Tim Profesor Mengabdi USU. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Madina - Tim Profesor Mengabdi Universitas Sumatera Utara (USU) melaksanakan Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tokoh adat, perangkat desa dan masyarakat terkait "Wisata Ikan Yatim Lubuk Larangan (Lublar)" di Tambangan Jae Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Jumat (15/7).
Para pengunjung akan dimanjakan dengan lompatan manja ikan jurung/garing, nila, mas, lele, baung dan ikan tawes. Pengunjung dapat memberi makan ikan dari pelet yang bisa dibeli di warung sekitar lokasi di mana ini dikelola kelompok Naposo Bulung. "Saat pelet ditabur ke sungai, ikan akan berlompatan menyambut suka cita makanan pemberian manusia. Sesekali kita dapat merasakan sensasi, memberi ikan menu sayuran dari daun ubi yang tumbuh disekitar sungai. Dugaan kita benar,ikan-ikan 'omnivora' ini akan melahap sayuran diiringi air yang berkecipak.Sepertinya, ikan tersebut tidak takut lagi dengan pengunjung. Mereka berebut makanan yang ditaburkan. Dalam waktu sekejap, pelet ikan atau sayur daun ubi akan habis dilahap dengan semangat," ungkapnya. Tidak sebatas melihat ikan, warga setempat dan pengunjung berkomentar lokasi lubuk larangan menjadi zona healing yang selalu ramai dikunjungi warga, khususnya saat Idulfitri dan hari libur. Dalam satu andil (kupon/tiket) hanya diperbolehkan untuk sepuluh orang saja yang menangkap ikan menggunakan satu alat tangkap jalo ikan. "Jadi setiap warga yang ingin menangkap ikan harus memiliki kupon/tiket tersebut. Biasanya untuk memiliki satu andil warga harus membayar Rp. 100.000 yang digunakan untuk menjala ikan. Ikan yang tertangkap dijala menjadi hak milik penjala dan dana sewa andil digunakan untuk biaya pendidikan anak yatim disekitar Desa Tambangan Jae," paparnya seraya menyampaikan para pengunjung berasal dari Panyabungan, Kotanopan, Ulu Pungkut atau dari Pantai Barat. Sudirman dan Seri, pengurus Naposo Bulung lubuk larangan Yatim di Tambangan Jae saat dihubungi mengatakan, Lubuk larangan ini dibentuk tahun 2009. "Hasil dari pembukaan Lubuk Larangan berkontribusi sebesar 50 persen untuk anak yatim dan 50 persen lagi untuk Naposo Bulung sebagai pengelola," tukasnya. Ditambahkannya, di tempat wisata ikan lubuk larangan diberlakukan ketentuan larangan menjala sekitar 100 meter dari huli, bagian jembatan sampai sisi seberang sungainya. Tujuannya sebagai tempat penangkaran ikan di lubuk larangan yang akan dibuka sekali dalam setahun. Dari pengamatan di lokasi sungai, teridentifikasi permasalahan mitra di antaranya adalah pembuangan sampah di area Sungai Aek Tambangan, di bagian hulu dan hilir desa.
Disamping itu, aliran Sungai Aek Tambangan sebagai tempat warga mandi, mencuci, dan pembuangan MCK. Hasil FGD disimpulkan yakni diinisiasi membuat tempat sampah, jala penggumpul sampah (jps), reboisasi, mengatur regulasi pengunjung, membuat plang, aturan serta menjaga ekosistem lubuk larangan secara terpadu" papar Dr.Ameilia Zuliyanti Siregar,M Sc saat memberikan pelatihan mengelola ikan lublar Tambangan Jae. Prof. Dr. Muh.Turmuzi, M.S menyampaikan agar tokoh adat, pemuda, perangkat desa dan masyarakat dapat menumbuh- kembangkan kemandirian dalam mengelola lublar. Disamping itu, Prof.Dr.Ir.Zulkifli Nasution menawarkan program pemberdayaan masyarakat dalam penanaman pohon untuk menjaga kualitas oksigen dunia. Untuk memudahkan pemberian makan ikan, pihak pengelola Naposo Bulung telah membangun tangga dibantu LPPM USU,dipimpin Prof. Tulus Yasroji dan tim Profesor Mengabdi, lalu menyumbangkan pegangan tangga besi, penanaman bibit pohon, bantuan kamar mandi perempuan dan mendampingi kelompok pemuda dan masyarakat dalam mengelola Ekowisata Yatim Tambangan Jae, colek Ir. Ahmad Yasir Lubis, Kadis Pariwisata Madina. Pengunjung dapat langsung turun ke pinggir sungai, memberi pelet makanan dan memasukkan sejumlah dana kekotak amal. Selain tempatnya cukup aman, di tempat ini dilengkapi musala dan kamar mandi bagi pengunjung. "Semoga USU tetap mematri hati di masyarakat Sumatera Utara dan Indonesia," ungkap Koordinator tim Prof Muh Turmuzi Lubis.(ARU/BR)