Manfaat yang Dirasakan Mahasiswa FMIPA-USU Ikuti PKM di Desa Bingkawan Deliserdang

Manfaat yang Dirasakan Mahasiswa FMIPA-USU Ikuti PKM di Desa Bingkawan Deliserdang
Mahasiswa FMIPA-USU saat PKM di Desa Bingkawan, Sibolangit, Deliserdang, Sumut (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Deliserdang - Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) merupakan salah satu dari Tridarma Perguruan Tinggi, selain Pendidikan dan Penelitian, yang wajib dilakukan oleh sivitas akademika.

Sejak Juni hingga November 2022, para dosen USU dengan melibatkan mahasiswanya telah mulai melaksanakan kegiatan PLM di berbagai lokasi pilihan dikoordinir oleh LPPM-USU.

Keterlibatan mahasiswa dalam PkM dapat pula dikaitkan dengan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, sehingga dapat pula dimuati oleh darma pendidikan di luar kampus yang dapat diakomodasi dalam sistem kredit semester dalam jumlah tertentu.

Hal itu tentu menghasilkan manfaat ganda bagi mahasiswa. Zahedi, salah satu tim pelaksana PKM dari program studi matematika FMIPA-USU mengutarakan, pada satu sisi, para mahasiswa menemukan suasana interaksi yang sama sekali baru di tengah masyarakat.

“Pada sisi lain, para mahasiswa dapat memenuhi kewajiban penyelesaian jumlah kredit mata kuliah pilihan pada semester tersebut,” katanya, Kamis (8/9).

Dari sudut pandang mahasiswa sendiri, ragam manfaat tersebut menjadi pengalaman baru yang boleh jadi akan berbekas dalam dan dapat merubah dirinya dalam menyikapi kehidupan di masa mendatang.

Sebanyak 5 orang mahasiswa/i program studi matematika FMIPA-USU mengungkapkan pengalaman dan manfaat yang mereka dapatkan dengan mengikuti kegiatan pengabdian di Desa Bingkawan, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang.

Kania Febry mengungkapkan, PKM ini ‘memaksanya’ keluar dari zona nyaman untuk mengenal dunia luar. “Dengan membuka diri, saya berusaha memahami orang-orang, terutama yang berada di sekitar saya, yakni rekan-rekan satu tim, empat mahasiswa USU yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda,” ucapnya.

“Kami, membangun rasa kebersamaan dengan melewati berbagai kegiatan sederhana sebagai langkah awal. Tidur di tenda atau di gubuk sederhana bersama. Memasak, bercanda, belanja, belajar, diskusi, melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa dan berbagai kegiatan lainnya dilakukan bersama-sama. Saya terbebaskan dari rasa takut dan kurang percaya diri. Pengalaman bersama ini demi membangun pribadi baru yang lebih baik,” tutur mahasiswi yang terkesan pendiam ini dengan malu-malu.

Pengalaman yang kurang lebih sama diceritakan Winona Melinda. “Satu hari di bulan Agustus itu membawa perubahan besar bagi saya. Saya berhasil melawan rasa takut dan gugup untuk berbicara di depan khalayak ramai. Berinteraksi dan bekerja sama dengan warga desa untuk menanam sayur menggunakan metode hidroponik menghasilkan kebiasaan baru,” ungkapnya.

Lebih jauh Winona mengatakan, “Biasanya, jika di kota dan kumpul-kumpul, kami cenderung main handphone dan tak peduli satu sama lain. Di Dusun Sikecikeci, Desa Bingkawan ini, baik siang hari mau pun malam, kami jarang bahkan tidak menggunakan handphone. Selain, mengobrol dengan warga desa, kami sesama rekan pengabdian lebih sering berdiskusi dan bertukar pendapat.”

“Menariknya, saya akhirnya juga tahu bahwa kegiatan mengintroduksi budidaya ikan air tawar ternyata menggunakan pula konsep matematika seperti Teori Bilangan saat proses penghitungan benih ikan, pemberian pakan, bahkan sejak mulai membuat kolam ikan,” lanjutnya.

Sementara itu, Cahyani Romelin merasakan terjadi perubahan mencolok dari dirinya. “Selama hanya ikut kuliah online karena pandemi Covid-19, saya cuma punya sedikit teman. Melalui kegiatan PKM ini, saya dapat teman-teman baru yang sangat menyenangkan,” ucapnya.

