Dakwaan JPU Soal Dugaan Penggelapan Mobil Ditolak Hakim

Dakwaan JPU Soal Dugaan Penggelapan Mobil Ditolak Hakim
Majelis Hakim PN Medan yang diketuai Martua Sagala menolak dakwaan JPU Kejati Sumut, Anwar Ketaren, terkait perkara dugaan penggelapan terhadap driver taksi online, Boyke Hendra Wijaya (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Anwar Ketaren, terkait perkara dugaan penggelapan terhadap driver taksi online, Boyke Hendra Wijaya, ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Martua Sagala.

Majelis Hakim dalam amar putusan sela, Selasa (7/12), menyatakan menerima eksepsi (nota keberatan) yang diajukan terdakwa melalui penasihat hukumnya, Nasiruddin dari Irfan Fadila Mawi Law Firm dan menolak dakwaan JPU.

Kuasa hukum terdakwa, Irfan, mengapresiasi putusan tersebut yang dinilai sudah mencerminkan keadilan bagi kliennya.

"Kami bersyukur atas putusan yabg sudah mencerminkan keadilan bagi klien kami Boyke," kata Irfan, Rabu (8/12).

Irfan mengatakan, dalam surat dakwaan JPU tidak ada suatu peristiwa pidana yang terjadi. Perkara ini bermula dari suatu perjanjian belaka antara terdakwa dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) yang dilakukan dengan perjanjian tertulis.

"PT TPI melakukan pengumuman mempermudah setiap orang untuk mencari pekerjaan, yakni menjadi sopir online dengan menabur brosur yang sangat menjanjikan bagi pencari kerja, salah satunya adalah terdakwa," sebutnya.

Brosur tersebut menjanjikan setelah 5 tahun mobil akan menjadi hak milik driver. Namun tenyata, dalam perjalanan 2 tahun lebih mobil itu diambil dan dinyatakan kliennya tidak bayar sewa.

"Setelah satu tahun mereka teken kontrak, dikasih perjanjian sewa-menyewa. Ini sebenarnya jadi protes keras di kalangan driver online sehingga terjadi tarik menarik," terangnya.

Majelis hakim menerima eksepsi terdakwa dikarenakan PN Medan tidak berwenang mengadili perkara aquo disebabkan adanya perjanjian antara PT TPI dengan terdakwa yang berkaitan dengan keperdataan.

Sebagaimana dalam perjanjian, terdakwa bukan orang yang layak untuk dipidana. Apabila PT TPI merasa perbuatan terdakwa telah terjadi perselisihan dan sengketa, PT TPI dioersilahkan menyelesaikan perkara tersebut melalui keperdataan sebagaimana isi dari perjanjian tersebut.

Apabila pihak PT TPI akan mengajukan sengketa, di mana domisili PT TPI berada akan membingungkan bagi PT TPI itu sendiri, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian patut dan beralasan hukum dakwan JPU tidak dapat diterima.

Selain itu, kata Irfan, JPU telah keliru mendakwa kliennya sebagaimana dalam surat dakwaan JPU yang berkaitan dengan identitas terdakwa. Dalam surat dakwaan JPU terdapat kesalahan yang fatal mengenai identitas, yakni perbedaan agama, umur, dan lainnya.

Tempat lahir yang dicantumkan JPU di Tanjungbalai, seyogyanya tempat lahir terdakwa di Medan. Umur/tanggal lahir yang dicantumkan JPU 54 tahun/25 Februari 1966, seyogyanya 50 tahun/25 Juli 1971.

Tempat tinggal yang dicantumkan JPU Jalan Azalea III No. 88 Komplek Cemara Asri, Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, seyogyanya Jalan Tuasan Nomor 110, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung. Agama yang dicantumkan JPU Budha, sebenarnya Islam.

Irfan membeberkan, dalam kasus ini sebelumnya sudah disidang juga driver ojol bernama Febri dan divonis lepas majelis hakim. Saat ini masih banyak driver online yang selama ini berkontrak atau bekerja sama PT TPI menjadi pesakitan, bahkan mereka memulangkan mobil dengan biaya yang tak seberapa diterima, padahal mereka sudah berjalan satu sampai 2 tahun lebih.

"Sehingga kalau dihitung biaya mereka hampir Rp 150 juta dengan harga mobil yang sebenarnya," tandasnya.

(JW/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi