Festival Kaldera Toba di Parapat (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Simalungun – Gelaran Festival Toba Kaldera Unesco Global Geopark yang berlangsung Sabtu (20/11) di Open Stage Parapat, Kabupaten Simalungun, berlanjut hingga malam hari. Seribuan pasang mata antusias menyaksikan berbagai penampilan para peserta menyuguhkan hiburan musik tradisional dan cerita legenda Toba di areal terbuka.
Sejatinya festival tersebut digelar sejak pagi hingga sore hari. Namun berbagai penampilan memukau para peserta unjuk kebolehan, ternyata berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Sehingga acara, harus dilanjutkan malam hari sampai selesai.
Namun event yang berlangsung, semakin mengundang perhatian pengunjung yang datang ke lokasi wisata Parapat. Secara bertahap, jumlah pengunjung yang tadinya berkisar seratusan orang, bertambah banyak pada malam harinya. Apalagi saat akhir pekan, menjadi waktu yang pas untuk orang mengisi waktu liburan di malam hari.
Kondisi ini menurut Ketua Panitia Pelaksana Festival Toba Kaldera Unesco Global Geopark, Debbie Panjaitan, sangat menggembirakan. Karena antusias masyarakat untuk menyaksikan berbagai atraksi yang digelar di kota wisata itu sangat luar biasa.
Silih berganti, pengunjung dari berbabai daerah maupun warga setempat, memadati kawasan Open Stage untuk menikmati hiburan, ditambah lagi dengan sajian kuliner dari pedagang yang menydiakan makan dan minum di lokasi.
“Ini (festival) pertama kali kita gelar sejak Danau Toba ditetapkan menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGG). Merupakan hal yang luar biasa, karena minat masyarakat begitu tinggi,” kata Debbie, Minggu (22/11).
Menurutnya ini momentum yang harus dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah kabupaten termasuk pelaku seni budaya.
Sehingga jika bisa dilaksanakan setiap pekan atau setiap bulan, akan bisa mendatangkan kembali para wisatawan, setidaknya domestik, mengingat masa pandemi Covid-19 masih membatasi perjalan antar negara, sehingga untuk wisatawan mancanegara (wisman) sulit diharapkan.
“Konsep pengelolaan Geopark itu adalah konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Jadi ketiga hal itu ada pada event ini. Pertama kita tapilkan seni budaya tradisional, melibatkan yang anak-anak generasi muda juga, sebagai upaya mendidik mereka, dan juga membuat para pedagang mendapatkan manfaat ekonomi di dalamnya,” tambah Debbie.
Debbie juga berhararp, event dengan konsep dimaksud bisa dilakukan di seluruh kabupaten se kawasan Danau Toba. Karena modal awal untuk mengundang orang datang ke danau supervolcano ini sudah ada, yakni pemandangan indah dari berbagai sudut. Sehingga dibutuhkan pengelolaan dari segi pelayanan, hingga produk kebudayaan yang akan membuat wisatawan merasa terhibur dan nyaman berkunjung lebih lama.
Seorang pengunjung asal Kota Pematangsiantar, Octavia Situmorang mengaku senang bisa kembali melihat hiburan di Kota Parapat. Sejak masa pandemi, kegiatan seperti ini baru bisa mereka nikmati sat kemarin. Karena itu diriya berharap pemerintah bisa terus berbenah agar pariwisata di kawasan Danau Toba bisa lebih maju.
“Ya kita merasa terhibur bisa datang ke sini, dengan ada acara seperti ini. Kalau bisa setiap pekan ada yang seperti ini. Tetapi maunya, pemerintah setempat harus memperbaiki lagi tempat ini, termasuk kebersihannya agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan,” ungkapnya.
Sementara sejumlah pedagang mengaku beruntung bisa berjualan di lokasi yang ramai pengunjung. Apalagi selama masa pandemi, mereka kekurangan pembeli. Sehinga jumlah wisatawan sangat berpengaruh pada penjualan mereka. “Kalau bisa yang seperti ini sering dibuat. Jadi makin banyak pengunjung datang. Dan omset penjualan kami bisa bertambah,” sebut Lina, pedagang minuman di lokasi acara.
Selain itu di sela acara festival tersebut, panitia kerap mengingatkan seluruh pengunjung dan pedagang agar tetap mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan. Bahkan beberapa personel terus berkeliling membawa masker untuk dibagikan kepada warga yang belum menggunakan alat pengaman di masa pandemi tersebut.
(JW/RZD)