Warga bermalam di Gedung DPRD Langkat (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Stabat - Puluhan warga yang menjadi korban berdirinya pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) Batu Gajah menduduki Gedung DPRD Langkat di Kelurahan Kwala Bingai, Kecamatan Stabat, Selasa (15/2) malam.
Peringeten Kacaribu (45), salah seorang perwakilan warga mengatakan mereka tidak akan beranjak dari gedung tersebut sampai tuntutannya terpenuhi.
Warga berharap DPRD dan Pemerintah Kabupaten Langkat bisa menjembatani permasalahan yang mereka hadapi dengan PT TLE selaku pengelola PLTM Batu Gajah.
Peringeten menyebut akibat pembangunan PLTM, sekitar tiga puluh hektare kebun sawit milik warga di Desa Kuta Gajah dan Lau Damak, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, terendam banjir. Akibatnya produktifitas hasil menurun dan tanaman palem juga banyak yang mati.
"Permasalahan ini sudah berjalan sekitar dua bulan, berbagai upaya sudah ditempuh untuk mendapatkan hak kami, melalui kepala desa, camat sampai akhirnya ke DPRD ini," ujar Peringeten.
Menurutnya tidak hanya dua desa tersebut yang terdampak, kebun warga di Desa Namo Tongan dan Ujung Bandar, Kecamatan Kutambaru, juga terendam.
Warga bermalam di Gedung DPRD Langkat
"Sejak berdirinya PLTM Batu Gajah yang dikelola oleh PT TLE kebun rusak. Bahkan bendungan yang dibangun perusahaan pembangkit listrik itu menyebabkan air Sungai Wampu tak mengalir sebagaimana mestinya. Genangannya bahkan mencapai beberapa kilometer dan membuat aliran sungai semakin melebar," ungkapnya.
Lebih jauh Peringeten menjelaskan bahwa siang tadi telah dilakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi A DPRD Langkat.
Dalam RDP itu PT TLE bersedia mengganti kerugian warga sebesar Rp 8 juta per rantai lahan yang terdampak. Namun menurutnya nominal tersebut tidak sesuai dengan NJOP Kabupaten Langkat.
"Jika kompensasi yang diberikan PT TLE sesuai dengan NJOP Kabupaten Langkat kami juga bersedia, kami juga taat peraturan," pungkasnya.
(HPG/EAL)