Kecam Tindakan Aparat Keamanan, Hendra: Supporter Bukan Penjahat

Kecam Tindakan Aparat Keamanan, Hendra: Supporter Bukan Penjahat
Ratusan pecinta sepak bola lintas klub di Kota Medan melakukan doa bersama untuk mengenang korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Senin (3/10) (Analisadaily/Jafar Wijaya)

Analisadaily.com, Medan - Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kota Malang, Jawa Timur, meninggalkan luka mendalam bagi seluruh pecinta sepak bola tidak hanya di di Indonesia, tapi juga di dunia. Atas peristiwa tersebut, ratusan supporter dari berbagai klub sepakbola di Kota Medan menggelar aksi bakar 1.000 lilin di Taman Ahmad Yani, di Jalan Jendral Sudirman, Senin (3/10) pukul 20.25 malam.

Ratusan suporter yang hadir diantaranya, PSMS Fans Club (PFC), SMECK, Kampak, Armenia Medan, Paguyuban Arema, Viking Medan, dan The Jakmania Medan.

Mereka pun, ikut mendoakan untuk para korban meninggal dalam tragedi maut saat pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Sabtu malam, 1 Oktober 2022.

"Ada sekitar 300 orang ikut serta dalam aksi seribu lilin kita gelas ini dan kita mendoakan Aremania meninggal dunia itu," ucap Ketua Umum PSMS Fans Club (PFC), Hendra Sihaloho usai aksi 1000 lilin tersebut.

Hendra menggarisbawahi untuk pengamanan di Stadion saat berlangsung pertandingan. Bahwa suporter bukan lah penjahat perang dan musuh bagi polisi. Tidak semestinya memperlakukan suporter dengan anarkis.

"Suporter Indonesia, bukan penjahat perang dan perusuh. Kalau ada pertandingan, tolong camkan itu. Selama ini, polisi menganggap kita perusuh," sebut Hendra dengan tegas.

Hendra mengungkapkan peristiwa Kanjuruhan merupakan catatan kelam dan akan menjadi sejarah buruk bagi dunia sepakbola tanah air ini. Karena tidak ada kordinasi baik antara PSSI dan pihak kepolisian. Bagaimana pengamanan di stadion sesuai dengan peraturan FIFA sendiri.

"Catatan kita, belajar lah dari masa kelam ini. Jangan sampai terulang kembali seperti dialami Arema Malang. Cukup lah di Malang pertama dan terakhir," sebut Hendra.

Hendra memberikan saran kepada pihak kepolisian di Indonesia untuk membuka komunikasi dan silaturahmi dengan seluruh suporter sepak bola. Dengan tujuan untuk berkordinasi saat pengamanan pertandingan berlangsung.

Kata dia, sepakbola ini punya basis massa masing-masing. Ketika terjadi kerusuhan saat pertandingan sepakbola Polisi tinggal berkordinasi dengan Ketua suporter untuk minimalisir jatuh korban jiwa.

"Tapi, polisi ini tidak ada silaturahmi. Harusnya Kapolri menginstruksikan kepada Kapolres di masing-masing wilayah silaturahmi dengan suporter yang ada. Artinya, apa? Kalau ada gejolak di lapangan, tinggal polisi menelpon kami ketua-ketua suporter ini. Gak perlu pakai pentungan," kata Hendra.

Begitu juga, Hendra meminta kepada pihak kepolisian jangan terlalu agresif kepada suporter saat melakukan pengamanan jalannya pertandingan sepakbola di Stadion.

"Anggota merayakan eforia ke lapangan, nanti dikiranya buat rusuh. Aku masih yakin, anggota-anggota itu mendengar apa kata ketua suporter. PSMS Fans Club A dibilang, pastinya ikut A," tambahnya.

Sebelumnya, tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10), menewaskan sedikitnya 127 orang menjadi, dan peristiwan ini menelan korban jiwa terbesar kedua dalam sejarah kerusuhan di stadion sepak bola.

Tragedi terjadi usai tuan rumah Arema FC kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3. Suporter Arema FC yang kecewa dengan kekalahan itu turun ke lapangan mengejar pemain dan ofisial. Lalu, polisi berupaya menghalau, termasuk menembakkan gas air mata.

Penonton yang panik berlari ke pintu keluar sehingga terjadi penumpukan. Akibatnya fatal, banyak penonton yang terinjak-injak, terhimpit, dan sesak nafas, karena kekurangan oksigen.

(JW/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi