Webinar bertema “Desa Digital: Pembangunan Pedesaan Menuju 4.0” (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Saat ini dunia digital telah berkembang pesat sehingga dapat membantu seluruh kalangan dalam melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk berdagang. Walaupun begitu, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Samsul Widodo, sebagai narasumber pertama dalam webinar kali ini mengatakan jika masih terdapat beberapa isu terkait digitalisasi di Indonesia.
“Digital literasi ini kalau kita lihat, kita ini termasuk kategori rendah karena 65% masyarakat Indonesia percaya informasi di dunia maya tanpa pengecekan, sehingga sebenarnya kita masih punya tugas yang cukup berat,” kata Samsul Widodo dalam webinar Jumat (17/6).
Maka dari itu, Kementerian, termasuk Kominfo, berupaya untuk meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia. Beberapa strategi yang digunakan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai literasi digital ke banyak pihak, misalnya kepala desa dan sebagainya.
Informasi yang diberikan dalam pelatihan tersebut meliputi bagaimana memanfaatkan teknologi dengan baik, resiko dalam menggunakan internet, dan dampak negatif konten yang negatif. Menurut Samsul hal tersebut perlu ditekankan kepada masyarakat, terutama generasi muda, agar terhindar dari bahaya internet. Samsul juga menjelaskan jika dampak negatif ini juga mempengaruhi secara khusus kegiatan usaha.
“Kami itu mengenal ada yang namanya triple disruptions. Jadi banyak kegiatan usaha yang terancam karena adanya digitalisasi. Jadi karena adanya digitalisasi, generasi milenial ini jadi digital banget. Sudah banyak bukti-buktinya bahwa digitalisasi ini memiliki sisi positif dan negatif, jadi bagaikan pedang bermata dua. Contohnya giant, matahari, yang tutup akibat pandemi, terus BNI yang jarang buka cabang sekarang, dan gramedia yang dulu kita datang kesana, dan juga centro nih banyak yang mulai tutup karena banyak orang yang datang ke mall hanya untuk ngecek harga habis itu dicari di online, harganya lebih murah, eh belinya di online. Inilah resiko dan tantangan yang kita hadapi,” tutur Samsul dalam webinar kali ini.
Maka dari itu, untuk membantu masyarakat, Kementerian membantu masyarakat dengan mengeluarkan dana desa untuk pengembangan teknologi dan informasi. Dana desa tersebut digunakan dalam banyak hal, antaranya pengadaan dan pembangunan tower untuk jaringan internet, pengadaan komputer dan laptop, pengadaan smartphone, sosialisasi pemanfaatan internet, dan pelatihan penggunaan aplikasi.
Hal tersebut juga sudah diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Dengan adanya undang-undang tersebut, Pemerintah Desa harus menginventariskan dan mengembangkan potensi desa dengan informasi digital, program kerja, dan rencana kerja yang matang. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan melalui digitalisasi adalah sektor ekonomi dan kewirausahaan.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Suryakencana, Dadang Husen Sobana, sebagai narasumber kedua dalam webinar kali ini mengatakan jika ekonomi digital merupakan aset penting dalam peningkatan ekonomi dan kemandirian masyarakat pedesaan.
“Pandemi ini belum usai, ada varian baru yang ditemukan. Namun, perekonomian desa harus tetap didorong dan digulirkan. Dari sekian banyak upaya, digitalisasi potensi ekonomi adalah salah satu yang harus ditekankan saat ini. Diharapkan hal tersebut dapat menjadi media dan alat ukur mengubah pola pikir masyarakat desa sehingga mereka tidak usah keluar desa namun bisa tetap mandiri dan sejahtera,” sebut Dadang.
Menurut Dadang, dengan ekonomi digital, wirausahawan bisa mendapatkan pembeli lebih banyak dibandingkan dengan berjualan secara langsung di pasar. Menurut survei yang dilakukan oleh Nextren, 70% pembeli lebih sering berbelanja secara online dibandingkan offline dan 83% dari pembeli hanya pergi ke toko offline untuk melihat barang untuk kemudian dibeli secara online.
Usaha digital ini dapat dilakukan oleh masyarakat desa tanpa harus pergi keluar dari desanya. Dadang mengatakan apabila masyarakat desa tidak beradaptasi dengan dunia digital, maka hal tersebut akan mempersulit masyarakat dalam beradaptasi dengan kehidupan saat ini. Maka dari itu, perlunya untuk memaksimalkan pembangunan desa dan memaksimal ekonomi digital agar masyarakat desa dapat memanfaatkan dunia digital dengan baik untuk kehidupan yang lebih mandiri dan produktif.
Dadang kemudian memberikan empat langkah yang dapat diikuti untuk memaksimalkan ekonomi pedesaan di era digital. Keempat langkah tersebut adalah memberikan deskripsi produk dan penamaan yang efektif, memasang harga yang kompetitif, mengunggah foto produk yang menarik, dan memasarkan barang lewat fitur e-commerce dan media sosial yang dimiliki.
Selanjutnya, Wakil Ketua MPR RI/Anggota Komisi I DPR RI, Prof. Sjarifuddin Hasan mengatakan, jika salah satu parameter pertumbuhan ekonomi adalah pengeluaran. Menurut beliau, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004-2013 angka pertumbuhan ekonomi adalah 6 %. Kemudian pada tahun 2019, hadirnya pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun dengan pesat.
Maka dari itu, anggaran pemerintah kembali dinaikkan sehingga ekonomi bisa positif kembali sebanyak 3% pada tahun 2021 dan 5% pada tahun 2022. Selain itu, ditingkatkan juga penerimaan pajak negara agar pengeluaran Indonesia tidak lebih banyak daripada penerimaan ekonominya.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, diharapkan terdapat penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Walaupun ekonomi digital memang tidak menyerap banyak tenaga kerja, namun apabila dilakukan dalam skala yang besar, maka ekonomi digital dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran di Indonesia.
“Apabila 200.000 orang di Indonesia menjadi entrepreneur, anda sudah membantu negara sebanyak 200.000 orang tadi. Tapi saya yakin usaha akan tumbuh sehingga anda akan butuh mitra. Katakanlah anda butuh asisten untuk membantu anda, misal anda butuh untuk mengirim, sudah ada dua pekerja, lalu butuh untuk packing sudah ada tiga karyawan. Katakanlah ada tiga karyawan, maka akan ada 600.000 orang yang bekerja,” jelas Prof. Sjarifuddin Hasan.
Selain itu, hal tersebut juga dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Menurut data, sebetulnya masyarakat Indonesia sudah masuk ke taraf semakin sejahtera. Hal ini merupakan potensi bagi Indonesia untuk meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara mengembangkan ekonomi digital.
Apabila produk yang ditawarkan semakin menarik, maka hal tersebut akan menarik lebih banyak pembeli, dikarenakan masyarakat Indonesia secara umum mampu untuk mengeluarkan uang untuk membeli produk tersebut. Maka dari itu, beliau berharap generasi muda dapat menjadi wirausahawan karena dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
(RZD)