Ketua Tim Pemantau Harga Pangan/Pasar, Gunawan Benjamin (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Harga cabai merah di Kota Medan pada hari ini, Senin (13/6) menembus angka Rp 100 ribu per Kg. Meskipun harga cabai merah diperdagangkan beragam mulai dari Rp 85 ribu hingga Rp 100 ribu per Kg, kenaikan harga cabai merah kian membenamkan daya beli masyarakat.
Ketua Tim Pemantau Harga Pangan/Pasar, Gunawan Benjamin mengatakan, dampa yang paling parah dirasakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang tinggal di wilayah perkotaan.
Menurutnya, faktor pemicu kenaikan harga cabai di wilayah Sumut tidak terlepas dari kenaikan harga cabai di wilayah Jawa yang sudah terlebih dahulu menembus angka Rp 100 ribu per Kg. Sehingga para agen atau pedagang besar berlomba-lomba untuk membeli cabai merah dari banyak wilayah.
“Alhasil harga cabai di banyak wilayah terkerek naik mengikuti harga cabai di Pulau Jawa,” kata Gunawan.
Diterangkan Gunawan, dari hasil kajian timnya di lapangan, masyarakat menengah ke bawah dengan 4 orang anggota keluarga membutuhkan 1 Kg cabai untuk memenuhi kebutuhan selama 2 pekan. Kalau sebulan sekitar 2 Kg, rata-rata harga cabai d Bbulan Mei Rp 31 ribuan per Kg.
“Itu sampel wilayah Sumut, maka ada potensi tambahan pengeluaran sekitar Rp 140 ribu per bulan hanya untuk cabai saja,” ujarnya.
Gunawan menyebut, dari hasil temuan timnya, masyarakat ekonomi menengah ke bawah di perkotaan itu menghabiskan sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu per hari (tahun 2021) untuk memenuhi kebutuhan sayur mayur, sambal dan lauk. Di luar beras, listrik, pulsa, LPG, BBM, jajan anak-anak, rokok, sewa rumah, hingga cicilan.
“Dan yang menjadi persoalan adalah yang naik belakangan ini bukan hanya cabai merah saja,” sebutnya.
Kemudian, lanjutnya, cabai rawit, cabai hijau, daging dan telur ayam, produk turunan kedelai seperti tahu dan tempe, sayur sayuran, ikan segar, tepung, rokok hingga bawang. Dengan kenaikan harga tersebut, kebutuhan pengeluaran masyarakat menengah kebawah itu naik setidaknya Rp 10 ribu per harinya.
“Artinya, saat ini masyarakat menengah bawah butuh Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per hari,” ucapnya.
Atau, sebut Gunawan lagi, ada pengeluaran tambahan seitar Rp 300 ribu per bulan. Di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit dihantam pandemi, bukan perkara gampang untuk mendapatkan Rp 300 ribu itu. Jadi, di tengah kenaikan harga kebutuhan hidup tersebut, pemerintah harus mengalokasikan dana yang lebih besar untuk bantuan sosial. Anggarannya harus naik dan lebih besar dari alokasi di tahun sebelumnya.
“Kita tahu bahwa kenaikan harga kebutuhan hidup ini lebih banyak dipengaruhi oleh masalah perang, ketegangan geo politik di banyak negara, ditutupnya ekspor bahan pangan oleh banyak negara, kenaikan harga enerji maupun harga pangan dunia. Tetapi, yang perlu dicamkan baik baik adalah bahwa kita tidak bisa main-main dengan urusan dapur. Jika garis kemiskinan Indonesia ditetapkan Rp. 486.168 per kapita per bulan,” paparnya.
Lalu, terang Gunawan, yang juga Pengamat Ekonomi Sumut, jika satu keluarga menengah ke bawah beranggotakan 4 orang memiliki penghasilan Rp 2 juta per bulan, maka sekitar Rp 1,5 juta sudah habis untuk lauk pauk saja.
“Jadi garis kemiskinan yang ditetapkan BPS (September 2021) jelas sudah tidak relevan lagi. Banyak masyarakat yang masuk dalam garis kemiskinan dan terjebak dalam kemiskinan ekstrem,” terangnya.
“Pemerintah harus memprioritaskan penyelamatan masyarakat yang masuk dalam kemiskinan ekstrem tersebut. Dan masyarakat harus punya skala prioritas pengeluaran. Pengeluaran untuk Pulsa, BBM, Listrik harus ditekan (dihemat) lagi. Dan kalau bisa pengeluaran untuk rokok ditiadakan,” tandasnya.
(RZD)