Tim kuasa hukum Jong Nam Liong, Longser Sihombing (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Tim kuasa hukum Jong Nam Liong, Longser Sihombing, terus mencari keadilan atas kasus dugaan pembuatan akta palsu dengan terdakwa David Putra Nugroho. Di mana, dalam persidangan berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa 28 Desember 2021, lalu dengan tuntutan onslag.
Tuntutan onslag yang diterima terdakwa yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Riachard Sihombing dan Chandra Naibaho ke Komisi Kejaksaan (Komjak) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Senin 3 Januari 2022.
Kemudian, kedua jaksa bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan itu, juga dilaporkan oleh Longser Sihombing penasihat hukum dari Kantor Hukum Hadi Yanto & Rekan, kepada Ombudsman RI dan Komisi III DPR RI. Seluruh laporan itu, dilayangkan Longser, di hari yang sama.
Untuk memastikan laporan tersebut diproses. Longser kembali mendatangi Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung, Selasa 11 Januari 2022. Dia pun diterima langsung oleh Staf Jamwas dan staf Kapuspenkum, DB Susanto.
Longser menjelaskan pertemuan itu, untuk memberikan fakta-fakta sebenarnya dalam kasus dugaan Akta Palsu Nomor 8 tanggal 21 Juli 2008 berada di Singapura pada periode tanggal 30 Juni 2008 s/d tanggal 5 September 2008.
"Kami selaku kuasa korban menyatakan keberatan terhadap rekomendasi hasil eksaminasi khusus tanggal 15 November 2021 dan hasil ekspos Rentut Senin tanggal 27 Desember 2021 di Kantor Pidum Kejagung RI, karena mengabaikan amanah rumusan Pasal 184 KUHP tentang 5 alat bukti yang sah," ucap Longser, Kamis (13/1).
Longser menjelaskan, kedua oknum jaksa itu tidak melihat pertimbangan dan fakta-fakta yang disampaikan dalam persidangan tersebut. Di mana, dibuktikan dengan data perlintasan luar negeri dan paspor Jong Nam Liong.
"Setelah terdakwa dkk menyuruh membuat akta palsu. Selanjutnya, mengambil dan atau memindahkan sertifikat hak guna bangunan dan hak milik dari brankas milik 6 orang lainnya yaitu Jong Nam Liong, Mimiyanti, Yong Gwek Jan, Juliana, Weni dan Deni dan sertifikat milik pribadi Mimiyanti, didakwa kepada terdakwa David Putra Negoro alias Lim Kwek LIong , Notaris Fujiyanto Ngariawan, SH (DPO) dan Lim Soen Liong alias Edi (DPO)," jelas Longser.
Dengan itu, Longser menilai tuntutan onslag atau bebas terhadap terdakwa, yang dibacakan oleh Riachard Sihombing dan Chandra Naibaho di PN Medan, beberapa waktu lalu. Bahwa JPU terkesan pengetikan tuntutan terburu-buru dan tidak menyampaikan resume keterangan dari 5 alat bukti yang sah tersebut.
"JPU hanya mengatakan, lima alat bukti yang sah itu, menurut pandangan kami saja. Ini dinilai tidak objektif melihat fakta terungkap dalam persidangan tersebut. Sehingga kita menilai keadilan bagi korban tidak ada," tutur Longser.
Longser mempertanyakan terkait dengan pelaksanaan eksaminasi, rentut dan pembacaan tuntutan bebas tersebut dan sangat menciderai rasa keadilan, perlu diungkapkan Jaksa Agung. Apa latar belakang eksaminasi dan Rentut yang dilaksanakan di Pidum Kejagung.
"Apa ukuran atau variabelnya, apakah semua kasus yang sama juga dieksaminasi dan Rentutnya di Pidum Kejagung? Sedangkan, kami telah mempertanyakan apa progres surat-surat pengaduan kami sekitar 10 kali kepada Jaksa Agung RI tanpa direspons," sebut Longser.
Longser menjelaskan, berdasarkan pendapat ahli hukum syarat materil sesuai dengan rumusan persangkaan dan atau dakwaan pasal 266 KUHP dan atau pasal 264 KUHP dan/atau pasal 362 KUHP dan atau pasal 372 KUHP yo 55 KUHP yo 56 KUHP.
"Pasal-Pasal tersebut, tidak satupun pasal yang dapat dituntut Onslag. Kami membantah juga pendapat hasil eksaminasi yang mengatakan kasus ini masalah sengketa warisan. Bahwa sampai saat ini, tidak ada terdaftar gugat menggugat terkait ahli waris. Sehingga barang siapa atau siapa oknum-oknum yang dengan asumsinya sendiri mengatakan ada persoalan ahli waris adalah merupakan kebohongan dan atau pernyataan yang tidak berdasarkan dan menyesatkan," jelas Longser.
Longser menuding Kejari Medan dan JPU serta tim ekpos Pidum Kejagung sangat terlihat jelas keberpihakan terhadap terdakwa. Dengan itu, dilihat dari tuntutan JPU menyebutkan onslag.
"Sekali lagi, keberpihakan kepada terdakwa, dengan alasan tidak diungkapkan 5 alat bukti sah sebagaimana rumusan pasal 184 KUHP. Kemudian, tidak diungkap terkait terdakwa dan notaris tersebut kapan dan bagaimana perencanaan, persiapan dan pelaksanaan penandatanganan Minut Akta nomor 8 tanggal 21 Juli 2008 itu terlaksana. Apakah pembuatan akta itu memenuhi kebenaran syarat formil dan kebenaran syarat materil," paparnya.
Longser mengatakan, keberpihakan itu dibuktikan dengan tidak menggali dan tidak mengungkapkan dalam ekspos dan sidang penuntutan JPU dengan cara tidak membacakan keterangan saksi-saksi, bukti-bukti surat dan keterangan 3 orang ahli.
"Petunjuk dan keterangan terdakwa, karena sidang tuntutan hanya berlangsung sekitar 1 jam. Dengan catatan dan pertanyaan dari kami Penasehat Hukum korban yaitu siapakah diantara kita harta miliknya bersedia dengan rela dikuasai pihak lain selama 30 tahun," kata Longser.
Namun begitu, Longser mengharapkan ada keadilan di PN Medan. Dengan itu, ia terus berharap Ketua majelis Dominggus Silaban dapat memutuskan perkara ini dengan sebaik-baiknya.
"Untuk hal ini, memohon dilakukan dan atau diungkapkan rekaman video visual, rekaman Selasa, 4 Januari 2022 berlangsung sidang dengan 2 agenda yaitu pledoi dan replik secara lisan dan menurut info dari PN Medan bahwa Senin tanggal 17 Januari 2022 akan Sidang Putusan oleh Majelis Hakim," kata Longser.
(JW/RZD)