Harga Migor Curah Sudah Terkendali, Pengamat: Pemerintah Jangan Senang Dulu

Harga Migor Curah Sudah Terkendali, Pengamat: Pemerintah Jangan Senang Dulu
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Harga minyak goreng (migor) curah di masyarakat, khususnya di Kota Medan mencapai harga termurah, Rp 11.500 per Kg. Sementara di Sumut harga yang paling mahal ada di Gunung Sitoli, Nias, mencapai Rp 19 ribu per Kg. Harga minyak goreng curah di Sumut pada umumnya sudah sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.

Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin menyebut, dari pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga migor curah di beberapa titik seperti di Kota Padangsidimpuan, Sibolga dan Pematangsiantar sudah berada di angka Rp 14 ribu per Kg, di bawah harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 15.500 per Kg.

“Pada dasarnya, pemerintah sudah berhasil meredam gejolak harga minyak goreng, khususnya minyak goreng curah di Sumut,” katanya, Senin (25/7).

Hanya saja, terang Gunawan, di waktu yang bersamaan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani masih belum mengalami kenaikan. Dari hasil pantauan sejumlah harga TBS di Sumut masih ada yang dijual dalam rentang Rp 700 hingga Rp 1.100 per Kg. Harganya masih lebih rendah dari harga keekonomian sawit sebelum tahun 2020 yang dikisaran Rp 1.250 per Kg-nya.

“Dan tentunya jauh lebih rendah dibandingkan dengan harapan petani sawit yang berharap harga TBS saat ini setidaknya bisa di kisaran angka Rp 2.000 per Kg baru dapat untung,” terangnya.

Nah, lanjutnya, saat ini harga CPO berada di kisaran 3.700 ringgit per tonnya. Ada gap yang terlalu lebar antara harga minyak goreng curah di masyarakat, harga CPO dunia dengan harga TBS di tingkat petani. Saat harga CPO berada di kisaran 2.300-an ringgit per ton. Harga TBS di tingkat petani kala itu sempat menyentuh 1.500 hingga 1.800 per Kg. Harga minyak goreng curah saat itu berkisar Rp 9.000-an rupiah per Kg.

“Yang kalau mengacu kepada harga TBS saat ini di kisaran 3.700, dan setelah mengurangi harga kewajiban dari program kebijakan DMO dan CPO di Tanah Air, maka harga TBS seharusnya bisa bergerak di kisaran 2.300 hingga 2.600 per Kg. Dan fakta menunjukan kalau harga minyak goreng curah setahun yang lalu itu di Kota Medan sempat ditransaksikan di kisaran Rp 16 ribu per Kg,” terangnya.

Jadi, sambungnya, setahun yang lalu itu harga CPO juga berada di kisaran angka yang sama seperti saat ini, yaitu di kisaran 3.700-an ringgit per ton. Artinya memang kebijakan pemerintah dalam menekan harga minyak goreng saat ini tentunya terbilang mudah.

“Sedikit upaya saja untuk membuat harganya sesuai HET di kisaran Rp 15.500 per Kg,” ujarnya.

“Tetapi kita juga harus fair dalam memberikan penilaian, karena pada dasarnya harga minyak goreng terus ditekan saat harga CPO masih berada di kisaran 5.000-an ringgit per ton. Artinya ada upaya serius untuk menggiring harga minyak goreng curah menuju HET,” lanjutnya.

Disampaikan Gunawan, kondisi sekarang semuanya berbeda. Jika tanpa DMO dan DPO sekalipun, harga minyak goreng curah bisa saja ditransaksikan di kisaran harga Rp 16 ribu, atau dengan sedikit upaya bisa menekannya hingga ke harga HET.

“Jadi jelas kalau kebijakan membatasi kran ekspor sudah tidak tepat lagi. Karena petani yang dirugikan dengan menumpuknya pasokan sawit sehingga memicu harganya turun,” terangnya.

Gunawan menegaskan, relaksasi memang sudah dilakukan oleh pemerintah, tetapi tidak lantas langsung membuat harga TBS membaik. Menjual komoditas dengan cara ekspor itu butuh waktu, dia memperkirakan 3 bulan baru akan terlihat ada titik keseimbangan baru di mana harga TBS bisa mengacu kepada harga keekonomian CPO.

“Meskipun akan sedikt lebih rendah dibandingkan dengan harga keekonomiannya karena ada kebijakan DMO dan DPO,” paparnya.

Gunawan menuturkan, bagi pemerintah, ini peringatan. Jangan sampai terlena dengan harga minyak goreng yang sudah murah saat ini. Di saat relaksasi sudah dijalankan, di saat titik keseimbangan sudah mulai tercipta.

“Maka akan ada potensi di mana harga minyak goreng bisa naik lagi. Jadi jangan terlalu berbangga dengan harga minyak goreng yang sudah di bawah HET,” bebernya.

Gunawan mengingatkan, waspadai lonjakan harga karena kebijakan relaksai. Pastikan upaya yang dilakukan saat ini bisa menggaransi bahwa ke depan harga masih tetap bisa dikendalikan dan tentunya masih sesuai HET.

“Karena penurunan harga minyak goreng di bawah HET saat ini lebih dikarenakan bonus, karena melimpahnya pasokan sawit akibat kebijakan ketat membatasi ekspor CPO sebelumnya,” tandansya.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi