Indo Premier Sekuritas (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarat - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis pada pekan lalu dan pekan ini diprediksi akan melajutkan penguatan tertopang 3 sentimen domestik yakni surplus neraca perdagangan Oktober yang diprediksi masih akan berlanjut, keputusan Bank Indonesia terkait suku bunga acuan dan perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika.
Selain itu, market pekan ini juga akan tertopang 2 sentimen eksternal berupa ekspektasi Bank Sentral Amerika yang akan menurunkan keagresifannya dalam menaikkan suku bunga acuan dan harga komoditas.
"Pada Oktober surplus neraca perdagangan diprediksi masih akan berlanjut. Menurut konsensus Bloomberg, surplus neraca perdagangan diprediksi sebesar US$4.5 miliar. Surplus neraca perdagangan diprediksi akan menjadi sentimen cukup positif bagi IHSG dan Rupiah," tegas Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, Mino di Jakarta, Senin (14/11).
"Ini adalah rekor dimana neraca perdagangan kita itu selalu surplus dari awal tahun. Kalau pun turun, angkanya masih cukup besar dan ini akan masih sangat positif. Surplus ini tercatat di net ekspor-impor GDP kita. Kalau semakin gede netnya atau surplus maka akan positif untuk ekonomi kita," sambungnya.
Optimisme penguatan IHSG pekan ini juga akan tertopang keputusan Bank Indonesia terkait suku bunga acuan. Ia menjelaskan paska kembali dinaikannya suku bunga acuan di Amerika sebesar 75 bps menjadi 4% diprediksi akan membuat Bank Indonesia dalam pertemuan dua hari 16-17 November akan kembali menaikan suku bunga acuan.
"Menurut konsensus Bloomberg Bank Indonesia diprediksi akan menaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 5.25%," ujarnya.
Selanjutnya, pergerakan IHSG yang positif pada pekan ini juga akan tertopang perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika. Ia menjelaskan data inflasi Oktober yang lebih rendah dari ekspektasi dan memberikan sinyal bahwa inflasi di Amerika sudah melewati masa puncaknya diprediksi akan membuat nilai tukar dolar Amerika teradap mata uang utama lainnya kembali melemah.
"Pelemahan tersebut tidak terlepas dari ekspektasi bahwa The Fed akan lebih lunak dalam menaikan suku bunga acuan," bebernya.
Sementara itu, sentimen penopang lainnya dari sisi eksternal yakni ekspektasi Bank Sentral Amerika yang akan menurunkan keagresifannya dalam menaikkan suku bunga acuan.
"Pada pertemuan yang akan dilaksanakan oleh bank sentral Amerika pada pertengahan Desember nanti, The Fed diprediksikan hanya akan menaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 5.25% setelah dalam empat pertemuan sebelumnya menaikan suku bunga acuan sebesar 75 bps secara berturut-turut," tandasnya.
"Kalau melihat tren Rupiah yang menguat, US Dolar yang melemah dan ada ekspektasi The Fed tidak agresif, kemungkinannya bisa jadi di bawah konsensus. Konsensusnya masih tinggi. Kalau BI menaikkan suku bunga biasanya tujuannya adalah mencegah pelemahan Rupiah tapi sekarang Rupiahnya berbalik," jelasnya.
Terkait harga komoditas terutama mineral logam, terangnya, memiliki sinyal yang cukup baik. Harga komoditas mineral logam seperti nikel dan timah akan melanjutkan penguatan minggu sebelumnya seiring turunnya cadangan di LME.
Didukung optimisme ini, ia pun merekomendasikan buy pada saham-saham berikut ini untuk trading dalam sepekan hingga 18 November 2022 mendatang, yakni INCO: Support 6.825 Resist 7.975, ANTM: Support 1.930 Resist 2.330, BMRI: Support 9.975 Resist 10.775, BBCA: Support 8.650 Resist 9.000, CTRA: Support 920 Resist 980, EMTK: Support 1.630 Resist 1.860, SCMA: Support 246 Resist 280, LPPF: Support 4.700 Resist 5.100, KLBF: Support 1.960 Resist 2.040 dan ICBP: Support 9575 Resist 10.025.
(REL/RZD)