Anggota Komisi IV DPRK Atam, Tri Astuti didampingi Kabid PAUD dan PNF Disdikbud Aceh Tamiang, Sutiyah bermain bersama murid anak berkebutuhan khusus (ABK) di salah satu PAUD, baru-baru ini (Analisadaily/Dede Harison)
Analisadaily.com, Kuala Simpang - Semoga belum luntur dari ingatan kita akan peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) yang jatuh setiap tanggal 3 Desember. Di Aceh Tamiang, HDI 2021 diperingati dan dipusatkan di Tribun Alun-alun Kompleks Perkantoran Bupati Aceh Tamiang, Senin (6/12). Momen peringatan ini diprakarsai Social Olympics Indonesia (SOIna) bekerja sama dengan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Pembina Aceh Tamiang yang merupakan sekolah percontohan di Aceh.
"Mudah-mudahan dengan peringatan ini lebih banyak orang tergugah. Kalau kemarin-kemarin ‘kan banyak yang tidak tahu. Apa itu disabilitas pun orang seakan tidak peduli," kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang, Tri Astuti (45), Senin (13/12).
Politisi partai NasDem ini hadir pada peringatan HDI itu. Dia diminta menyampaikan sambutan mewakili orang tua/wali penyandang disabilitas. Acara dihadiri Wakil Bupati Aceh Tamiang, HT Insyafuddin, unsur Forkopimda, para pejabat daerah, guru, siswa SLB, dan orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas.
Kegiatan ini juga diwarnai penyerahan sertifikat penghargaan dari SOIna bagi penyandang disabilitas berprestasi tingkat nasional di bidang olahraga. Dari enam penyandang disabilitas yang meraih juara, satu di antaranya Salsabilah 'Athiroh (19), putri sulung Tri Astuti.
Anggota DPRK yang juga Ketua SOIna Aceh Tamiang, Tri Astuti diberi penghormatan untuk mewakili wali murid penyandang disabilitas pada peringatan Hari Disabilitas Internasional, Senin (6/12).
"Anak kami juara tiga olahraga bocce tunggal putri divisi 1 pada kegiatan virtual kompetisi seni budaya dan olahraga yang diselenggarakan SOIna Pusat di Jakarta," ujar Tri Astuti, bangga.
Sebagai ibu dari anak penyandang disabilitas, dia sangat memahami yang dirasakan orang tua dan anak bersangkutan. Menurut pandangannya, semua orang yang lahir, baik normal maupun cacat harus diperlakukan sama. Kita harus menghapuskan perbedaan dengan kebebasan berkarya dan menghilangkan stigma bahwa melahirkan anak disabilitas adalah aib. Perlakukan penyandang disabilitas setara dengan warga negara lainnya.
"Mereka juga warga negara, bahkan warga negara yang memiliki kekurangan fisik. Jadi, dari sisi sosial dan kemanusiaan harus lebih diperhatikan," tegas anggota Komisi IV DPRK Aceh Tamiang ini.
Meski banyak pihak menyampaikan ucapan selamat saat HDI, tapi menurutnya tak dimungkiri, nasib difabel saat ini masih menjadi kaum terpinggirkan, khususnya anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah-sekolah formal.
Anggota Komisi IV DPRK Aceh Tamiang, Tri Astuti.
Dibutuhkan perhatian khusus dari pihak terkait untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak disabilitas karena mereka mempunyai hak yang sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
"Anak-anak disabilitas di Aceh Tamiang butuh perhatian kita semua. Selama ini tidak ada yang memperhatikan, kecuali orang-orang di SLB," ungkapnya.
Selama menjadi wakil rakyat, Tri Astuti aktif menyuarakan nasib ABK di sekolah umum. Sebab, rata-rata sekolah formal yang memiliki ABK ternyata tidak dilengkapi fasilitas publik dan tenaga pendidik memadai sehingga kondisi murid bersangkutan terabaikan.
Di sisi lain, sekolah formal tidak boleh menolak murid ABK. Orang tua ABK terpaksa mendaftarkan anaknya ke sekolah formal karena jauh dari SLB. Ketika ABK berada di sekolah formal, akhirnya mereka tidak mendapatkan perhatian khusus. Bahkan, tak jarang dirundung oleh siswa normal.
"Persoalan ABK di TK dan SD formal tentunya membutuhkan perhatian pemda karena memunculkan persoalan baru," tutur legislator perempuan ini.
Jadi Motivasi
Persoalan yang belum mendapatkan solusi ini pun menjadi motivasi Tri Astuti saat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Pengakuannya, sebelumnya sangat berat baginya terjun ke politik praktis. Dia berpikir hingga setahun lebih untuk bergabung ke partai politik. Berkat dukungan suaminya, Sabariman (47), Tri Astuti akhirnya memutuskan maju dan terpilih pada Pemilu Legilatif Serentak 2019. Dia berlabuh di parpol NasDem, parpol besutan Surya Paloh itu sejak 2017.
Dua tahun sudah dia mengemban amanat rakyat. Tugas ini berbeda jauh dibandingkan saat dia bekerja di perusahaan swasta ternama yang bergerak di bidang migas. Saat itu, perempuan kelahiran 1977 bertugas di bidang administratif. Tri Astuti mencalonkan diri tidak untuk mencari peruntungan atau pekerjaan di lembaga legislatif. Sebaliknya, ibu tiga anak ini rela meninggalkan zona aman demi berkiprah di jalur politik dan memperjuangkan visi politiknya terkait penyandang disabilitas.
"Motivasi saya menjadi dewan salah satunya ingin berbagi dan memperjuangkan hak disabilitas agar mereka tidak lagi dibeda-bedakan. Yang terpikir waktu itu hanya anak," ungkapnya.
Anak kesayangan mereka yang mengidap Down Syndrome sejak lahir, Salsabilah ‘Athiroh, sudah setahun tamat sekolah menengah atas (SMA) dari SLBN Pembina. Sementara anak lelakinya menimba ilmu agama di salah satu pesantren di Langsa. Sedangkan si bungsu masih duduk di bangku SD.
"Si Kakak itu (Salsabilah), anak membawa rezeki bagi kami. Dalam segala kondisi permintaannya selalu berusaha kami prioritaskan. Salsa adalah saksi hidup saat kami merintis rumah tangga dari nol," timpal Sabariman sambil memandang Salsabilah bermain gawai.
Upaya Pengabdian
Secara ekonomi mereka tergolong mapan dan mampu membantu penyandang disabilitas. Namun, menurut Tri Astuti, itu takkan maksimal. Menurutnya, melalui lembaga legislatif, dia bisa berkiprah untuk turut mengubah sistem yang tidak berpihak kepada penyandang disabilitas. Karena dikenal aktif membela hak penyandang disabilitas, setahun setelah menjadi anggota DPRK dia mendapat mandat sebagai Ketua SOIna Aceh Tamiang.
Namun, perempuan yang kini tengah meneruskan pendidikan di salah satu universitas di Medan ini tidak akan mengenyampingkan tugas dan tanggung jawabnya di Komisi IV DPRK Aceh Tamiang yang mengurusi bidang pembangunan. Pada 2022, dia telah memplotkan program Pokir DPRK ke SLBN Pembina Aceh Tamiang untuk pelatihan guru dan membantu sarana di SLB itu.
Tri Astuti juga pernah menembus daerah pemilihan (dapil) di Kecamatan Bendahara. Menemui para guru demi mendata ABK di Raudhatul Athfal (RA). Kepada puluhan guru itu, dia berjanji akan berkolaborasi dengan Komisi I DPRK Aceh Tamiang yang membidangi pendidikan untuk memperhatikan kesejahteraan ABK di sekolah berbasis agama tersebut. Anggota Fraksi Tamiang Sepakat ini juga akan mendorong Pemkab Aceh Tamiang untuk mengeluarkan kebijakan berupa qanun (perda) atau peraturan bupati tentang anak disabilitas seperti Kota Banda Aceh.
"Ketika berfokus pada disabilitas, kita akan mengabaikan kemampuan dan keunikan mereka. Begitu kita menerima mereka apa adanya, kita seperti mencintai diri sendiri tanpa syarat," pungkasnya.
Disabilitas di Aceh Tamiang
Berdasarkan data SLB Negeri Pembina Aceh Tamiang, jumlah ABK usia 6-23 tahun yang sudah bersekolah sebanyak 289 anak dan yang belum sekolah sekitar 2.500 anak. Sejauh ini, SLB sudah berusaha menambah SLB baru yang terjangkau masyarakat di pedalaman Aceh Tamiang.
"Insya Allah, tahun depan akan didirikan rintisan SLB Negeri persiapan di Aceh Tamiang oleh Pemerintah Provinsi Aceh di kecamatan Manyak Payed dan Seruway," kata Kepala SLB Negeri Pembina Aceh Tamiang, Muttaqim.
Dia menilai, peran Ketua SOIna Aceh Tamiang, Tri Astuti, sejauh ini telah banyak membantu keberadaan cikal bakal SLB di Aceh Tamiang, terlepas dari kedudukannya sebagai anggota DPRK dan anaknya pernah bersekolah di SLB Pembina.
"Beliau sudah berjalan untuk menemui penyandang disabilitas di kabupaten ini. Dia memang terpanggil sebagai Ketua SOIna, bukan demi pencitraan tapi karena peduli dan tulus membantu," tutur Kepala SLB yang sudah mengabdi puluhan tahun tersebut.
(DHS/CSP)