RKUHP Harus Jamin Kebebasan Pers, Sipil dan Berpendapat

RKUHP Harus Jamin Kebebasan Pers, Sipil dan Berpendapat
Mahasiswa membentangkan poster saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2022). Pengunjuk rasa yang berasal dari berbagai universitas tersebut menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww)

Analisadaily.com, Jakarta - Pemerintah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui rapat kerja bersama Komisi III DPR RI. DPR kemudian menyepakati pembahasan terhadap draf RKUHP dari pemerintah akan dilakukan secara tertutup oleh fraksi-fraksi dan komisi.

Pembahasan ini telah menjadi preseden buruk. Sejak awal perumusan RKUHP yang dilakukan pemerintah juga membatasi partisipasi publik. Padahal RKUHP tersebut akan berdampak penuh kepada masyarakat luas.

Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) harus menyikapi persoalan ini, karena komunitas jurnalis dan industri pers secara umum akan sangat terdampak.

"Kami menghendaki transparansi dalam perumusannya, untuk memastikan kebebasan pers secara utuh dilindungi dan jurnalis tidak menjadi korban dari pasal-pasal multitafsir di dalam KUHP dengan cara dipidanakan," kata salah satu koordinator KKJ, Erick Tanjung, Kamis (7/7).

Pemerintah menilai hanya ada 14 isu krusial yang harus dibahas dalam RKUHP, namun masyarakat sipil menilai terdapat lebih dari 14 isu krusial yang mencakup berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Di dalam isu krusial yang diusulkan pemerintah, beberapa pasal yang menyangkut hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak dibahas secara khusus, padahal pasal-pasal tersebut berpotensi mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Pasal-pasal tersebut di antaranya, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden (Pasal 218, 219, dan 220), pasal penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240), pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 351 dan 352), pasal izin keramaian yang di dalamnya mengatur penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi (Pasal 256), pasal penyebaran berita bohong (Pasal 263), hingga pasal terkait makar (Pasal 191-196).

Menanggapi kompleksnya berbagai isu yang diatur di dalam RKUHP, penerapan proses perumusan dan pembahasan yangtransparan serta pelibatan masyarakat secara bermakna menjadi sangat krusial. Untuk itu, KKJ mendesak pemerintah dan DPR membuka ruang seluas-luasnya untuk berpartisipasi secara bermakna dalam memberi masukan dan kritik atas draf resmi terbaru.

"Memastikan agar draf RKUHP menjamin kebebasan pers, dan kebebasan sipil, kebebasan berekspresi, berkumpul dan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI Tahun 1945 dalam konteks yang lebih luas, dan DPR RI tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP sebelum dua hal di atas terpenuhi," kata dia.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi