umumnya.

Disampaikannya, pemerintah daerah maupun pusat sudah menetapkan kenaikan UMP yang presentase kenaikannya tidak jauh berbeda. Maka upaya selanjutnya adalah dengan membantu memenuhi kebutuhan masyarakat lewat bantuan sosial (bansos). Khususnya bagi kaum buruh, atau masyarakat kurang mampu pada umumnya.

“Jadi, bansos ini masih jadi salah satu cara untuk menutup kebuntuan akibat dari industri yang tidak berkinerja baik karena terpapar pandemi. Sehingga kenaikan upah hanya sebesar besaran inflasi. Dan bukan hanya kaum buruh, daya beli masyarakat miskin juga harus tetap dijaga dengan bansos itu sendiri,” terangnya.

Kemudian, lakukan pengendalian harga. Dalam hal ini konteksnya adalah menjaga inflasi agar tidak terjadi lonjakan harga. Karena inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa ini nantinya juga turut membebani masyarakat pada umumnya. Bukan hanya kaum buruh.

“Saya menilai, setiap tahun kita nantinya akan terus beradu argumen dengan rencana kenaikan upah. Terlebih dengan tahun-tahun dimana kondisi ekonomi tidak menentu seperti sekarang ini. Salah satu upaya bersama yang bisa dilakukan adalah dengan mewaspadai dan menghindarkan kita dari gelombang Covid-19 lanjutan,” tandasnya.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi