Peserta Diskusi dan Perayaan Memperingati 16 Hari Aktivisme Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang diadakan PERMAMPU, 29 November 2021. (Dok. PERMAMPU)
Analisadaily.com, Sidikalang - Baru-baru ini publik dihebohkan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswi (L, 21 tahun) yang dilakukan oleh Dosen Pembimbing skripsi (yang juga menjabat Dekan salah satu fakultas) di sebuah universitas di Riau. Meskipun korban kekerasan seksual telah melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya namun ia mengalami intimidasi dan sulit mendapatkan keadilan. “Dari kasus ini, kekerasan seksual dipahami sangat dipengaruhi adanya relasi kekuasaan yang timpang antara pelaku dan korban, ungkap Herlia Santi (PPSW Riau).
Data 2015-2020 yang dikeluarkan KOMNAS Perempuan menunjukkan seriusnya masalah kekerasan seksual di dunia pendidikan. Perguruan Tinggi adalah yang tertinggi yaitu 27% Pesantren atau pendidikan berbasis Islam 19%, Sekolah Menengah Umum/SMK & SMP, TK, SD dan SLB 3%. Pelakunya yang terbanyak adalah Guru atau pemuka agama, Kepala Sekolah, Dosen, dan terendah peserta didik.
Hal ini melatar belakangi keluarnya Permendikbudristek No 30 tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Meski kerap terjadi, munculnya Permendikbudristek sempat, bahkan masih ditolak oleh beberapa kelompok masyarakat termasuk oleh sekelompok mahasiswa (di Medan), padahal peraturan ini menjadi langkah baik untuk memberikan kepastian hukum untuk pencegahan kekerasan seksual di lingkungan sekolah atau kampus.
Kasus kekerasan seksual di atas adalah
highlight berbagai bentuk kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) yang ditangani oleh lembaga anggota Konsorsium PERMAMPU di Pulau Sumatera. Konsorsium PERMAMPU mencatat sepanjang tahun 2020 telah mendampingi 434 kasus yang didampingi oleh WCC Sinceritas-PESADA, PPSW Sumatera, CP WCC, LP2M, WCC Palembang, dan Damar Lampung; dimana 87 kasus (20%) adalah kasus kekerasan seksual).
Sementara itu, proses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang dinilai menjadi jaminan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan seksual masih terganjal di DPR RI karena terdapat partai politik yang masih menolak (PKS, PAN, PPP) dan sikap “abu-abu” yang ditunjukkan oleh Golkar dan Demokrat.
Sepanjang 2020 Dampingi 434 Kasus Kejerasan Seksual
Konsorsium PERMAMPU merasa prihatin terhadap lambatnya proses pengesahan dan bergesernya ide awal penghapusan kekerasan seksual yang diajukan oleh DPR RI yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), namun karena kuatnya penolakan di antara Parpol di Panitia Kerja DPR RI maka berganti menjadi RUU TPKS. RUU TPKS dinilai masih sangat lemah mengatur bentuk-bentuk kekerasan seksual, hak korban, tindak pidana, pemidanaan, hukum acara dan pencegahan.
Konsorsium PERMAMPU, organisasi perempuan di Sumatera yang setiap tahun rutin merayakan 16 Hari Aktivisme untuk Kampanye Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), mulai Hari Penghapusan KTP pada 25 November - 10 Desember, Hari Hak Asasi Manusia (HAM) telah menyelenggarakan diskusi dan perayaan secara
hybrid pada tanggal 26 November 2021. Perayaan dihadiri oleh 198 orang (194 perempuan dan 4 laki-laki) dari perwakilan 8 LSM anggota PERMAMPU, perwakilan perempuan dampingan yaitu: FKPAR (Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput) dan FPM (Forum Perempuan Muda).
Diskusi Pendalaman pelanggaran HKSR
Dalam perayaan itu dilakukan diskusi untuk mendalami kerentanan perempuan miskin, perempuan pedesaan, perempuan muda perempuan disabilitas, bahkan perempuan lansia yangmengalami kekerasan seksual dan berbagai bentuk pelanggaran HKSR, khususnya semasa Pandemic Covid-19. Diskusi pendalaman dilakukan untuk menguatkan upaya kepemimpinan perempuan akar rumput dan komitmen PERMAMPU di usianya yang 9 tahun, untuk tetap konsisten dalam advokasi kebijakan penghapusan kekerasan seksual dan HKSR perempuan serta layanan kesehatan seksual dan reproduksi di Puskesmas agar lebih komprehensif dan inklusif.
Berdasarkan hasil dari diskusi dan perayaan memperingati 16 Hari Aktivisme Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan menjelang peringatan 9 tahun Konsorsium PERMAMPU maka dengan ini Konsorsium PERMAMPU menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendesak DPR RI dan Presiden Indonesia menetapkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan.
- Mendorong Pemerintah Daerah di Pulau Sumatera agar mengimplementasi pelayanan perempuan korban kekerasan yang terintegrasi yang melibatkan di tingkat akar rumput melalui One Stop Service & Learning (OSS&L) yang telah diinisiasi oleh 8 LSM perempuan Anggota Konsorsium PERMAMPU.
- Menyerukan penguatan kepemimpinan perempuan di akar rumput dan keterlibatan perempuan muda untuk keberlanjutan Gerakan Perempuan di Pulau Sumatera (Rel-Ja)
(JA)