Pembatasan dan manajemen kunjungan tersistem sebagai wujud perlindungan, pengaturan, dan tata kelola kawasan Taman Nasional Komodo (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Taman Nasional Komodo, terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia dengan tiga pulau besar dan 147 pulau kecil di sekitarnya. Dideklarasikan sebagai “Situs Warisan Dunia” oleh UNESCO pada tahun 1991 dan menerima gelar kehormatan sebagai salah satu dari “Tujuh Keajaiban Alam Baru” pada tahun 2012.
Dibatasi perairan laut yang subur dan indah, tempat hidup berbagai spesies terumbu karang, ikan, termasuk manta dan hiu. Wilayah dataran yang merupakan rumah bagi biodiversitas lainnya, ular, berbagai jenis burung termasuk kakatua kecil jambul kuning yang statusnya ‘Terancam Punah’ atau Critically Endangered (IUCN), serta habitat bagi komodo, biawak hidup terbesar yang masih bertahan hidup di antara binatang purba lainnya (fosil paling awal yang diketahui muncul sekitar 3,8 juta tahun yang lalu).
Komodo yang statusnya ‘Terancam Punah’ atau Critically Endangered (IUCN) merupakan spesies endemik Indonesia yang habitatnya hanya ada di Taman Nasional Komodo serta di dataran rendah pesisir utara dan barat Pulau Flores dan beberapa pulau kecil di sekitarnya.
Jumlah kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo yang naik dari tahun ke tahun tanpa adanya pembatasan pengunjung mengancam keberadaan dan kelestarian biodiversitas di Taman Nasional Komodo. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia bersama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur kemudian melaksanakan Program Penguatan Fungsi sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam upaya menjaga keutuhan nilai jasa ekosistem Taman Nasional Komodo.
“Terkait dengan urgensi dalam penguatan fungsi, Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Kawasan Perairan Sekitarnya tetap dibuka namun dengan pembatasan dan manajemen kunjungan tersistem sebagai upaya perlindungan, pengaturan, dan tata kelola kawasan Taman Nasional Komodo. Hal ini bertujuan untuk mengajak masyarakat secara kolektif beralih ke pariwisata berkelanjutan yang lebih sadar akan dampak aktivitasnya, dan bahwa daya tarik wisata dan kelestarian konservasi dapat hidup berdampingan,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, Senin (27/6).
Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Josef Nae Soi, menyambut baik program ini. “Akan ada empat agenda penguatan fungsi yang akan dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur di Taman Nasional Komodo. Agenda tersebut adalah penguatan kelembagaan, perlindungan dan pengamanan, pemberdayaan masyarakat, serta pengembangan wisata alam”.
Melihat tren kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo dalam sepuluh tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah yang signifikan akibat promosi intensif pada di sosial media. Meskipun meningkatkan ekonomi, namun hal ini memberikan dampak terhadap perilaku Komodo.
“Komodo yang berada di area dengan aktivitas manusia tinggi/ekowisata secara signifikan menunjukan berkurangnya kewaspadaan dan cenderung adaptif dengan keberadaan manusia. Selain itu, Komodo yang berada di lokasi ekowisata cenderung memiliki bobot lebih besar, dimana hal ini bisa berdampak pada kerusakan ekosistem sekitarnya (kebutuhan pangan meningkat yaitu rusa),” ungkap Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Lukita Awang.
Dr. Irman Firmansyah, yang memimpin Tim Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo mengatakan, “Ada beberapa isu yang perlu menjadi perhatian jika ingin memelihara nilai jasa ekosistem demi kelangsungan hidup Komodo. Isu yang utama adalah pengelolaan sampah, sistem perlindungan dan keamanan, serta tata kelola kawasan yang perlu melibatkan berbagai lembaga multisektoral. Jika upaya konservasi yang ketat tidak diperkenalkan dan wisatawan tidak mulai dibatasi, kita akan melihat penurunan yang signifikan dalam nilai jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar”.
Sesuai perhitungan dan rekomendasi yang diperoleh dari hasil kajian, maka pembatasan jumlah wisatawan kurang lebih 200.000 orang per tahun dengan sistem manajemen kunjungan yang terintegrasi berbasis reservasi online akan mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2022. Selanjutnya, kompensasi biaya konservasi sebagai upaya penguatan fungsi sebesar Rp3.750.000 per orang per tahun yang akan diterapkan secara kolektif tersistem (Rp 15,000,000 per 4 orang per tahun).
“Kami berharap, dengan diberlakukannya pembatasan kunjungan dan kompensasi biaya konservasi dapat menumbuhkan perilaku pariwisata yang lebih sadar di lingkungan Taman Nasional Komodo. Tentunya, untuk penguatan fungsi di kawasan Taman Nasional Komodo perlu sinergitas antar lembaga, dan multisektoral sebagai penjaga gerbang dan pelindung Taman Nasional Komodo,” tutup Carolina Noge, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo.
(RZD)