Misteri Meninggalnya Ibu dan Anak di Petilasan Empu Supo

Misteri Meninggalnya Ibu dan Anak di Petilasan Empu Supo
Sisa ritual di Petilasan Empu Supo (Detik.com)

Analisadaily.com, Tuban - Ibu dan anak meninggal dunia di Petilasan Empu Supo di Tuban. Si ibu meninggal saat menjalani ritual panen padi, sedangkan anaknya meninggal saat menyelamatkan sang ibu.

Petilasan Empu Supo di Desa Dermawuharjo, Kecamatan Grabagan, Tuban, Jawa Timur, memang disakralkan. Tempat itu menjadi jujugan ritual berbagai tujuan sejak dulu.

Warga desa tersebut juga masih banyak yang percaya dan menjalankan tradisi turun temurun yang mereka warisi dari nenek moyangny.

"Petilasan Empu Supo ini ada sejak nenek moyang, ya. Jadi sangat banyak yang datang ke sini melakukan ritual sesuai hajat dan tujuan yang diinginkan," kata warga sekitar, Junarso, dilansir dari detikcom, Kamis (24/3).

Ragam ritual yang kerap dilakukan warga setempat mulai dari rangkaian ritual sedekah bumi hingga jamasan pusaka saat Suro yang kerap dilakukan warga daerah luar desa.

Tidak hanya tujuan, cara ritualnya juga berbeda-beda yang melibatkan sesaji dan hewan sembelihan. Satu hal yang dilakukan hampir semua pelaku ritual yakni membakar kemenyan atau dupa.

Junarso mengaku dirinya juga melakukan ritual bila terjadi sesuatu di desanya seperti ketika banyak warga gagal panen, banyak warga terserang penyakit dan lain sebagainya.

Menurutnya tahun 2019 lalu dia pernah menuruti saran saudaranya untuk ritual di petilasan itu sebelum perhelatan pemilihan kepala desa. Pada saat itulah dia mengalami insiden.

Saat itu dini hari pukul 02.00 WIB setelah hujan, dia berupaya menyalakan kemenyan, tapi tiga korek api tidak menyala. Ketika saudaranya yang menyalakan korek, pemantik itu meledak mengenai wajah dan tangan saudaranya.

Junarso mengaitkan itu dengan penyebab kematian Marsih dan Mariyanto di lokasi petilasan. Dia menduga, asap belerang memang akan menguat justru ketika pagi setelah malam sebelumnya turun hujan.

"Jadi waktu itu sama seperti kemarin. Kemarin itu kan hujan deras. Sore hujan, lalu malamnya hujan lagi. Jadi setelah hujan itu biasanya asap belerang itu mengendap karena dingin, dan bau belerang menjadi sangat menyengat," katanya.

Hal lain yang menguatkan dugaan bahaya belerang di petilasan itu adalah seringnya hewan ternak milik warga yang ditemukan mati sebelum terdapat pagar tembok yang mengelilingi lokasi petilasan.

"Dari dulu kalau ada kewan (hewan) yang masuk ke situ selalu mati. Anjing atau kucing. Burung apa ayam. Selalu mati. Sering bau bangkai. Karena itu akhirnya dipagari," sebutnya.

Petilasan Prapen Empu Supo di Grabagan, Tuban berukuran sekitar 12x12 meter. Konon di petilasan yang banyak mengandung belerang itulah Empu Supo melakukan aktivitasnya membuat keris.

Di situlah Marsih (66) dan Mariyanto (45), ibu dan anak yang merupakan warga sekitar ditemukan tak bernyawa oleh tukang bersih-bersih petilasan pada Selasa (23/3) pukul 07.00 WIB.

Dari posisi jenazah, kedua tangan Mariyanto memegang erat ketiak Marsih ibunya seperti sedang berupaya untuk menarik tubuh ibunya, tapi pada akhirnya tak kuasa karena kuatnya asap belerang.

Berdasarkan keterangan keluarga, sebelum ditemukan meninggal, Marsih pamit menjalankan ritual menyambut panen padi ke petilasan pukul 05.30 WIB. Mariyanto menyusulnya karena ibunya tak kunjung pulang.

Polisi tidak bisa memastikan apa yang menyebabkan Marsih dan Mariyanto meninggal di petilasan itu. Keluarga menolak jenazah diautopsi. Dugaannya pun tidak berubah, mereka meninggal karena menghirup asap belerang dari petilasan.

Untuk mengantisipasi agar hal seperti itu tidak terjadi lagi, pemerintah desa setempat akan membuat papan imbauan yang ditujukan bagi warga setempat maupun masyarakat pendatang.

Pesannya agar tidak melakukan aktivitas di petilasan saat waktu-waktu yang dianggap rawan, baik setelah hujan atau ketika pagi hari. Selain itu juga diimbau agar warga yang datang lebih dulu menemui juru kunci.

Baca Juga

Rekomendasi