Layar menampilkan pergerakan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (14/12/2021) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Analisadaily.com, Medan - Di pertengahan pekan ini, tekanan terlihat baik pada mata uang Rupiah maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG sendiri sejak akhir pekan yang lalu bergerak dalam tren penurunan hingga penutupan hari ini, Rabu (12/1).
Analis Pasar Modal, Gunawan Benjamin mengatakan, IHSG ditutup melemah di level 6.6347,06. Atau turun 0,01% dibandingkan penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Sementara mata uang Rupiah yang terpantau setabil dengan kecenderungan menguat di pekan ini. Pada hari ini diperdagangkan melemah.
“Terpantau di pukul 4 sore mata uang Rupiah ditransaksikan di level 14.338 per US Dolarnya. Dan mengikis penguatan Rupiah selama pekan ini, Rupiah saat ini di posisi terlemah sejak awal pekan perdagangan,” kata Gunawan.
Diterangkannya, sentimen yang mempengaruhi pasar keuangan pekan ini dan pekan selanjutnya adalah target normalisasi kebijakan Bank Sentral AS atau The FED yang akan menyesuaikan besaran bunga acuannya. Ditambah dengan kebijakan moneter ketat lainnya.
“Ekspektasi kebijakan tersebut bukan hanya menekan kinerja pasar keuangan saja. Tetapi BI diyakini juga akan merespon kebijakan The FED tersebut dengan menaikkan BI 7 DRR di tahun ini,” sebutnya.
Menurut Gunawan, kebijakan Bank Sentral AS diyakini akan sangat signifikan memberikan tekanan besar di pasar keuangan. Meskipun untuk saat ini dampak negatifnya tidak terlalu besar. Akan tetapi sinyalemen kebijakan moneter ketat yang akan diambil lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, sudah mulai dirasakan dampaknya sejauh ini.
Di sisi lain, peningkatan jumlah kasus pasien Covid-19 di Tanah Air yang meningkat juga turut memicu kekhawatiran yang lebih besar. Terlebih jumlah kasus Covid-19 global masih menunujukan tren naik. Dan ekspektasi penambahan jumlah kasus Covid-19 global yang kian buruk masih akan menghantui kinerja pasar keuangan.
Dan untuk kasus Omicron sendiri, belum bisa dipastikan sampai kapan dampak buruknya akan mempengaruhi pasar. Dan belum bisa diperkirakan. Di sisi lain, pemerintah memperkirakan puncak omicron akan terjadi di bulan Februari mendatang. Maka, kekhawatiran bahwa pasar keuangan akan tertekan akibat penambahan jumlah pasien Omicron di Tanah Air masih akan terus meningkat.
“Artinya semakin ke depan nanti, pasar keuangan akan terus dihantui penambahan jumlah kasus Covid-19, ditambah dengan kebijakan moneter ketat yang semakin dekat direalisasikan. Kesimpulannya, pasar keuangan akan terus ditekan sentimen negatif dari dalam dan luar negeri. Dan tekanannya masih dalam tren naik, setidaknya dalam kurun waktu satu bulan ke depan,” tandasnya.
(RZD)