Sumut hingga Nasional Deflasi, Dampak Kenaikan Harga BBM Tak Seseram yang Ditakutkan

Sumut hingga Nasional Deflasi, Dampak Kenaikan Harga BBM Tak Seseram yang Ditakutkan
Ilustrasi (Pixabay)

Analisadaily.com, Medan - Jika merunut kenaikan harga BBM (sekitar 30%) sebelumnya pada bulan September 2022, hitung-hitungan ekonomi dari kenaikan harga BBM bersubsidi itu paling besar akan menyumbang inflasi hingga mencapai 1.8%. Dan Inflasi akan berlangsung setidaknya dalam kurun waktu 2 sampai 3 bulan setelah harga BBM dinaikkan.

Hal tersebut dikatakan Pengamat Ekonomi Sumatera Utara (Sumut) Gunawan Benjamin, Selasa (1/11). Namun, lanjutnya, fakta menunjukan di lapangan bahwa inflasi hanya terjadi di bulan yang sama saat harga BBM dinaikan, yakni bulan September.

“Dan di bulan Oktober kemarin, Sumut justru mencetak deflasi sebesar 0.51%, dan Indonesia secara keseluruhan mencatatkan deflasi sebesar 0.11%. Jadi hitungan terburuk dari kenaikan harga BBM terhadap inflasi tidak terjadi,” sebutnya.

Memang, kata Gunawan, pada saat harga BBM dinaikkan, sejumlah harga kebutuhan pangan masyarakat masih ada yang kemahalan. Contohnya untuk komoditas cabai, meskipun sejak Agustus harga cabai perlahan menunjukan penurunan, dan bahkan di bulan September sejumlah komoditas pangan masih menyumbangkan deflasi.

“Nah penyesuaian (turun) harga BBM Non Subsidi di bulan Oktober menjadi salah satu pemicu terjadinya deflasi di Oktober. Di sisi lain, penurunan tajam pada harga komoditas pangan khususnya cabai menggiring terciptanya deflasi secara nasional. Bahkan untuk wilayah Sumut, penurunan harga cabai telah mendorong deflasi sebesar 0.51%,” terangnya.

Menurut Gunawan, hal tersebut membuat realisasi inflasi di Sumut selama tahun berjalan atau year to date anjlok menjadi 4.69%. Gunawan sempat memperkirakan jika harga BBM naik, inflasi di Sumut akan berada dalam rentang 5.7% hingga 6.4%. Namun inflasi di Sumut sangat berpeluang berakhir di angka 5% hingga 5.2% pada akhir tahun 2022 nanti. Dan inflasi nasional akan ditutup di atas inflasi Sumut.

Namun, ancaman inflasi tinggi belum usai. Diperkirakan Gunawan, saat ini masih tengah berhadapan dengan potensi kenaikan harga enerji maupun harga pangan yang banyak dipicu oleh gejolak eksternal. Salah satunya adalah masalah geopolitik dan belum berakhirnya pandemi Covid-19.

“Saya melihat laju tekanan inflasi hingga tutup tahun akan terkendali. Dan saya juga tidak melihat adanya potensi lonjakan inflasi yang signifikan saat perayaan natal dan tahun baru nantinya. Khususnya jika membandingkan realisasi inflasi menjelang akhir tahun saat masa sebelum pandemi Covid-19 terjadi,” tandasnya.

(RZD/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi