Tanggapan Dewan Energi Mahasiswa Indonesia Terkait Kenaikan Pertamax

Tanggapan Dewan Energi Mahasiswa Indonesia Terkait Kenaikan Pertamax
Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Demi mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi Indonesia, Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia memberikan solusi dalam permasalahan kenaikan harga minyak dunia.

Pada 1 April 2022, Pertamina sebagai BUMN menindaklanjuti Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 menaikkan harga BBM jenis Pertamax (non subsidi) dari semula Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 per liter (38%) untuk wilayah Jawa, Sumatera, serta Bali dan Nusa Tenggara. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur harga pertamax naik menjadi Rp 12.750 per liter.

Kenaikan 38% ini, DEM Indonesia, dalam keterangan diperoleh Analisadaily.com, Kamis (7/4), mengamati terjadi pergeseran konsumsi dari Pertamax ke pembelian Pertalite (BBM penugasan subsidi). Hal ini terjadi daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih setelah lebih 2 tahun roda perekonomian terbatas untuk bergeraknya meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sejalan itu, kenaikan harga BBM jenis pertamax juga harus melihat dari pada aspek kondisi hulu migas nasional. Kondisi migas nasional saat ini capaian produksi siap jual atau lifting minyak bumi di tahun 2021 kembali turun dengan capaian tahun-tahun sebelumnya.

Menurut data satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (SKK Migas) per tahun 2021 realisasi lifting minyak bumi berada di angka kisaran 658.393 BOPD.

Hasil tersebut menjadi data penurunan produksi lifting minyak dimana tahun 2020 juga turun dari 746.000 BOPD menjadi 706.000 BOPD. Indonesia sendiri pada dulunya merupakan negara penghasil minyak (eksportir) dunia, namun seiring menurun produksi atau lifting minyak bumi setiap tahunnya membuat Indonesia hanyalah salah satu negara NET importir minyak.

Berkaca pada produksi nasional dengan konsumsi nasional ditahun 2020 diangka 1.2 juta BOPD dan 2019 diangka 1.6 juta BOPD maka ketimpangan dari hasil produksi atau lifting minyak bumi dengan konsumsi minyak nasional yang menyebabkan negara harus mengimport dalam pemenuhan kebutuhan BBM-nya.

Dalam pemenuhan konsumsi BBM Nasional, negara melakukan import minyak yang berdasarkan data BPS mencatat nilai import hasil minyak atau BBM sepanjang 2021 melonjak 74% menjadi US$ 14.39 Miliar atau sekitar Rp 205.7 Triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$), sedangkan US$ 8.28 Miliar disepanjang 2020. Lonjakkan BBM 2021 ini tidak terlepas dari kenaikan harga minya mentah dunia.

Berdasarkan data KESDM pada 2021 harga minyak mentah Indonesia (ICP), rata-rata menembus US$ 68.47 BOPD jauh diatas asumsi dalam APBN 2021 sebesar US$ 45 BOPD. Sedangkan volume import BBM nasional mendapatkan kenaikan pada tahun 2021 sebesar 5.5% menjadi 29.79 juta ton dari 21.93 juta ton sepanjang 2020.

Adapun import pertamax atau bensin dengan RON diatas dan sama dengan 90 sepanjang 2021 tercatat mencapai 8.17 juta ton naik menjadi 69.5% dari 4.82 juta ton pada tahun 2020, dengan pengeluaran negara mencapai US$ 5.58 Miliar melonjak 203% dari US$ 1.84 Miliar pada tahun 2020.

DEM Indonesia berpandangan, data tersebut mencerminkan selisih antara volume import yang naik di angka 5.5% dengan nilai import BBM melonjak drastis di angka 74%.

“Hal ini menjadi faktor pada tahun 2021 terjadinya minus APBN di dalam pemenuhan BBM Nasional yang disebabkan faktor fluktuatif harga minyak dunia,” bunyi keterangan DEM Indonesia.

Sementara itu Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang melakukan penugasan di sektor energi Migas, terikat kepada regulasi BPH Migas disisi hilir, melaui peranan BPH Migas yang bertugas sebagai regulator yang mengatur dan menetapkan ketersediaan dan distribusi BBM, mengatur dan menetapkan cadangan BBM nasional, mengatur dan menetapkan pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM.

Penugasan yang diberikan kepada Pertamina oleh BPH MIGAS secara volume ditambah dengan penugasan harga yang dikeluarkan melalui (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 maka harga disisi hilir volume diikat oleh aturan dari BPH MIGAS dan harga diikat oleh Kepmen ESDM, dan hal ini berbeda dengan badan usaha yang memegang Izin Niaga Umum (INU) yang mana rencana dan realisasi volume dilaporkan kepada BPH MIGAS, namun penetapan harga tidak terikat pada (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020.

DEM Indonesia berpandangan perlakuan yang berbeda dalam hal penetapan harga, Pertamina tidak bisa secara cepat merespon penyesuaian harga yang ditetapkan oleh badan usaha pemegang Izin Niaga Umum (INU).

Sebagai pembanding, di kawasan regional ASEAN, data globalpetrolprice.com menunjukkan harga Pertamax (RON 92) menjadi nomor dua yang termurah di Asia Tenggara setelah Malaysia dipatok Rp 6.900 per liter. Adapun, negara ASEAN lainnya seperti Singapura mematok BBM non subsidi di kisaran Rp 30.500 per liter.

Filipina menjual BBM non subsidi di kisaran Rp 19.600 per liter. Sementara Thailand di sekitar Rp20.300 per liter, Laos sekitar Rp 23.900 per liter dan Vietnam senilai Rp 18.600 per liter. Di Indonesia terkait dengan harga BBM adapun peruntutan harganya perjenis ialah Pertalite (RON 90) Rp 7.650 per liter, Pertamax (RON 92) Rp 12.500 – Rp 13.000 per liter, Pertamax Turbo (RON 98) Rp 14.500 – Rp 15.100 per liter, Dexlite Rp 12.950 – Rp 13.550 per liter, Pertamina Dex: Rp 13.700 – Rp 14.300 per liter.

DEM Indonesia mencermati kenaikan harga Pertamax sebesar 38% sebagai berikut:

  1. mengkhawatirkan akan terjadi perpindahan konsumsi “over demand” antara Pertamax ke Pertalite yang disebabkan disparitas harga yang tinggi, DEM Indonesia menilai bahwasanya kebijakan ini dapat menyebabkan berbagai efek negatif seperti penimbunan dan kelangkaan Pertalite di masyarakat, berpeluang Pertamax (RON 92) diekspor ke negara tetangga seperti kondisi minyak goreng yang terdapat tindakan ekspor ke negara tetangga. Dari sisi Badan Usaha hal ini lumrah saja mengingat Pertamax adalah Non-Subsidi dan Non-Penugasan.
  2. Situasi target lifting migas yang selalu tidak tercapai dari beberapa tahun terakhir yang mengakibatkan pemenuhan migas nasional melalui impor cenderung untuk naik dari sisi volume dan nilai impor, disertai penetapan ICP (Indonesian Crude Price) dikisaran 60 – 65 USD/BOPD yang memberatkan beban APBN.
  3. Situasi Geopolitik migas dunia menambah ketidakpastian stabilitas harga migas dunia.
Atas nama Mahasiswa dan Rakyat Indonesia serta menjunjung kedaulatan energi secara berkelanjutan DEM Indonesia menegaskan beberapa hal berikut ini:

  1. Meminta Presiden Republik Indonesia untuk segera menyiapkan peta jalan transisi energi berkelanjutan untuk subsitusi impor migas yang berbasis sumber daya energi domestik sebagai bentuk rasa syukur dan kebermanfaatan kekayaan sumber daya alam dan energi di tanah air.
  2. Berdasarkan data lifting migas yang tidak pernah tercapai beberapa tahun terakhir, kami meminta kepada Presiden melalui Kementerian ESDM mengevaluasi peran tupoksi SKK MIGAS yang semestinya mampu memenuhi target lifting migas yang diusulkan SKK MIGAS itu sendiri. Apabila situasi ini berlanjut beban APBN mengalami sedikitnya “dua shock”. Pertama, guncangan stabilitas harga minyak dunia yang merespon peningkatan nilai dan volume impor migas. Kedua, beban ICP (Indonesian Crude Price) yang tidak secara cepat merespon perubahan harga migas dunia.
  3. Nasionalisasi Blok Rokan patut kita syukuri dan menjadi harapan pemenuhan lifting migas dan menjadi salah satu sumber peningkatan pendapatan negara di sektor migas sekaligus penciptaan lapangan pekerjaan baik di masyarakat lokal maupun nasional. Kami meminta Presiden melalui Kementrian ESDM dan Kementrian Keuangan serta PERTAMINA mengawasi dan memastikan fungsi Blok Rokan dapat memenuhi harapan tersebut.
  4. Sebagai bentuk insentif kebijakan di sisi hilir migas, kemanfaatan iuran badan usaha dalam kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan pengangkutan gas bumi, kami meminta BPH MIGAS bekerjasama konkret dengan Kementrian terkait mengalokasikan iuran tersebut untuk penerbitan barcode kualifikasi penerima BBM dan Gas bersubsidi per rumah tangga, penataan dan penambahan transportasi publik di tiap kota, kabupaten dan provinsi dengan maksud mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sekaligus mengurangi emisi karbon.
  5. Sebagai bentuk penguatan civil society kami meminta pelibatan aktif mahasiswa dalam mengawal distribusi subsidi BBM dan gas tepat sasaran melaui forum komunikasi (FORKOM) Security Energy antara Mahasiswa, BPH MIGAS serta Kementrian dan Instansi terkait lainnya. Peran Mahasiswa juga aktif mengawal tersedianya transportasi public yang ramah lingkungan dan pemanfaatan energi berbasi domestic sebabai upaya mengurai efek impor di sektor migas.
(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi