Polda Sumut dan Komnas HAM memaparkan terkait kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin (Analisadaily/Jafar Wijaya)
Analisadaily.com, Medan - Kapolda Sumut, Irjen Pol. Panca Putra, bersama Komnas HAM mengungkap hasil penyelidikan pihaknya yang menemukan kejanggalan dalam praktik rehabilitasi di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Paranginangin.
Panca menyebut pihaknya menemukan kejanggalan terkait meninggalnya beberapa penghuni kerangkeng. Selain itu juga ditemukan kuburan yang diduga korban praktik kekerasan di kerangkeng.
"Kami sudah temukan orang yang mendapat kekerasan, termasuk pemakaman korban meninggal. Kami terus dalami termasuk siapa yang bertanggungjawab atas peristiwa ini," kata Panca.
Menurutnya fakta lain yang berhasil diungkap Polda Sumatera Utara dari kerangkeng tersebut adalah penghuni bukan hanya pecandu narkoba, melainkan ada orang yang dianggap nakal dan dijebloskan ke sana.
"Ada jeda dari penyelidikan kita bahwa bukan saja pengguna narkoba, tapi juga orang nakal. Ada satu saya sebut saja, itu kepala lapasnya, istilah mereka di sana, dia masuk bukan karena narkoba tapi karena nakal," ungkap Panca.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga mengungkap sejumlah fakta temuan dari kerangkeng manusia tersebut. Pihaknya menemukan fakta beroperasinya kerangkeng tersebut tak berizin dan para penghuni dititipkan oleh keluarganya.
Choirul Anam dari Komnas HAM mengatakan ada beberapa hal yang membuat masyarakat menitipkan anak atau kerabatnya ke tempat rehabilitasi di rumah mantan Bupati Langkat tersebut, salah satunya terkait mahalnya biaya untuk rehabilitasi korban ketergantungan narkoba.
"Bahwa tempat rehabilitasi tersebut tidak memiliki izin. Jadi, ada satu proses pada 2016 di cek oleh BNK sana, tidak ada izin dan disuruh mengurus izin tapi sampai sekarang tidak ada izinnya," kata Choirul Anam
Komnas HAM juga menemukan fakta lain bahwa dalam proses rehabilitasi, dilakukan dengan praktik kekerasan hingga menghilangkan nyawa yang diduga telah berlangsung sejak 2010.
"Kita temukan satu proses rehabilitasi yang caranya penuh dengan catatan kekerasan yakni dari mulai kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa, datanya sangat solid," ungkapnya.
(JW/EAL)