UU Cipta Kerja Diminta Direvisi, Hakim: Proses yang Tepat Harus Diikuti

UU Cipta Kerja Diminta Direvisi, Hakim: Proses yang Tepat Harus Diikuti
Anggota serikat pekerja Indonesia memegang plakat selama protes terhadap reformasi perburuhan pemerintah di Jakarta, Indonesia, Kamis 25 November 2021. (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)

Analisadaily.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi memerintahkan Pemerintah Republik Indonesia untuk merevisi Undang-undang Cipta Kerja dalam waktu dua tahun, dengan alasan kelemahan prosedural.

Undang-undang tersebut, yang disahkan tahun lalu dan melihat revisi lebih dari 70 undang-undang yang ada, memicu protes di seluruh Indonesia dan keluhan bahwa undang-undang itu merusak hak-hak buruh dan perlindungan lingkungan.

Putusan pada hari Kamis (25/11), dalam peninjauan kembali yang diajukan serikat pekerja, Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman mengatakan, jika perubahan tidak dilakukan dalam dua tahun, undang-undang tersebut akan dianggap secara permanen tidak konstitusional.

Putusan itu menggambarkan cara undang-undang itu ditangani sebagai cacat prosedural dan di beberapa bagian, tidak konstitusional, termasuk perubahan yang dilakukan setelah persetujuan parlemen.

Sementara para hakim mengakui alasan di balik beberapa tindakan pemerintah dalam mendorong undang-undang yang dirancang untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja, putusan itu mengatakan proses yang tepat harus diikuti.

"Bukan berarti mencapai tujuan itu kemudian bisa mengesampingkan cara atau prosedur formal yang berlaku," kata Anwar dilansir dari Reuters dan Channel News Asia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah menghormati keputusan tersebut.

"Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan pengadilan dengan mempersiapkan revisi undang-undang dan menjalankan sebaik mungkin instruksi pengadilan," kata dia dalam konferensi pers.

Undang-undang tersebut telah dirancang untuk merampingkan prosedur birokrasi, memacu investasi dan meningkatkan daya saing tenaga kerja, tetapi para kritikus berpendapat bahwa revisi komprehensif terjadi tanpa konsultasi yang memadai.

Deni Ferdiansyah (43) yang bergabung dengan anggota serikat pekerja di luar pengadilan, mengatakan hakim telah berpihak pada pekerja.

"Kami takut MK pro pemerintah, tapi alhamdulillah mereka masih menggunakan hati nuraninya. Undang-undang ini membuat buruh menderita, terutama jika menyangkut upah minimum," kata Deni.

Keluhan lain antara lain aturan tentang pesangon, tenaga kontrak dan outsourcing, dan ketentuan bahwa studi lingkungan hanya diperlukan untuk investasi berisiko tinggi.

Ketua serikat pekerja KSPI, Said Iqbal mengatakan, pekerja sangat menghargai pengadilan.

"Kami percaya ada keadilan yang bisa didapat," kata Iqbal.

Pengacara KSPI, Said Salahudin mengatakan, seluruh proses penyusunan undang-undang harus dimulai kembali.

"Ini bukan putusan biasa, sangat berani MK melakukan ini. Apa pun yang terkait dengan kebijakan ketenagakerjaan yang strategis dan berimplikasi lebih luas perlu dihentikan," tutur Said.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi