Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara berada di kebun Teh di Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Senin (18/7). (Analisadaily/Fransius Hartopedi Simanjuntak)
Analisadaily.com, Simalungun - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara meninjau lahan perkebunan Teh Sidamanik seluas 257 hektar yang direncanakan dikonversi menjadi sawit, Senin (18/7).
Rony Reynaldo Situmorang Fraksi NasDem bersama Gusmiyadi Fraksi Gerindra, Mangapul Purba Fraksi PDI Perjuangan dan Saut Bangkit Purba Fraksi Demokrat komitmen tetap bersama masyarakat menolak rencana konversi teh ke sawit.
"Kami melihat lebih banyak mudaratnya (menyakiti) kalau ini dikonversi menjadi sawit. Karena sudah ada contoh di Marjandi, saat dikonversi menjadi sawit, musibah banjir kerap terjadi di Panei Tongah. Marihat juga seperti itu, akibat tanaman sawit, banjir tidak terbendung sampai jembatan Tanah Jawa hancur dan putus total," kata Rony.
"Jadi secara pribadi, saya menolak rencana aksi PTPN IV, mengubah teh menjadi sawit, dan saya minta agar Pemerintah Kabupaten Simalungun kosisten atas sikapnya dan tidak akan mendukung perubahan dan tidak akan mengeluarkan ijin konversi teh menjadi sawit. Bagaimana pun nantinya, kami DPRD SU akan berjuang menolak dan membawa perihal konversi ini sampai ke Kementerian BUMN," tegas Rony.
Gusmiyadi mengakui sudah menerima banyak aduan dari masyarakat atas penolakan konversi. Ia ingin pastikan DPRD SU akan selalu ada bersama masyarakat yang saat ini sedang melakukan perlawanan terhadap apa yang dilakukan PTPN IV. Karena itu, dalam waktu dekat kami akan mengagendakan dan panggil PTPN IV terkait aspirasi masyarakat yang telah disampaikan kepada kami.
Mangapul menuturkan, selama dua hari kita bergerak sejalan dengan reses, kita menemukan protes yang begitu deras, bahkan fakta di lapangan bisa kita lihat, selama ada ini kegiatan satu dusun di Nagori Bahal Gajah sudah terbelah dan terkena dampak konversu ini.
Jadi artinya itu masih satu, dan analisis yang disampaikan pak Rony itu benar fakta yang tidak bisa dipungkiri. Sejauh menimbulkan manfaat secara menyeluruh, tidak ada masalah. Sementara sampai saat ini, Panei Tongah sebagai contoh, infrastruktur Pemerintah Provinsi Sumatera Utara rusak parah karena debit air yang tidak terkendali dari perkebunan kelapa sawit Marjandi.
"Saya memprediksi, dari peta yang kami jalani dari Dinas Kehutanan dan pemetaan wilayah tata ruang, bahwa efek akibat konversi ini akan mucul satu tahun ke depan, bukan hanya disini bahkan efeknya sampai ke Tanah Jawa dari alur yang sudah kita pelajari bersama tim ahli," kata dia.
"Karenanya, kami sependapat sebaiknya rencana ini dikaji ulang dan segala aktivitas diberhentikan dulu, kalau urusan bisnis itu urusan perusahan, kami tidak masuk ke situ, kalau untung mereka tidak bilang, jadi untung ruginya itu terserah mereka," sambungnya.
Sisi lain temuan di lapangan, ada spot-spot konsesi yang terabaikan, artinya tidak terurus, padahal itu urusan manajemen. Kalau Soal UP UKL Ambdal dan sebagainya, ia tegas minta kepada Bupati Simalungun, supaya konsisten dengan pernyataan awal, tidak memberikan rekomendasi apapun.
"Kalau untuk ke Kementerian, mungkin besok kita sudah di Jakarta, kami akan berargumen dengan Menteri terkait. Jadi stop kegiatan ini untuk sementara. Kalau nanti Bupati tetap mengeluarkan rekomendasi, Pemkab Simalungun harus bertanggungjawab atas semua ini. Jadi Taming terakhir ada di Bupati," tambahnya.
(FHS/CSP)