Yuk, Ketahui Strategi Investasi Saham

Yuk, Ketahui Strategi Investasi Saham
Pekerja melintas di depan layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Analisadaily.com, Jakarta – Berinvestasi pada pasar saham masih menjadi tren bagi para investor muda saat ini. Setelah membuka rekening saham di perusahaan sekuritas dan menyetorkan dana deposit di bank tempat membuka yang disebut sebagai Rekening Dana Nasabah (RDN), investor dapat langsung memulai bertransaksi saham.

Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, Muhammad Pintor Nasution mengatakan, ada dua strategi investasi yang bisa dipilih oleh investor di pasar modal, yaitu strategi fundamental dan strategi teknikal. Tetapi sebelum memilih salah satu atau kedua strategi ini, sebaiknya setiap investor harus membekali diri dengan ilmu pasar modal dan mengetahui profil risiko masing-masing.

“Hal ini bisa dilakukan dengan menjawab sejumlah pertanyaan untuk mengindentifikasi profil risiko. Pertanyaan ini biasanya diberikan saat investor mengisi formulir pembukaan rekening efek di perusahaan sekuritas,” kata Pintor, Sabtu (11/6).

Diterangkannya, ada tiga tipe profil risiko, yaitu konservatif, moderat dan agresif. Tipe konservatif adalah tipe investor yang tidak terlalu berani mengambil risiko, atau memiliki toleransi risiko yang paling rendah. Investor jenis ini biasanya tidak bersedia mengalami kerugian di atas 20% dari modal investasi. Karena tidak berani menerima risiko yang besar, investor konservatif harus bersedia mendapatkan keuntungan investasi yang relatif lebih rendah di kisaran 7-10%.

Kemudian, tipe moderat merupakan tipe investor yang memiliki kecenderungan menerima toleransi risiko di antara tipe konservatif dan tipe agresif. Artinya, investor moderat bisa menerima toleransi risiko hingga kehilangan separuh dari modal, dengan potensi keuntungan atau return yang menengah antara 10-15%.

Sementara itu, tipe agresif adalah tipe investor yang berani menanggung risiko, dengan potensi mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar juga. Artinya siap dengan investasi jangka panjang, juga investasi jangka pendek yang mengandung risiko besar. Investor jenis ini juga siap jika mengalami potential loss atau kerugian dari seluruh modal yang ditanamkan, asalkan memiliki potensi mendapatkan keuntungan yang berlipat dari modal.

“Strategi investasi fundamental cocok untuk investor konservatif dan moderat, walaupun investor agresif yang bersedia berinvestasi jangka panjang juga bisa memilih strategi ini. Selain jangka waktu investasi yang panjang, yaitu di atas 5 tahun untuk meminimalkan risiko volatilitas harga, strategi ini juga merujuk pada fundamental perusahaan,” terangnya.

Disebutkan Pintor, fundamental perusahaan tercermin dari kinerja keuangan perusahaan. Sebelum memilih saham yang hendak dibeli, investor fundamental menganalisis laporan keuangan perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di BEI.

Terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan untuk menilai valuasi suatu perusahaan, diantaranya adalah PER (price earnings ratio) dan PBV (price to book value). Sebagai informasi, valuasi merupakan nilai wajar dari suatu perusahaan.

PER dicermati untuk membandingkan proyeksi pertumbuhan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis di industri yang sama. Sedangkan PBV dicermati untuk mengetahui apakah harga saham perusahaan berada di harga yang lebih mahal dibanding nilai buku saham perusahaan, atau masih di bawah nilai buku saham perusahaan.

“Jika PBV perusahaan A misalnya Rp500 per lembar saham, sementara harga saham A di BEI berada di level Rp 200. Artinya saham perusahaan tergolong undervalued, karena harga sahamnya masih murah jika dibandingkan harga wajarnya. Sehingga saham ini berpotensi untuk naik, paling tidak menyamai harga buku sahamnya. Sebaliknya, jika ternyata harga saham emiten di BEI lebih tinggi dari PBV maka saham ini sudah dikategorikan mahal dan sulit untuk naik tinggi,” Pintor memaparkan.

Diungkapkannya, analisa ini bisa diperoleh investor dari hasil riset analis saham di perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening atau menjadi nasabah. Strategi fundamental juga mengharuskan investor memahami jenis usaha perusahaan yang sahamnya hendak dibeli. Sehingga jika secara sektor dan kinerja keuangannya baik, maka perusahaan ini baik dalam jangka pendek harga sahamya bisa naik dan turun mengikuti sentimen pasar, dalam jangka panjang memiliki prospek untuk naik.

Sementara itu untuk strategi teknikal, lanjutnya, lebih cocok untuk investor bertipe agresif. Karena, strategi ini bersifat jangka pendek dan tidak perlu memperhatikan kinerja keuangan perusahaan. Jenis strategi ini mengacu pada pergerakan harga saham dalam jangka waktu harian, jam, bahkan hitungan menit. Sehingga keuntungan bisa saja terealisasikan pada periode yang relatif singkat.

Namun, karena tidak melihat pada faktor fundamental, melainkan berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, terdapat risiko kerugian yang besar pula, karena rentan dimainkan oleh para spekulan. Ketika sebuah saham tiba-tiba mengalami kenaikan harga, bisa jadi bukan karena kinerja perusahaan yang membaik, melainkan karena ada sekumpulan spekulan.

“Investor yang memilih strategi teknikal harus aktif memantau perdagangan saham setiap waktu untuk meminimalisir risiko. Hal ini dikarenakan investor perlu segera mengambil keputusan investasi atas pergerakan harga sahamnya. Sebaliknya, investor dengan strategi fundamental bisa lebih tenang, karena investasinya diperuntukkan untuk jangka waktu panjang,” tandasnya.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi