Masyarakat Zoom Meeting dengan KSP (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Asahan - Masyarakat Desa Tomuan Holbung, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, yang tergabung dalam forum masyarakat peduli pembangunan (Formapp) mendapat undangan dari Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia (KSP RI) untuk mengikuti zoom meeting.
Hal itu terkait lahan kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) yang saat ini telah terjadi konflik dengan perusahaan PT BSP. Zoom meeting berlangsung di rumah Lambo Sinurat, Selasa (19/4).
Dalam zoom meeting itu Formapp diantaranya Toga Sinurat, Terima Sinaga, Antoni Sebayang, Putra Manurung, Simon Petrus Sihombing menyampaikan kronologis dimana Desa Tomuan Holbung telah dibuka sejak 200 Tahun yang lalu dan dapat dibuktikan dengan tanaman, kuburan tua, Peta Belanda Tahun 1915, dan banyak lagi bukti sejarah ditemukan.
Mengenai surat tanah dulunya dikeluarkan oleh Kepala Kampung Huta Padang dan assisten Wadena (jabatan pemerintah Hindia Belanda) BP Mandoge.
Selanjutnya pada Tahun 1985 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan mengambil Gak Guna Usaha (HGU) PT Uniroyal untuk perluasan Kota Kisaran dengan luas ± 2000 Hektare maka dihunjuklah desa Tomuan Holbung sebagai penggantinya.
Dan keluarlah Izin lokasi dari Bupati Asahan pada masa itu, sementara lahan tersebut masuk dalam kawasan Hutan Lindung Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1982.
Atas kejadian itu masyarakat Desa Tomuan Holbung protes terhadap penghunjukan lahan tersebut, sehingga masyarakat menyurati Instansi terkait, melakukan aksi di lapangan, audensi kepada Instansi terkait, tidak ada gunanya.
Surat tanah yang dikeluarkan kepala kampung telah diminta petugas berseragam bersenjata yang mengawal pembukan areal tersebut telah diminta petugas dengan alasan untuk diganti rugi, dan surat tersebut hingga kini entah kemana, dan sebagian masih ada disimpan masyarakat.
Selanjutnya HGU PT BSP keluar pada Tahun 1991, N0:20/HGU/1991, tanggal 07 Desember 1991 sekitar Tahun 1992 PT Uniroyal dialihkan ke PT United Sumatra Plantations (USP) dan berubah menjadi PT Bakrie Sumatera Plantations (BSP) dengan luas 2714 Hektare.
Dengan keluarnya HGU masyarakat menyurati Aburizal Bakrie agar menyelesaikan masalah tanah dengan masyarakat.
"Sampai hari ini surat kami tidak dijawab," kata Terima Sinaga.
Akibat tuntutan masyarakat kepada Pemerintah, Menteri Dalam Negeri dengan surat No: 593/2578/PUOD, Tanggal 12 September1995, memerintahkan kepada Bupati Asahan dan Kepala BPN Asahan agar menyelesaikan masalah tanah dengan PT BSP.
"Sampai hari ini perintah tersebut belum dilaksanakan oleh Pemkab Asahan, begitu juga dalam menghadapi masalah tanah masyarakat aktif menyurati Instansi Pemerintah tapi tidak ada tanggapan dari Pemkab Asahan," ujarnya.
Pada tanggal 03 Mei 2019 Presiden mengintruksikan kepada jajarannya agar setiap Perkebunana Negara/Swasta yang bermasalah dengan masyarakat apalagi masyarakat yang telah turun temurun tinggal di tempat itu, jika susah-susah cabut saja izin konsesinya.
"Kami menyurati Presiden pada tanggal 01 Oktober 2020 dan surat tersebut dijawab oleh BPN Provinsi Sumut dan kami pun audensi ke BPN Sumut dan di terima oleh Abdul Rahman Nasution dan dikatakan HGU dengan luas 1525 Ha yang masuk dalam kawasan hutan tidak di perpanjang HGU nya, tetapi Legalitasnya ada di Kementrian Kehutanan," sebutnya.
Pada tanggal 15 Maret 2022 mereka melarang BPN Provinsi Sumut mengadakan pengukuran HGU di areal HPK karena sewaktu audensi ke BPN Sumut yang diterima oleh Abdul Rahman Nasution menyatakan akan memberitahukan jika BPN Provinsi mengadakan pengukuran di Kebun PT BSP.
“Pada Bulan November 2021 kami audensi ke UPT DISHUT SUMUT Wilayah III Kisaran memohon agar UPT dapat mendampingi surat kami untuk mendapatkan Legalitas dari Kementerian LHK, tetapi Kepala UPT Dan Kepala Desa Tomuan Holbung tidak mau menanda tangani surat masyarakat ke Kementrian LHK dengan alasan yang tidak jelas,” ucapnya.
Mereka mengirim surat pada tanggal 08 September 2020 kepada Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan hal usulan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada kawasan HPK tersebut tetapi surat itu dijawab pada tanggal 8 Februari 2022, dengan jawaban tidak dapat dipertimbangkan.
“Adapun tuntutan kami sebagaimana pemerintah tidak memperpanjang HGU PT BSP dalam kawasan HPK dengan luas 1525 Hektare, melarang dan menghentikan kegiatan Perusahaan PT BSP dalam kawasan HPK, Mengembalikan tanah tersebut kepada ahli Waris pemilik kampung yang tergabung dalam Wadah Formapp Desa Tomuan Holbung,” lanjutnya.
"Kami juga berharap Agar Bapak Presiden dan Bapak Kepala Staf Kepresidenan beserta Menteri Terkait berkenan berkunjung ke Desa Tomuan Holbung dan merekomendasikan tanah kami dengan luas 1525 Hektare ke PTPN III untuk dijadikan pola Perkebunan Inti Rakyat dengan tanaman kelapa sawit dimana tanah itu berada 400-450 setelah tanah tersebut di Area Penggunaan Lain (APL) kan serta memasukkan jalan Desa kami ke dalam proyek yang di biayai APBN, karena kondisi jalan kami sangatlah rusak parah dan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Desa kami, karena di Desa kami ada air terjun Sampuran Bolon," sambungnya.
Menanggapi hal itu, Kantor Staf Presiden melalui Sahat M Lumbanraja mengatakan, akan menampung aspirasi dari masyarakat desa Tomuan Holbung. Dimana pihak dari KSP Deputi II Bidang Pembangunan Manusia akan menyurati pihak-pihak terkait.
"Kami ini bukan lembaga eksekusi, tapi kami hanya bisa menjembatani kementerian terkait dengan masalah lahan tanah," tutup Sahat M Lumbanraja.
(ARI/RZD)