Setelah 32 Tahun Ratifikasi, Potret Anak Masih Memprihatinkan

Setelah 32 Tahun Ratifikasi, Potret Anak Masih Memprihatinkan
Diskusi publik rangkaian menyambut Hari Anak Internasional (HANI) 2022 di Conventiaon Hall, Waterland Tanjungmorawa, Deliserdang, Kamis (3/11) (Analisadaily/Amirul Khair)

Analisadaily.com, Tanjungorawa - Meski sudah melewati masa kurun waktu 32 tahun sejak ratifikasi konvensi hak anak pada 20 Nopember 1989 lalu, potret anak di dunia dan Indonesia termasuk Kabupaten Deliserdang, masih miris serta sangat memprihatinkan. Masih banyak hak anak yang terabaikan bahkan anak menjadi korban dengan berbagai bentuk kekerasan terus terjadi.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum (Ketum) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait saat didaulat menjadi narasumber dalam diskusi publik rangkaian menyambut Hari Anak Internasional (HANI) 2022 di Conventiaon Hall, Waterland Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang, Kamis (3/11).

Fakta bahwa anak menjadi korban kekerasan baik seksual, perundungan, fisik termasuk eksploitasi masih banyak ditemukan. Bahkan sejumlah anak dieksploitasi bekerja di tempat hiburan dan rumah-rumah transaksi seksual, turut ditemukan.

Komnas PA sendiri sepanjang tahun 2022 menerima laporan anak menjadi korban kekerasan ribuan kasus. Dan ironisnya, dari sekian banyak bentuk pengaduan yang diterima, kasus anak menjadi korban kejahatan seksual mendominasi. Bahkan persentasenya sangat miris dan mencengangkan mencapai 52 persen.

“Saya masih melihat banyak fakta miris tentang anak-anak kita yang masih banyak dan terus terjadi kasus-kasus kekerasan. Bahkan data yang masuk ke Komnas PA, 52 persen itu didominasi kejahatan seksual yang anak menjadi korbannya,” papar Arist.

Mirisnya lagi, pelaku-pelaku kekerasan dan kejahatan itu justru dilakukan orang-orang terdekat anak baik ayah kandung, ayah tiri, kakek, paman dan kerabat dekat lainnya yang semestinya memberi rasa aman juga nyaman.

“Lagi-lagi saya katakan ini fakta. Bahwa setelah 32 tahun ratifikasi konvensi hak anak, kondisi anak-anak masih miris menjadi korban kekerasan,” ungkapnya.

Karena itu Arist mengajak semua elemen, pemerintah, penegak hukum dan masyarakat untuk bersama melindungi anak dari apa pun bentuk kekerasan yang mengancam mereka. Tidak saja melindungi mereka dari ancaman tindak kekerasan, pemenuhan hak mereka sesuai konvesi hak anak secara utuh dijamin juga diberikan.

Senada dengan Arist, narasumber lainnya Daniel Oktavianus Sinaga, Jaksa dari Kejaksaan Negeri Deliserdang memaparkan, banyak kasus anak masuk baik sebagai korban dan pelaku. Dan kasus yang ditangani juga banyak kasus kejahatan seksual sejalan dengan fakta dari Komnas PA.

Modus yang kerap terjadi diawali faktor menggunakan media sosial berawal dari kenalan, berlanjut komunikasi dan akhirnya janji bertemu yang berujung kepada tindak kejahatan seksual. Selanjutnya masuk ke ranah hukum yang prosesnya tetap harus ditegakkan.

“Dari kasus disidangkan, korban kekerasan pelecehan seksual cukup banyak,” ungkap Daniel.

Narasumber lainnya Wakil Rektor II Universitas Deli Sumatera Adi Rahmat yang fokus membahas stunting memaparkan fakta bahwa anak-anak di Indonesia yang mengalami stunting atau badan kerdil sangat tinggi.

Bahkan angka stunting di Indonesia tertinggi kedua di Asia dan urutan 5 di dunia yang kondisi itu sangat mengancam tumbuh kembang anak serta daya pikir mereka. Bahkan potensi kematian bisa mencapai 4 kali lipat dari anak-anak yang tidak stunting.

Potret miris anak-anak dalam hal pendidikan juga terungkap. Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Deliserdang Yusnaldi yang turut menjadi narasumber memaparkan, betapa banyak anak-anak marjinal khususnya di kawasan pesisir yang terpaksa putus sekolah.

Selain faktor ekonomi, disharmonisasi keluarga turut menjad salah faktor penyebab mereka harus putus sekolah. Bahkan dengan dalih membantu ekonomi keluarga, banyak anak bekerja sebagai nelayan, pencuci sampan dan pekerja ternak kandang, mereka meninggalkan bangku sekolah formal.

Pemkab Deliserdang sendiri melalui Dinas Pendidikan kini terus gencar lewat program mengembaikan mereka ke sekolah dengan memfasilitasi mereka peralatan dan perlengkapan sekolah melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang mengasuh pendidikan kesetaraan sehingga mereka bisa tetap sekolah.

Diskusi Publik yang mengusung tema “Evaluasi 32 Tahun Indonesia Ratifikasi Konvensi Hak Anak” dibuka secara resmi Bupati Deliserdang Ashari Tambunan diwakili Staf Ahli Syarifah Alawiyah yang menekankan pentingnya kebersaman dalam melindungi anak dan pemenuhan hak-hak mereka.

Dipandu moderator Lifta Taarufi Kusti, siswi kelas 8 Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Kecamatan Percut Seituan, diskusi publik berlangsung sekira 75 menit turut disaksikan Ketua Komnas PA Deliserdang Junaidii Malik, Camat Tanjung Morawa Ismail, para kepala sekolah tingkat SD dan SMP, perwakilan Kepala puskesmas yang sudah ramah anak di Deliserdang serta pelajar juga sejumlah undangan.

(AK/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi