Pesan Paskah PIKI

Warisan Kematian Yesus Menegakkan Keadilan dan Kebenaran

Warisan Kematian Yesus Menegakkan Keadilan dan Kebenaran
Ilustrasi - Umat Katolik menggelar prosesi Tablo Kisah Sengsara Yesus Kristus saat perayaan Jumat Agung di Gereja Katolik Santo Petrus, Denpasar, Bali, Jumat (15/4/2022). (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym)

Analisadaily.com, Medan - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI), Sumatera Utara, Naslindo Sirait, mengatakan bagaimana gereja merespon Paskah dalam membangun Keadilan dan Kebenaran dalam Kehidupan Gereja.

Kata dia, membangun keadilan dan kebenaran dalam Gereja harus dimaknai bahwa setiap pemimpin membutuhkan kehadiran Allah dan prinsip-prinsipNya dalam kehidupan pelayanan. Tidak ada seorang pun pemimpin yang memiliki hikmat dan kemampuan untuk merekonstruksi keadilan, tanpa konektivitas yang erat dengan Allah itu sendiri.

“Dengan hubungan yang intim dengan Allah, maka setiap orang dalam gereja baik Pendeta, Penatua maupun Jemaat akan mampu membangun kehidupan pelayanan yang berkeadilan, dengan prinsip kebenaran dan kasih,” kata Naslindo saat menyampaikan pesan Paskah, Sabtu (16/4).

Prinsip itu, dia lanjut menjelaskan, harus lah melandasi setiap kebijakan yang mengatur kehidupan berjemaat, dan menjadikan kasih itu sebagai roh untuk menggerakkan setiap tindakan dalam kondisi apapun. Keadilan tanpa kasih akan menjauhkan seseorang dari Tuhan dan sesama, namun sebaliknya kasih tanpa keadilan akan membuat orang berkompromi dengan dosa.

Maka untuk memastikan keduanya berjalan beriringan, maka gereja harus mampu menyuarakan kebenaran dan keadilan berdasarkan kasih kepada siapa pun di dalam komunitas gereja, karena tanpa itu fondasi gereja akan runtuh, dan tidak lebih dari sekedar organisasi kesibukan saja.

“Gereja juga harus mampu mengoreksi kebenaran “relative” yang didasarkan pada upaya menyesuaikan diri dengan kehidupan post modernisme, di mana kebenaran menjadi abu-abu dan bisa diadaptasi. Padahal prinsip kebenaran adalah mutlak, sesuai dengan hukum Allah yang adalah mutlak,” papar Naslindo.

Dalam memastikan prinsip keadilan itu diterapkan secara universal, maka gereja harus lebih banyak menjangkau orang-orang lemah, miskin dan tak berdaya, sebab disanalah medan pelayanan yang lebih luas dan merekalah yang paling rentan mengalami ketidakadilan.

Sasaran Utama Pelayanan

Hal ini harus ada skala prioritas pelayanan untuk memastikan siapa yang paling membutuhkan keadilan, maka mereka lah sasaran utama pelayanan itu sendiri. Sama seperti Yesus yang menjangkau semua kalangan, namun tetap memberikan perhatian lebih bagi orang sakit, miskin, orang yang tidak terlayani dan bahkan orang-orang yang dianggap sampah oleh masyarakat.

“Penerapan keadilan Allah dengan prinsip Kasih dan Kebenaran dalam gereja akan mampu merestorasi jemaat untuk kehidupan yang lebih baik, membangun persaudaraan dalam kasih, dan menghasilkan jemaat yang visioner dalam kehidupan pribadinya masing-masing,” ucapnya.

Untuk membangun kehidupan pelayanan yang utuh dan berkeadilan, maka Gereja harus menerapkan Tri Tugas Pangggilan Gereja yakni Koinonia, Marturia dan Diakonia secara berimbang dan konsisten.

Gereja tidak bisa menitikberatkan pada satu atau dua fungsi saja, tapi mengerjakan fungsi itu secara utuh dan berimbang, sama seperti pelayanan Tuhan Yesus yang holistik, maka pelayanan gereja juga harus holistik. Sehingga tidak ada yang merasa diabaikan. Semua bisa dijangkau dengan strategi yang tepat salah satunya dengan memberdayakan semua potensi yang ada.

Tidak hanya itu, menurut Naslindo, jika keluarga kuat, maka gereja juga akan kuat, dan jika gereja kuat, maka akan memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan negara yang kuat. Prinsip ini harus kita pahami sebagai bagian dari kontribusi keluarga Kristen untuk membangun kehidupan rohani yang kuat yang berkontribusi bagi pembangunan gereja dan bangsa.

Praktek membangun keadilan dalam keluarga Kristen dilandasi dari Efesus 5:22. Dalam nats Alkitab ini disebutkan, mengharuskan setiap orang percaya untuk mengambil peran masing-masing sesuai dengan tuntunan Allah. Suami harus mengasihi istri dan anak-anaknya, istri tunduk pada suami dan anak-anak menghormati orang tua.

“Dengan menjalankan peran masing-masing maka keadilan Allah dalam rumah tangga Kristen akan terwujud. Salah satu esensi dari perwujudannya adalah setiap anggota keluarga wajib mampu berkorban bagi anggota keluarga lainnya, di mana kasih kembali menjadi semangat pendorongnya. Perilaku egoisme dan mementingkan diri sendiri adalah racun yang menghancurkan keadilan dalam rumah tangga,” tuturnya.

Masih kata Naslindo, tantangan jaman sekarang ini sungguh mengkuatirkan, dengan perkembangan teknologi informasi dewasa ini, telah membangun peradaban yang jauh berbeda dari sebelumnya, setiap pribadi menjadi lebih introvert, mengasingkan diri dari lingkungan keluarga, sibuk dengan diri sendiri, banak orang tua yang lebih mementingkan kehidupan duniawi dari pada kehidupan rohani anak-anaknya.

Keadaan itu mengakibatkan kerapuhan dalam fondasi rumah tangga. Hal ini harus menjadi perhatian dari setiap keluarga Kristen dan para Pemimpin Gereja untuk secara serius menjawab tantangan jaman ini dengan lebih serius dan sungguh-sungguh.

Berbagai krisis diprediksi akan terjadi di masa mendatang seperti pangan, energi, Lingkungan, geopolitik di samping gangguan kesehatan, yang akan berdampak pada kedupan sosial, ekonomi, politik dan budaya harus disikapi oleh Gereja dan Umat Kristen dengan keadilan dan kebenaran.

“Gereja perlu mempersipakan umat untuk bersama-sama kuat dan mampu mengatasi berbagai krisis dalam terang kebenaran, keadilan dan kasih,” tegasnya.

Pembawa Obor Allah

Karena itu PIKI Sumatera Utara menyampaikan pesan Paskah bagi Gereja dan Umat Kristen untuk mempraktekkan Keadilan dan Kebenaran berdasarkan Kasih dan menjadi inspirasi utama bagi umat Kristen dalam merayakan paskah, melampaui tradisi-tradisi gereja dan budaya yang berkembang dimasyarakat modern.

Hendaknya setiap Gereja dan Lembaga Pelayanan Umat Kristen, harus membangun kehidupan pelayanan yang berkeadilan berdasarkan kasih didalam konteks pelayanan masing-masing, sehingga kehadiran gereja dan lembaga pelayanan lainnya terus menerus menjadi agen perubahan untuk membawa kehidupan umat Kristen yang tangguh, mampu survive dan berkemenangan dalam segala tantangan yang ada.

Mendorong setiap keluarga Kristen harus membangun fondasi keluarga yang utuh sesuai dengan Firman Tuhan sebagai benteng utama untuk menghadapi arus Pos Modernisme yang tengah melanda dunia, sehingga rencana Allah dalam kehidupan Keluarga Kristen dapat digenapi dan mampu terus berlari menuju tujuan tersebut terlepas dari apapun tantangan yang ada.

Kemudian, mendorong Gereja dan Lembaga Pelayaanan Kristen bersama-sama dengan jemaat, harus menjadi corong Allah untuk membawa Suara Nabiah ditengah-tengah praktek ketidakadilan yang melanda seluruh lini kehidupan. Sama seperti Nabi Amos, Jeremiah, Yesaya dan banyak Nabi-nabi lainnya yang berani bersuara kebenaran ditengah hiruk-pikuk kehidupan duniawi, sekalipun harus berhadapan dengan arus utama.

“Semoga Paskah menginspirasi kita untuk menjadi pembawa obor Allah untuk menerangi dunia yang penuh dengan kegelapan ini,” harap Naslindo.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi