
Analisadaily.com, Bireuen - Pihak berwenang Indonesia akan membantu memperbaiki kapal yang terdampar yang berisi lebih dari 100 orang Rohingya di lepas pantai, tetapi tidak akan mengizinkan penumpangnya mencari perlindungan.
Nelayan melihat perahu pada hari Minggu (26/12) terapung di lepas pantai Bireuen, sebuah kabupaten di pulau barat Sumatera, dengan sekitar 120 pria, wanita dan anak-anak di dalamnya.
“Rohingya bukan warga negara Indonesia, kami tidak bisa membawa mereka begitu saja sebagai pengungsi. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah,” kata Dian Suryansyah, seorang pejabat angkatan laut setempat dilansir dari Reuters, Selasa (28/12).
"Pihak berwenang akan memberikan bantuan kemanusiaan kepada kapal yang dilanda, termasuk makanan, obat-obatan dan air, sebelum menolaknya," tambahnya.
Indonesia bukan penandatangan Konvensi PBB 1951 tentang Pengungsi dan sebagian besar dilihat sebagai negara transit bagi mereka yang mencari suaka ke negara ketiga.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa bahwa kapal itu mengalami kerusakan mesin dan harus diizinkan untuk mendarat.
"UNHCR prihatin dengan keselamatan dan kehidupan para pengungsi di kapal," kata pernyataan itu.
Tokoh masyarakat nelayan setempat, Badruddin Yunus mengatakan, para pengungsi itu telah melaut selama 28 hari dan beberapa di antaranya jatuh sakit dan satu meninggal.
Pengungsi Muslim Rohingya dari Myanmar telah bertahun-tahun berlayar ke negara-negara seperti Malaysia, Thailand dan Indonesia antara November dan April ketika laut tenang. Banyak yang telah ditolak, meskipun ada seruan untuk bantuan oleh kelompok-kelompok hak asasi internasional.
Lebih dari 730.000 Rohingya melarikan diri dari Myanmar pada Agustus 2017 setelah tindakan keras militer yang menurut para pengungsi termasuk pembunuhan massal dan pemerkosaan. Kelompok hak asasi manusia telah mendokumentasikan pembunuhan warga sipil dan pembakaran desa Rohingya.
(CSP)