“Kami belajar banyak hal bersama sama. Dengan menginap di dusun Sikeci-keci pada setiap akhir pekan selama 3 bulan ini, membuat saya menjadi lebih berani untuk berkegiatan di alam bebas. Banyak sekali pengetahuan yang sangat berguna dan mengubah pola pikir saya. Semula, saya yang sangat malas akhirnya jadi rajin memasak di kos. Sering berkunjung dan berdiskusi di desa, saya lebih banyak bergerak, rajin berolahraga jadinya dan tentu lebih sehat,” ungkapnya dengan tersenyum lebar.

Cahyani pun merasakan adanya perubahan pola pikir baru jika menghadapi masalah. “Tak ada yang instan untuk dapat hasil terbaik. Mengupayakannya harus bertahap, langkah demi langkah, perlu kesabaran. Ini pengalaman berharga yang saya pelajari dalam pengabdian ini. Yang paling berkesan bagi saya adalah bagaimana seharusnya mahasiswa mau berproses untuk mencapai tujuan. Tak boleh hanya menunggu hasilnya saja,” pungkasnya dengan mimik serius.

Sedangkan Sonyia Juliati menuturkan panjang-lebar bahwa kegiatan PKM ini tidak hanya ditujukan untuk membantu memecahkan masalah masyarakat, tetapi juga bermanfaat bagi mahasiswa yang berpartisipasi. Mahasiswi berkacamata ini menyimpulkan bahwa dirinya tidak hanya memperoleh manfaat secara sosial, tetapi juga mendapatkan manfaat dalam penguasaan bidang ilmu yang dipelajari saat ini.

Pada kegiatan PKM ini, ia mempelajari dan menemukan bahwa matematika yang dipelajari secara teoritik di kampus ternyata banyak sekali diterapkan secara langsung di dalam setiap aspek kegiatan masyarakat. Salah satunya terdapat dalam pelatihan budidaya hidroponik yang dilakukan.

Menurut Sonyia, teknik bercocok tanam dengan media tanpa tanah ini ternyata secara langsung mengaplikasikan dasar-dasar dalam matematika dalam proses penyemaian sampai pemanenannya. Mulai dari penerapan aktivitas berhitung, yaitu dalam tahap pembenihan menghitung berapa banyaknya benih yang ditanam, berapa benih yang berhasil tumbuh, berapa jumlah nutrisi yang diperlukan benih untuk tumbuh subur, serta bagaimana ukuran tanaman dalam pertumbuhannya.

Kemudian, penerapan aktivitas pengukuran seperti mengukur luas lahan persemaian, waktu persemaian, waktu perawatan, modal yang diperlukan, bahkan penerapan perbandingan dalam penentuan jumlah nutrisi yang diperlukan untuk tanaman, dan masih banyak aspek matematis lain yang diaplikasikan.

Berbeda dengan keempat rekannya, Agustinus Simbolon satu-satunya peserta pria dalam tim mahasiswa ini melakukan refleksi mendalam dari kegiatan PKM yang diikutinya. “Dimentori oleh Bang Badai, tim kami mencoba merakit pompa hidram untuk menaikkan air dari sungai yang terletak di dasar dusun ke lokasi pemukiman warga dusun,” ujarnya.

“Dengan konsep pemodelan matematika yang diterapkan pada setiap struktur komponen pompa tersebut, kurang lebih 1 triwulan pada setiap minggu kami sudah mencoba melaksanakan itu semua. Bagi saya, pola pikir awal yang sudah terbangun sebelumnya jadi berubah drastis. Hidup bukan sekedar mengejar ambisi untuk sukses,” ungkapnya.

“Dan, sukses itu bukan lah kemewahan harta. Ada hal yang tak bisa dinilai dari harta. Setiap senyum sumringah dan tawa renyah yang kami lihat dari wajah-wajah polos penuh harap karena kebutuhan air terjangkau mudah adalah pencapaian usaha atau kesuksesan yang tidak bisa dinilai dengan harta sebesar apapun harganya. Ucapan Pak Zahedi agar kami bisa menjadi insan yang baik, mandiri dan manfaat menjadi stimulan dan sugesti yang sangat menginspirasi kami,” ungkapnya lagi dengan mata berbinar.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi