Rusia-Ukraina, Pemerkosaan Dijadikan Sebagai Senjata Perang

Rusia-Ukraina, Pemerkosaan Dijadikan Sebagai Senjata Perang
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan pertemuan tentang situasi di tengah invasi Rusia ke Ukraina dengan fokus pada perempuan di Manhattan, New York City, Senin (11/4) (Reuters/Brendan McDermid)

Analisadaily.com, New York - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) semakin banyak mendengar laporan pemerkosaan dan kekerasan seksual di Ukraina. Kelompok hak asasi manusia Ukraina menuduh pasukan Rusia menggunakan pemerkosaan sebagai senjata perang.

Presiden La Strada-Ukraina, Kateryna Cherepakha, mengatakan hotline darurat organisasinya telah menerima telepon yang menuduh tentara Rusia atas sembilan kasus pemerkosaan, yang melibatkan 12 wanita dan anak perempuan.

"Ini hanya puncak gunung es. Kami tahu dan melihat, dan kami ingin Anda mendengar suara kami, bahwa kekerasan dan pemerkosaan sekarang digunakan sebagai senjata perang oleh penjajah Rusia di Ukraina," kata Cherepakha kepada Dewan Keamanan PBB melalui video dilansir dari Reuters dan Channel News Asia, Selasa (12/4).

Rusia telah berulang kali membantah menyerang warga sipil sejak invasinya ke Ukraina dimulai pada 24 Februari. PBB mengatakan pekan lalu pemantau hak asasi manusia PBB sedang berusaha untuk memverifikasi tuduhan kekerasan seksual oleh pasukan Rusia, termasuk pemerkosaan berkelompok dan pemerkosaan di depan anak-anak, dan mengklaim pasukan Ukraina dan milisi pertahanan sipil juga telah melakukan kekerasan seksual.

Misi Ukraina di PBB tidak segera menanggapi permintaan komentar atas tuduhan terhadap pasukan Ukraina.

“Rusia, seperti yang telah kami nyatakan lebih dari sekali, tidak berperang melawan penduduk sipil,” tegas wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy kepada Dewan Keamanan pada hari Senin (11/4).

Polyanskiy menuding Ukraina dan sekutunya memiliki niat yang jelas untuk menampilkan tentara Rusia sebagai sadis dan sekutu pemerkosa.

Penyelidikan Independen

Direktur Eksekutif UN Women, Sima Bahous, mengatakan semua tuduhan harus diselidiki secara independen untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas.

"Kami semakin mendengar tentang pemerkosaan dan kekerasan seksual. Kombinasi perpindahan massal dengan hasil tekanan besar dari wajib militer dan tentara bayaran dan kebrutalan yang ditampilkan terhadap warga sipil Ukraina telah mengangkat semua bendera merah," ujar Bahous.

Semua pihak dalam perang Ukraina memiliki sistem wajib militer, di mana para pemuda diwajibkan oleh hukum untuk melakukan dinas militer. Ukraina dan Rusia saling menuduh menggunakan tentara bayaran.

Rusia mengatakan sedang melakukan "operasi militer khusus" untuk mendukung deklarasi kemerdekaan oleh separatis di dua provinsi di Ukraina timur.

Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Kantor Kejaksaan Agung Ukraina meluncurkan mekanisme khusus dokumentasi kasus kekerasan seksual oleh tentara Rusia terhadap perempuan Ukraina.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi