Diskusi Publik “Menakar Kerawanan Konflik Pada Pemilu 2024, Studi Literasi Politik Identitas di Indonesia”, di Aula BPMP Kota Medan, Senin (21/11) (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Beragamnya masyarakat di Indonesia dipastikan tidak akan mudah dalam melepaskan diri dari politik identitas. Sebab, berbagai kepentingan masing-masing golongan juga melekat dengan identitas masing-masing.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Publik Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEMSI) Sumatera Utara (Sumut) berkolaborasi Badan Eksekutif Mahasiswa Politeknik Negeri Medan (Polmed) dengan judul “Menakar Kerawanan Konflik Pada Pemilu 2024, Studi Literasi Politik Identitas di Indonesia”, di Aula BPMP Kota Medan, Senin (21/11).
Kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber, Muhammad Taufikurahman Dalimunte (Bawaslu Kota Medan), Mahmudin Hamzah Sinaga (Wakil Sekretaris DPD Partai Hanura), Fuad Ginting, Rudiawan (Anggota DPRD Kota Medan Fraksi PKS) dan ratusan peserta dari berbagai kampus di Kota Medan.
Mahmudin Hamzah mengatakan, politik identitas merupakan politik yang menggunakan identitas sebagai alat untuk mencapai kekuasaan.
“Kita yang ada di Indonesia tak terlepas dari etnis yang variatif. Kita memiliki agama yang berbeda-beda, suku yang bermacam-macam. Jadi politik identitas adalah hal yang lumrah terjadi,” ucapnya.
“Manusia itu juga tak luput dari identitas, karena manusia adalah makhluk sosial. Namun demikian, potensi polarisasi yang akut harus dihindari pada Pemilu mendatang, karena hal tersebut dapat memecahbelah bangsa,” sambungnya.
Anggota Fraksi PKS Kota Medan, Rudiawan mengatakan, politik identitas bukan hanya ada di Indonesia saja, di Eropa juga demikian. Setiap orang berhak memilih golongannya masing-masing.
“Yang tidak boleh itu politik identitas yang dipolitisasi secara ekstrem, sehingga sentimen antaretnis bisa sangat tinggi,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Dosen Ilmu Politik USU, Fuad Ginting. Ia mengemukakan, setiap orang yang memiliki identitas pasti ingin memilih sesuai dengan identitasnya. Ia juga menyoroti perihal politik identitas yang dimanipulasi, dan hal ini yang tidak dibenarkan.
“Semisal ada Paslon yang ikut dalam kontestasi politik sama-sama beragama muslim. Ia mempolitisir satu isu bahwa Paslon yang lain itu keislamannya diragukan. Contoh tersebut merupakan wujud dari politik identitas yang dimanipulasi. Politik identitas bahaya, dikarenakan identitas adalah satu elemen yang merujuk pada kesetiaan,” terangnya.
Taufikurahman Dalimunthe mengaku optimis Pemilu 2024 akan berjalan sebagaimana mestinya. Bawaslu juga sudah melakukan survei kerawanan konflik identitas, dan dengan basis data tersebut diprediksi jenis politik yang akan muncul pada Pemilu 2024 nanti diantaranya, politik uang, identitas (SARA), dan golongan.
“Masyarakat harus tau suara yang dibeli tidak dapat ditagih kembali. Ketika terpilih, orang yang dibeli suaranya pun tak kuasa untuk menuntut sang penguasa untuk menuntaskan janjinya, karena penguasa memiliki otoritas yang lebih besar dibandingkan manusia yang dibeli suaranya,” ungkapnya.
Dari diskusi tersebut disimpulkan, politik identitas merupakan hal yang berpotensi kembali muncul di Pemilu 2024. Karena itu, seluruh pembicara dan peserta sepakat menolak politik tersebut, karena sangat berpotensi memecah persatuan bangsa.
Di akhir kegiatan, seluruh peserta dan pembicara mendeklarasikan diri untuk melawan politik identitas atas dasar agama serta mendeklarasikan Pemilu damai.
(REL/RZD)