Indah Yanti, pelaku usaha mikro menggunakan bantuan modal Mekaar demi kelangsungan usaha makanan yang dia jalani selama pandemi Covid-19 (Analisadaily/Adelina Savitri Lubis)
Analisadaily.com, Medan - Bak kuntum yang dihajar wabah, usaha milik Indah Yanti, berguguran. Jatuh ke tanah. Hancur tanpa pernah menjadi bunga. Tapi, dia tidak patah arang, selalu mencari cara. Dia harus membuat kuntum yang muncul menjadi bunga. Mekar dan merekah meski masa pandemi.
“Aku sudah usaha jualan apa saja. Ayam penyet? Sudah. Salad buah, pernah juga. Dan, semuanya tak pernah bertahan lama. Baru jual dimsum inilah usahaku berkembang, bahkan hampir enam bulan ini, pasarnya semakin meluas, dan semua itu karena bantuan Mekaar,” kata perempuan yang kini berusia 42 tahun itu kepada
Analisadaily.com, Rabu (2/2).
Usaha ayam penyetnya memang harus berakhir miris. Pasalnya perempuan yang akrab disapa Yanti ini baru memulai usahanya saat Covid-19 mewabahi dunia. “Di situ corona lagi ganas-ganasnya, di situ pula usahaku tutup. Bagaimanalah di situ mau jualan, baru dua yang beli, lalu tiba-tiba harus tutup karena pembatasan waktu operasional,” ungkap warga Gang Cempaka 1, Helvetia Medan ini.
Menurutnya pada 2020 adalah masa terpelik yang pernah dia rasakan. Sebagai pelaku usaha mikro kecil, ibu tiga anak ini mengaku pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap perekonomian keluarganya. “Pokoknya saat itu tak sempat lagi bercanda, apalagi tertawa, memikirkan besok mau makan apa saja sudah pening,” katanya.
Selama sebulan menghentikan usahanya, Yanti pasrah dengan hidup. Memang ada bansos pemerintah dalam bentuk sembako, tapi masalahnya Yanti butuh dana segar untuk bayar listrik dan air. “Potongan pembayaran listrik 50 persen dari pemerintah saat itu memang sangat membantu, namun nyatanya kita tetap butuh dana segar kan,” imbuhnya.
Sampai suatu saat salah satu tetangganya mengajaknya ikut menjadi anggota kelompok Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera). Mulanya dia tak paham, bahkan baru itulah dia mendengar kata Mekaar untuk pertama kalinya. “Rupanya ini merupakan layanan permodalan berbasis kelompok yang diperuntukan bagi perempuan prasejahtera pelaku usaha ultra mikro, baik yang ingin memulai usaha maupun mengembangkan usaha. Ya aku pikir mengapa tidak, selain memang butuh dana bantuan untuk kelangsungan usaha, secara prinsip aku memenuhi syarat,” bebernya.
Pertama kali menjadi anggota Mekaar, Yanti mendapat bantuan pinjaman modal sebesar Rp3 juta, memasuki tahun kedua, bantuan pinjaman modalnya bertambah menjadi Rp7 juta. “Bunganya ringan, tidak menyusahkan, dibayar sepekan sekali, dan bisa mengambil jangka waktu setahun atau dua tahun, dan terpenting jadi pintar karena mendapat pelatihan-pelatihan dalam berwirausaha,” terangnya.
Bantuan Modal
Dengan bantuan modal dari Mekaar inilah Yanti terus melangsungkan usaha makanannya (dimsum), dan siapa sangka dalam waktu enam bulan, jangkauan pasar Yanti semakin luas. “Bahkan kini aku sudah memiliki pemesanan tetap dari pelanggan, dan syukurnya aku bisa menjalani kelangsungan hidupku, membiayai kebutuhan anak-anak, dan ada dana segar untuk hal yang tak terduga,” bilangnya.
Yanti menjual dimsum dengan tiga macam rasa. Ada rasa ayam, rasa udang, dan ada rasa rumput laut. Untuk satu porsi dia menjual Rp10.000 (isi lima). Khusus untuk rasa rumput laut Yanti membandrol Rp15.000 per porsinya. Menurutnya bahan baku untuk rasa rumput laut lebih mahal dibandingkan dengan rasa ayam dan udang.
Dimsum buatan Yanti dibandrol Rp10.000 per porsinya (Analisadaily.com/Adelina Savitri Lubis)
Terlepas itu Yanti sangat bersyukur karena meskipun bekerja menjalani usahanya, perannya sebagai istri dan ibu tetap bisa dia jalani. “Memang cukup repot, karena di situ ada yang pesan dimsum, di situ juga anak butuh perhatian. Namanya juga usaha rumahan, namun ya dijalani saja, yang penting kan cuan terus mengalir, biar makin berkembang dan berjaya,” bilangnya dengan senyum yang mengembang.
Menyejahterakan rakyat serta mengentaskan kemiskinan di Sumatera Utara (Sumut) adalah tujuan program Mekaar. Setidaknya program ini menargetkan nasabah yang berasal dari keluarga pra sejahtera. Nilai pinjaman program tersebut berada di rentang angka Rp2 juta hingga Rp10 juta dengan model angsuran dibayar per minggu yang ditagih secara berkelompok.
PNM (Permodalan Nasional Madani) yang menjadi naungan Mekaar memang menargetkan 800.000 menerima pembiayaan program Mekaar di Sumut. Hingga saat ini, sebanyak 520.000 nasabah PNM Mekaar di Sumut yang tergabung dalam 40.000 kelompok.
Sekali lagi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) diuji sebagai bumper ekonomi nasional. Hasil survei Asian Development Bank pada 2000 terkait dampak Covid-19 di Indonesia, Thailand, Filipina, dan Laos menyatakan sebanyak 48,6 persen UMKM di Indonesia terpaksa menutup usahanya.
Terungkap sebagian besar disebabkan karena menurunnya permintaan domestik (30,5 persen), penundaan pengiriman (13,1 persen), pembatalan kontrak pesanan (14,1 persen), hambatan produksi dan distribusi (19,8 persen). Akibatnya 52,4 persen pelaku UMKM kehabisan uang tunai dan tabungan sehingga tidak memiliki modal untuk melanjutkan usahanya, sedangkan 32,8 persen lainnya hanya punya uang cadangan dalam sebulan ke depan.
Sebagai langkah untuk bangkit dalam berusaha demi mencukupi modal kerja yang diperlukan, sebanyak 39 persen UMKM meminjam dari keluarga dan kerabat, 24,6 persen memakai dananya sendiri, meminjam dari Lembaga Keuangan Bukan Bank sebesar 10,5 persen dan hanya satu persen yang berhasil meminjam dari perbankan.
Sudah begitu di lapangan, pelaku usaha kesulitan menjalankan usahanya karena penutupan pasar tradisional, pembatasan berpergian keluar wilayah tempat tinggal dan terhambatnya pasokan bahan baku usaha. Sisi lain, lembaga pembiayaan juga mengalami kesulitan dalam menagih angsuran, menawarkan pembiayaan baru untuk model kerja dan mendampingi pelaku usaha karena faktor penyebab yang sama.
Bahkan hasil survei dari beberapa lembaga (BPS, Bappenas, dan World Bank) menunjukkan pandemi menyebabkan banyak UMKM kesulitan melunasi pinjaman serta membayar tagihan listrik, gas, dan gaji karyawan. Begitupun UMKM tak menyerah, mereka melakukan berbagai cara agar dapat bertahan. Salah satunya adalah mempercepat peralihan UMKM ke era digital. Faktanya UMKM merupakan salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar bagi negara.
Itu sebab gerakan pemerintah untuk melindungi UMKM agar mampu bertahan dari dampak pandemi sangat gencar dilakukan. Bahkan boleh dibilang usaha ultra mikro menjadi paling banyak komposisinya dari seluruh pelaku UMKM karena berada di piramida paling bawah, mereka paling sulit mengakses pembiayaan dan acap kali menjadi korban dari para tengkulak (renternir).
BLU PIP Sediakan Bantuan Modal Hingga Pelatihan
Sebagai langkah inisiatif untuk memberi dukungan pembiayaan yang cepat, Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) hadir dalam rangka membantu para pelaku usaha mikro untuk bangkit dari pandemi. Menarik karena BLU PIP tidak hanya menyediakan bantuan untuk pembiayaan mudah dan cepat, pun juga memberikan program pelatihan dan pendampingan bagi debitur secara menyeluruh dan massif.
Langkah ini juga diperkuat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No 23/2020 yang mendukung pelaksanaan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Sejalan dengan itu Kementrian Keuangan juga mengeluarkan peraturan turunan yakni PMK No 65 tahun 2020 untuk mengatur tentang cara pemberian subsidi bunga bagi para pelaku UMKM yang terdampak pandemi.
Tentu kebijakan ini menjadi pelengkap program restrukriasi yang diberikan oleh PIP kepada para pelaku usaha mikro yang mendapatkan pembiayaan ultra mikro (UMI) di tahun 2020. Relaksasi berupa keringanan penundaan pembayaran angsuran kewajiban pokok dan pemberian masa tenggah selama enam bulan tertuang dalam perdirut PIP No.5 dan No.7 tahun 2020.
Setidaknya sampai dengan akhir tahun 2020, terdapat sebanyak 266.000 debitur pembiayaan usaha Ultra Mikro (UMI) yang mendapatkan penundaan pokok senilai Rp738 miliar. Sedangkan untuk pembiayaan masa tenggang atas pembiayaan baru telah diberikan senilai Rp1,547 triliun.
Dalam membantu program pemerintah terkait PEN, PIP juga memasilitasi 1 Juta debitur pembiayaan UMI untuk mendapatkan subsidi bunga per margin dan sebanyak 55 ribu debitur mendapatkan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) senilai Rp129 miliar. Selain dukungan pembiayaan, PIP juga memberikan pelatihan dan pendamping pemanasan secara daring di media sosial bersama lembaga pendampingan dan instansi terkait lainnya.
Tercatat pada tahun 2020, sebanyak 1,76 juta debitur mendapatkan pembiayaan UMI, bahkan untuk pertama kalinya PIP menyalurkan pembiayaan skema syariah. Jumlahnya tak tanggung-tanggung yakni sebesar Rp1,467 triliun atau sekitar 20 persen dari akad pembiayaan PIP.
Sesuai dengan peraturan kementrian keuangan, Adapun syarat untuk mendapatkan bantuan atau pinjaman program usaha UMI ini adalah pertama, tidak sedang dibiayai oleh lembaga keuangan atau koperasi, kedua merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang dibuktikan dengan Nomor Induk Kependudukan Eletronik, ketiga memiliki izin usaha atau keterangan usaha dari instansi pemerintah, dan atau surat keterangan usaha dari penyalur.
Sedangkan yang menjadi lembaga penyalurnya adalah pegadaian, Mekaar, atau koperasi Ponsel Yanti tiba-tiba berdering, suara dari seberang memintanya menyiapkan tiga porsi dimsum. Yanti pun mencatat pesanan yang dipinta pada sebuah buku pesanan yang memang telah ia siapkan. Begitu mengakhiri obrolan, dia sigap menyiapkan permintaan konsumennya. Menghidupkan kompor, lalu segera mengkukus dimsum. “Pesanannya dari orang jauh, dari Jalan Sei Mencirim, dia pesan 10 porsi, katanya untuk tamu yang datang mendadak. Alhamdulillah,” pungkasnya tersenyum.
Berita kiriman dari: Adelina Savitri Lubis