Jalan Panjang Berliku Penuh Air Mata UU TPKS

Jalan Panjang Berliku Penuh Air Mata UU TPKS
Pendidikan Kader WCC Sinceritas PESADA Medan - Sidikalang (Dok. PESADA)

Analisadaily.com, Medan - Disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2021-2022, Selasa (12/4) menjadi undang-undang, diapresiasi kalangan organisasi masyarakat s[pil. Terutama mereka yang selama ini telah berjuang mendamping perempuan korban kekerasan seksual seperti dilakukan Women Crisis Center (WCC) Sinceritas-PESADA Medan.

Di tengah berbagai masalah yang sedang dihadapi pemerintah, mulai dari penanganan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya berlalu, hingga munculnya berbagai pergolakan politik mutakhir, WCC Sinceritas-PESADA menyampaikan penghargaan kepada para anggota DPR RI yang akhirnya telah mengesahkan RUU TPKS itu.

“Ini adalah hasil kerja keras, advokasi yang cukup lama dan melelahkan dari para aktivis yang bernaung di bawah jaringan masyarakat sipil untuk advokasi RUU TPKS serta Forum Pengada Layanan,“ ujar Koordinator WCC Sinceritas-PESADA, Dina Lumbantobing dalam siaran pers yang diterima Analisadaily.com, Rabu (13/4).

Cukup Lama Dinanti

Menurut Dina, WCC Sinceritas-PESADA yang sejak tahun 2004 telah bekerja melayani dan mengadvokasi para perempuan korban kekerasan, terutama perempuan akar rumput pedesaan, sudah cukup lama menanti kehadiran UU TPKS.

“Berdasar kasus-kasus yang kami tangani, Kekerasan Seksual terhadap perempuan merupakan jenis kekerasan tertinggi kedua setelah KDRT,” katanya. Ia memberi contoh pada tahun 2021, WCC Sinceritas-PESADA telah menerima pengaduan dan menangani sebanyak 21 kasus kekerasan seksual dalam berbagai bentuk terhadap anak perempuan. Selain itu mereka juga menangani sebanyak 60 kasus KDRT.

Banyak masalah dihadapi organisasi pendamping perempuan korban kekerasan seksual saat mengadvokasi berbagai kasus kekerasan itu. terutama saat mereka membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Terlebih jika kasus kekerasan seksual iu dialami perempuan disabilitas dan perempuan dewasa. Kasus perkosaan membutuhkan bukti dan saksi. Ini yang sulit dihadirkan di pengadilan. Akhirnya kasus perkosaan sering hanya jadi tindak pencabulan.

Diharapkan Membantu Perempuan Korban Kekerasan

Mdnurut Dina, kasus-kasus kekerasan seksual berbasis elektronik kini juga semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan di banyak kasus, kekerasan seksual dalam rumah tangga seperti perkosaan incest maupun perkosaan dalam perkawinan juga masih terjsadi. Namun diakui, hal itu masih sangat sulit diungkap. Tak terkecuali masalah aborsi aman yang sulit dijangkau oleh para korban perkosaan.

“Meski masalah perkosaan tidak disebut secara eksplisit, hanya menggunakan pelecehan seksual fisik dan non-fisik, WCC Sinceritas-PESADA yakin UU TPKS ini sedikit banyak diharapkan dapat membantu melindungi perempuan semua umur dari kekerasan seksual. khususnya kelompok rentan karena umur dan kondisi tubuh,”katanya.

Monitoring Peraturan Pemrintah

Ia juga mengatakan bahwa sembiulan bentuk kekerasan seksual dan enam elemen kunci terobosan hukum di dalam UU TPKS sebagaimana disebutkan dalam catatan Kordinator Advokasi Kebijakan, Asosiasi LBH APIK Indonesia, Tim Eksekutif JKP3 & Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, untuk saat dinilai ini sudah cukup sebagai payung hukum dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual.

"Meski UU TPKS sudah disahkan DPR, namun WCC Sinceritas PESADA dan seluruh divisi penguatan perempuan PESADA, akan terus terlibat dalam advokasi UU TPKS, terutama dalam advokasi monitoring dan desakan keluarnya Peraturan Pemerintah, serta kelengkapan seluruh struktur dan instrumen pendukung.” Ujar Dina yang menyebut disahkannya UU TPKS ini merupakan jalan panjang berliku dan penuh air mata perempuan korban kekerasan seksual.

Negara yang besar, kata Dina, adalah negara yang melindungi perempuan dari kejahatan kemanusiaan, yaitu kekerasan seksual.

(JA)

Baca Juga

Rekomendasi