Sosok di Balik Nuansa Folk Classical Puisi Hujan Bulan Juni

Sosok di Balik Nuansa Folk Classical Puisi Hujan Bulan Juni
Niesya Ridhania Harahap (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Hujan Bulan Juni merupakan salah satu puisi terfenomenal pada tahun 90-an yang diciptakan oleh sastrawan legendaris Indonesia, Sapardi Djoko Damono. Puisi yang hanya berisi 3 bait ini, memiliki makna kehidupan yang begitu dalam.

Setiap kata perbait dirangkai dengan sederhana, namun berhasil memecah-belah sudut pandang manusia yang membacanya. Hujan Bulan Juni bahkan menjadi santapan lezat bagi mahasiswa dan ilmuwan untuk diulik makna tersirat dalam isi setiap bait puisi tersebut. Pun sang penyair, memiliki interpretasi sendiri untuk puisi Hujan Bulan Juni.

19 Maret 2021, puisi Hujan Bulan Juni berhasil disadur oleh seorang musisi muda nan cantik yang berasal dari kota Medan. Adalah Niesya Ridhania Harahap, sosok di balik nuansa folk classical puisi Hujan Bulan Juni yang telah rilis di berbagai platform musik seperti Joox, Spotify, YouTube, dan lainnya.

Hujan Bulan Juni menjadi single musik ke lima Niesya setelah berhasil menerbitkan empat single sekaligus hanya dalam satu tahun. Berawal dari single Gundah yang rilis pada Februari 2020, Kepergianmu pada Mei 2020, Aku Melihat Indonesia pada Agustus 2020, hingga pada September 2020 merilis single yang bertajuk Keraguan.

Peringatan hari kelahiran sang penyair yang jatuh pada tanggal 20 Maret, menjadi acuan Niesya untuk rilis lagu Hujan Bulan Juni. Bukan tanpa alasan Niesya mencoba mengadaptasi puisi Hujan Bulan Juni dengan melodi baru.

Genre Folk Classical menjadi ramuan pas untuk lirik puitis yang terkandung di setiap bait Hujan Bulan Juni. Pesan romantik Hujan Bulan Juni tersampaikan melalui alunan melodi indah dari petikan gitar akustik dan chamber classical orchestra, hingga begitu mudah merasuk ke hati pendengarnya.

“Hujan Bulan Juni ini, aku ngerasa salah satu puisi yang deep sih. Kalau dihayati, puisinya itu tentang seseorang yang mencintai tanpa peduli jika tidak dicintai kembali atau bisa dibilang seseorang yang mencintai dalam diam. Karena kalau disadari, Bulan Juni sendiri adalah musim kemarau dan sebenarnya tidak mungkin ada hujan,” jelas Niesya, Jumat (6/5).

Bukan pertama kalinya Niesya menyadur puisi menjadi lagu yang indah, pada single ketiga bertajuk Aku Melihat Indonesia, merupakan saduran puisi dari Ir. Soekarno. Niesya begitu mengagumi sosok Presiden Pertama Republik Indonesia itu.

Mantra dari buku-buku yang Niesya baca tentang sosok Soekarno, membakar jiwa nasionalisme Niesya untuk mengikuti langkah Sang proklamator. Hal itulah yang menarik Niesya untuk menyadur puisi tersebut menjadi sebuah lagu.

“Alasanku kenapa berkarya melalui budaya, karena kebetulan mama-papa ku dosen etnomusikologi di USU. Jadi dari kecil aku sudah diberi awareness tentang pentingnya kita mengetahui budaya kita sendiri. Jadi, aku melihat bahwa budaya itu adalah identitas diri kita,” ungkap Niesya.

Darah seni yang mengalir dalam diri Niesya berasal dari ayah dan ibunya yang juga merupakan pelopor world music SUARASAMA dan musisi di grup musik Batak MATANIARI. Bergabung di keduanya, membuat Niesya memiliki pengalaman berharga yang menunjang potensi bakat seninya, baik seni tari, seni musik, maupun seni tarik suara.

Dalam wawancaranya, Niesya juga menerangkan bahwa ia pernah menjadi host di acara Indonesian Music Expo 2020 di Bali dan tampil bersama grup musik SUARASAMA di acara Indonesian Music Expo 2022.

Ia juga pernah tampil di beberapa acara musik dunia, seperti Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 di Jakarta, Frankfurt Book Fair 2015 di German, Pasar Hamburg di German pada tahun 2015 dan 2017, dan ikut serta di Festival Europalia di Belgia, Belanda dan German. Ia pun bersama grup MATANIARI juga ikut dalam tur pertunjukan “Beyond Europalia” di 5 kota Spanyol pada tahun 2017.

Pengalamannya itulah yang menjadi amunisi yang terus mengasah bakat Niesya. Bukan hanya itu, prestasinya di bidang pendidikan juga tidak kalah bergengsi. Niesya telah mempresentasikan makalahnya di International Conference of Indigenous and Cultural Psychology pada tahun 2019, International Congress of Psychology 2021 dan International Association of Cross-Cultural Psychology 2021.

Sosok Niesya yang berjiwa seni menjadi inspirasi bagi kawula muda untuk dapat mewarisi budaya dan seni Indonesia. Di samping itu, zaman digitalisasi saat ini membuka peluang Niesya untuk dapat bebas mengeksplorasi dan mengekpresikan bakat seni yang dimilikinya. Hal ini pun pantas ditiru oleh generasi bangsa dengan memanfaatkan teknologi digital untuk terus berkarya dan berkreasi sesuai bidang yang diminati.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi