Ruang Terbuka Publik VS Ruang Publik Digital

Ruang Terbuka Publik VS Ruang Publik Digital
Monika Andrasari (Analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Pesatnya perkembangan teknologi telah melahirkan suatu tempat yang bernama ruang publik digital. Kemudahan akses internet telah mengumpulkan milyaran penduduk di dunia untuk berinteraksi, baik melalui kata-kata, gambar maupun video. Penggunanya pun bervariasi, di dominasi remaja, ruang digital ini juga diisi oleh anak-anak, orang dewasa hingga orang tua.

Sebagaimana kita ketahui, di era 4.0 ini masyarakat lebih suka berselancar di dunia maya berjam-jam untuk mengakses informasi maupun melakukan aktivitas pekerjaan yang tidak memiliki batasan ruang dan waktu. Seringkali aktivitas ini begitu menyenangkan sehingga menjerat untuk merasa candu. Melupakan komunitas nyata disekitarnya seolah komunitas dunia maya adalah hal yang lebih penting. Bahkan aktivitas ini kerap menimbulkan masalah-masalah kesehatan yang cukup serius.

Demikian mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi USU Monika Andrasari kepada Analisa, Jumat (1/7).

Menurutnya, ruang publik digital memang mampu menggerakkan perekonomian, namun hal ini terbatas pada mereka yang telah melek teknologi dan memiliki kemampuan untuk memiliki dan mengakses ruang digital ini. Kita sebenarnya membutuhkan pengalihan, bahwa pergerakan ekonomi digital ternyata belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat di negara berkembang ini, bahwa masih banyak masyarakat disekitar kita yang menjalankan roda perekonomiannya secara konservatif.

Menemukan ruang publik yang luas, nyaman, bersih dan tertib merupakan dambaan masyarakat perkotaan. Setelah berkutat dengan aktivitas harian yang menguras energi dan semangat, rasanya akan sangat menyenangkan apabila dapat merilis kepenatan diruang terbuka yang nyaman.

Lalu bagaimana peran pemerintah sebagai penyedia fasilitas publik? Sebagaimana yang tertuang dalam UU no 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang mengatur mengenai penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, pemerintah kabupaten/kota hendaknya menyediakan sekurang-kurangnya 30% ruang terbuka hijau dari luas wilayah kota. Apabila tidak dapat diwujudkan maka pemerintah daerah dapat dikenakan sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Ruang terbuka publik dibuat dengan beberapa tujuan, beberapa diantaranya adalah untuk menciptakan Kesejahteraan Masyarakat, yang mana hal ini merupakan motivasi dasar dalam bentuk penciptaan ruang terbuka publik yang menyediakan jalur untuk pergerakan, pusat komunikasi, dan tempat untuk bersantai. Selanjutnya adalah pengembangan ekonomi, aspek ekonomi ruang terbuka publik dapat berfungsi sebagai lahan berjualan bagi pedagang-pedagang dikarenakan ramainya aktivitas yang ada di ruang terbuka publik yang mampu menampung aktivitas aktivitas dagang yang banyak disekitarnya. Kemudian ruang terbuka publik mampu meningkatan kualitas visual kota menjadi lebih humanis, harmonis, dan estetik. Terutama tujuan dari diadakannya ruang terbuka ini adalah sebagai paru-paru kota yang memberikan udara-udara segar di tengah-tengah polusi dan pemanasan global yang tidak terhindarkan.

Tata kelola ruang dan fasilitas publik di perkotaan seyogyanya mempertimbangkan nilai edukasi, kolaborasi, rohani, dan ekonomi dan melestarikan kearifan lokal. Fasilitas publik bisa jadi ruang interaksi maupun wahana rekreasi bagi masyarakat, dan sangat memungkinan sebagai sarana pertumbuhan ekonomi. Iklim positif di ruang publikpun akan melahirkan generasi muda yang sehat, inklusif dan kreatif.

Namun sayangnya ruang terbuka yang dapat diakses oleh umum ini, fungsi dan nilai estetika didalamnya hanya bertahan sementara. Kurangnya pengawasan dan kesadaran masyarakat sebagai pemakainya membuat ruang terbuka ini perlahan rusak dan kehilangan fungsi, bahkan lama kelamaan jadi kehilangan pengunjung. Kurangnya anggaran pemeliharaan biasanya menjadi kambing hitam atas hal ini. Inilah yang menjadi kelemahan ruang publik yang bersifat umum, karena tidak adanya pengawasan dan tidak semua penggunanya punya rasa memiliki membuat keberadaannya dibutuhkan namun tidak disayangi.

Terlebih dengan adanya ruang terbuka digital, semakin membuat ruang-ruang terbuka yang disediakan untuk umum ini kian tidak diminati. Ketimbang bertemu secara langsung, masyarakat kini lebih memilih bertemu secara virtual dengan alasan kesibukan, pandemi dan lain sebagainya. Anak-anakpun semakin menggilai gajet sampai lupa caranya berkenalan dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Miris memang, sosialisasi didunia nyata kian menyempit berbanding terbalik dengan aktivitas sosial di dunia maya.

Pemerintah harus menjawab tantangan ini dengan menyediakan ruang-ruang publik yang menarik, estetik, dan kekinian. Sehingga perhatian masyarakat terdistraksi pada ruang publik lain yang sebenarnya lebih realistik, lebih sehat dan lebih bermanfaat bagi kehidupan sekitar.

(ARU/JG)

Baca Juga

Rekomendasi