Sidang Kerangkeng Manusia Milik Terbit Rencana Peranginangin (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Stabat - Sidang kasus kerangkeng milik mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin, kembali digelar dengan menghadirkan 2 orang saksi yang meringankan (A De Charge) dengan perkara nomor 468/Pid.B/2022/PN Stabat, Rabu (12/10).
Dalam keterangannya, Irwansyah dan Lambok mengatakan, kepala Abdul Sidik Isnur alias Bedul sempat dipukul broti karena kedapatan mencuri.
Di Ruang Sidang Prof Kusumah Admadja, Irwansyah menjelaskan, dirinya sangat mengenali Bedul. Sebelum direhab di tempat pembinaan di Raja Tengah, Bedul tertangkap warga saat melakukan pencurian plastik.
“Bagian belakang kepala Bedul dipukul broti oleh anak korban pencurian. Dia sempat terjatuh dan berdiri kembali. Setelah itu dipukuli dan kembali jatuh,” ujar Irwanyah kepada Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini.
Tak hanya itu, Bedul juga sempat dilempar batu dan mengenai bagian belakang tubuhnya. Kemudian Bedul dibawa ke pos polisi (pospol) setempat, dengan cara dibopong warga. Selanjutnya, dia dibawa aparat kepolisian ke polsek setempat.
Dalam kesaksiannya, Irwansyah menyebutkan, Bedul sudah berulang kali masuk penjara karena ketergantungan narkoba. Bahkan, Bedul juga sudah berulang kali tertangkap warga karena mencuri.
“Bedul itu sering sesak nafas seperti asma yang mulia,” ujarnya.
Selanjutnya keterangan Lambok tak jauh berbeda dengan Irwansyah. Juga membenarkan jika Bedul kerap membuat resah warga sekitar dan sudah berulang kali dinasihati.
"Saya kenal dengan orang tuanya (Bedul) yang mulia. Saya juga sudah sering menasihatinya. Warga lainnya juga selalu menasihatinya. Namun Bedul tetap melakukan pencurian," ujar Lombok.
Usai tertangkap dan dipukuli warga, kedua saksi tersebut tidak mengetahui secara pasti Bedul dibawa ke mana. Dari pospol, Bedul kemudian dibawa aparat kepolisian menggunakan mobil patroli.
“Selanjutnya kami tidak tahu apa yang terjadi dengan Bedul. Kami tidak tau penyebab kematian Bedul di tempat rehab," jelas Lombok dan Irwansyah, disaksikan terdakwa HS dan IS secara virtual, dari Rutan Kelas IIA Tanjung Gusta Medan.
Di ruang ruang yang sama, juga digelar persidangan perkara nomor 467/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa DP dan HS. Kedua terdakwa itu, mengikuti persidangan secara virtual dari Rutan Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Saksi A De Charge yang dihadirkan yakni Edi dan Reza.
Saksi merupakan mitra kerja terdakwa DP dalam hal jual beli brondolan dan tandan buah segar (TBS) sawit. Mereka hadir menemui DP di kandang ayam dekat panti rehab, untuk meberikan laporan penjualan sawit.
“Kami menemui Dewa untuk kirahan (hitungan) penjualan sawit. Saat itu, Dewa sedang memberi makan ayam di kandang dekat panti rehab. Lokasianya berdekatan dengan kolam dapan panti rehab,” ujar saksi.
Saat itu, Edi melihat Sarianto Ginting (penghuni rehab) sedang berenang di kolam. Tinggi airnya sekira sedada Sarianto. Kemudian saksi mendengar seseorang mengatakan ‘woi kok gak ada keluar lagi itu’.
Kemudian, seseorang yang diketahuinya bernama Josua, langsung melompat ke kolam dan mengangkat Sarianto yang sudah tenggelam. Saat itu, Edi tidak mengenali bahwa yang tenggelam tersebut adalah Sarianto.
Sama halnya dengan Edi, Reza juga melihat Sarianto sebelum tenggelam. Saat dia menjumpai DP di kandang ayam, Sarianto terlihat berjalan di pinggir kolam dan masuk kedalamnya. Saat di kolam, Sarianto sempat mengacungkan jempol kepada DP.
“Setelah mengacungkan jempol kepada Dewa, dia (Sarianto) tidak muncul lagi. Kemudian orang yang ada di sana menolongnya dan dibaawa ke depan panti rehab,” ujar Reza.
Setelah di darat, saksi melihat DP melakukan pertolongan kepada Sarianto. DP terlihat memeriksa denyut nadi Sarianto dan memompa dadanya. Kemudian Sarianto dibawa ke klinik oleh orang yang berada di sana, atas perintah DP.
Setelah itu, saksi tidak mengetahui apa yang terjadi kepada Sarianto. Di tempat itu juga, saksi mengatakan tidak ada melihat DP melakukan tindak kekerasan atau penganiayaan kepada Sarianto.
Kemudian sidang dilanjutkan dengan perkara 469/Pid.B/2022/PN Stb, terhahap terdakwa TU, JS, SP dan RG terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Saksi A De Charge yang dihadirkan sebanyak enam orang. Termasuk diantaranya saksi ahli dari UNIKA.
Diketahui, 2 saksi di antaranya merupakan pengurus organisasi Pemuda Pancasila (PP), yakni Mahdalia Sitepu (Adha) dan Faisal Ramadhan. Adha merupakan Wakil Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) PP Langkat. Sedangkan Faisal, pernah menjadi ajudan Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) PP Sumut Anwar Syah (Aweng).
Mereka menjelaskan, sejak dipimpin Aweng PP Sumut bertekad memerangi dan memberantas narkoba. Bagi setiap pengurus PP, Aweng menginstruksikan untuk bersih dari narkoba. Diantaranya dengan rutin melakukan tes urin yang bekerja sama dengan pihak BNN kabupaten/kota.
Hingga kini, hal tersebut masih berlaku dan masuk ke tata tertib (Tatib) kepengurusan organisasi PP. Faisal sendiri, pada tahun 2012 pernah mengunjungi panti rehab itu bersama Aweng. Lokasinya tidak jauh dari kediaman Ketua MPC PP Langkat Terbit Rencana Peranginangin (TRP).
“Setelah itu, saya tidak mengetahui lagi perkembangannya,” terang Faisal kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Langkat.
Saksi Adha juga membenarkan adanya aturan atau Tatib yang disebutkan Faisal. Seluruh anggota PP harus bersih dari pengaruh narkoba. Panti rehab itu, merupakan tempat pembinaan bagi anggot PP yang bermasalah dengan narkoba.
Sepengetahuan Adha, tempat itu didirakan oleh Ketua PAC PP Kuala Taruna PA, di lahan milik keluarga TRP. "Saat itu, ada 23 PAC PP di Kabupaten Langkat. Namun hanya Ketua PAC Kuala yang sanggup mendirikan tempat pembinaan untuk anggota yang terlibat narkoba bu hakim," tutur Adha.
Namun, saksi tidak mengetehui secara pasti bagaimana sistem pengelolaan tempat pembinaan itu. Khusus kepengurusan PP Langkat, rutin dilakukan tes urin setiap 6 bulan sekali.
Terpisah, Mangapul Silalahi dan Poltak A Sinaga, penasihat hukum para terdakawa menegaskan, saksi yang dihadirkan adalah orang yang bersama terdakwa saat kejadian.
“Penyebab utama kematian Abdul adalah kerena benda tumpul. Saksi tau persis saiapa yang memukul Bedul. Bukan sekali dua kali si Bedul mencuri. Dalam kesaksian sebelumnya dari saksi forensik, penyebab kematian Bedul karena benda tumpul,” ujar Mangapul.
Sesuai fakta persidangan, Bedul memiliki penyakit asma. Hal itu sesuai dengan keterangan saksi maupun keluarganya. Begitu juga dengan Dewa, saksi menyatakan tidak ada kekerasan yang dilakukan Dewa terhadap Sarianto Ginting.
(HPG/RZD)