Konvoi kendaraan lapis baja Rusia bergerak di sepanjang jalan raya di Krimea. (AP)
Analisadaily.com, Jenewa - Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Michelle Bachelet, menyerukan upaya untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dari krisis di Ukraina dan kembalinya dialog untuk menyelamatkan warga sipil dan mencegah eksodus pengungsi.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, memberikan pengakuan resmi pada hari Senin (21/2) untuk dua wilayah separatis di Ukraina timur, memicu kecaman Barat dan beberapa sanksi dan memicu kekhawatiran konfrontasi militer yang lebih besar di wilayah tersebut.
"Saya menyerukan kepada semua pihak untuk menghentikan permusuhan dan membuka jalan bagi dialog alih-alih menyiapkan panggung untuk kekerasan lebih lanjut," kata Bachelet dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan menjelang pertemuan antara Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri, AS Antony Blinken pada hari Kamis (24/2).
"Kami terus memantau situasi dari kantor kami di kedua sisi jalur kontak di timur negara itu," katanya, mengacu pada zona di mana pasukan pemerintah Ukraina berhadapan dengan separatis pro-Rusia.
Dilansir dari Reuters, Rabu (23/2), ledakan keras terdengar pada hari Selasa di pusat Donetsk, kota terbesar di wilayah yang secara kolektif dikenal sebagai Donbass, meskipun asal-usulnya tidak jelas. Kyiv mengatakan, sekitar 15.000 orang telah tewas dalam konflik Donbass sejak 2014.
Rusia mengatakan, sekitar 70.000 orang dievakuasi ke wilayahnya dalam beberapa hari terakhir dari Donbass di tengah kekhawatiran pertempuran yang intensif.
Secara terpisah pada hari Selasa, Human Rights Watch mengatakan, pihaknya khawatir angkatan bersenjata Rusia mungkin mengadopsi taktik di Ukraina yang serupa dengan yang ada di Idlib, Suriah, di mana kelompok itu mendokumentasikan serangan udara Rusia dan Suriah di sekolah, rumah sakit, dan bangunan sipil lainnya.
"Jelas kami mungkin berada di ambang konflik bersenjata yang signifikan. Kekhawatiran kami adalah bagaimana konflik itu bisa diperangi," Direktur eksekutif Human Rights Watch, Ken Roth di Jenewa.
Roth menyoroti laporannya pada Oktober 2020 yang mendokumentasikan lusinan serangan udara dan darat "melanggar hukum" terhadap sasaran sipil di sekitar Idlib antara April 2019 dan Maret 2020 yang menewaskan ratusan warga sipil dan membuat lebih dari 1,4 juta orang mengungsi.
"Ini adalah kejahatan perang yang terang-terangan. Kami menemukan Putin memiliki tanggung jawab komando (untuk operasi Idlib). Memang dia memberikan kehormatan kepada para komandan yang mengawasi strategi kejahatan perang ini," kata Roth.(CSP)