Ilustrasi - Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (9/9/2022) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Analisadaily.com, Jakarta - Penghujung akhir tahun semakin dekat, artinya sudah waktunya untuk mengevaluasi berbagai aktivitas selama tahun 2022, termasuk hasil investasi dan bagaimana langkah ke depan di tahun 2023. Salah satu cara untuk membuat strategi investasi di tahun depan adalah dengan melihat peluang dan tantangan di tahun yang akan datang.
Dengan mencermati analisis dari para pakar keuangan, investor bisa menetapkan tujuan investasi dengan menyesuaikan instrumen-instrumen investasi yang bisa dipilih. Berbagai lembaga dunia seperti OECD, IMF, World Bank, ADB (Asian Development Bank) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,7-5,1% pada 2023. Meskipun akan diwarnai gejolak ekonomi global, perekonomian Indonesia diyakini tetap tangguh, diikuti dengan prospek yang menjanjikan.
Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, Muhammad Pintor Nasution mengatakan, prospek investasi di Indonesia salah satunya didorong dengan bertumbuhnya proyek-proyek strategis serta pengembangan IKN Nusantara yang akan mendorong pertumbuhan investasi. Faktor positif lain di tahun 2023 adalah indikator ekonomi yang solid, dilihat dari belanja rumah tangga masyarakat Indonesia yang stabil serta indikator stabilitas konsumsi diikuti dengan peningkatan tingkat upah pekerja.
Adapun tantangan di tahun depan juga harus menjadi katalis dalam memperhitungkan pengambilan keputusan. Tantangan pertama menyangkut risiko resesi global. Situasi tersebut membuat otoritas moneter di sejumlah negara mengambil kebijakan moneter ketat. Bank sentral global memutuskan untuk memperketat kebijakan melalui tapering off dan menaikkan suku bunga sebagai implikasi lonjakan inflasi dari pemulihan ekonomi.
Tantangan lain yang perlu diperhatikan bagi para investor adalah krisis energi yang disebabkan oleh pasokan energi yang langka, tingginya permintaan bahan bakar akibat musim dingin, dan ketidakpastian global juga berpotensi menyebabkan gangguan pada rantai pasok.
“Sementara di bidang kesehatan, masih ada ketakutan munculnya varian baru Covid-19, diikuti dengan tensi geopolitik global yang masih meningkat, dan perubahan iklim yang ekstrem,” kata Pintor, Minggu (25/12).
Inilah rangkuman peluang dan tantangan pada tahun 2023 yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI). Investor bisa mendiskusikan produk-produk apa dan instrumen mana, serta sektor usaha apa saja yang bisa menghasilkan keuntungan dan yang perlu dihindari berdasarkan analisis tersebut.
Kilas Balik
Ditetangkan Pintor, sepanjang lima tahun terakhir, BEI telah mencatatkan kinerja yang positif. Seiring dengan isu resesi ekonomi global yang dikemukakan berbagai lembaga keuangan dunia, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengalami penguatan secara tahun kalender (Year To Date). Sejak awal tahun hingga 16 Desember 2022, IHSG tercatat mengalami kenaikan sebesar 3,51% (YTD). Posisi ini lebih baik dibandingkan mayoritas kinerja indeks di skala global.
“Lebih rinci, IHSG juga berhasil mencapai level tertinggi atau all time high di level 7.318,02 pada 13 September 2022,” sebutnya.
Sebelumnya, IHSG sempat mengalami kontraksi hingga -5,09% (YOY) sepanjang tahun 2020. Namun, pada tahun 2021, IHSG pulih dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,08% (YOY). Hal ini dapat disimpulkan bahwa meskipun pasar modal Indonesia sempat mengalami berbagai krisis, tidak membutuhkan waktu yang lama bagi IHSG untuk kembali recover atau pulih mencatatkan pertumbuhan.
Jika dilihat dari beberapa indikator lainnya, kinerja pasar modal Indonesia masih mencerminkan kondisi yang kokoh dan positif. Hingga 16 Desember 2022, total kapitalisasi pasar mencapai Rp9.331 triliun, meningkat dari kapitalisasi pasar tahun 2021 sebesar Rp8.256 triliun.
Sementara rata-rata nilai transaksi harian tumbuh sebesar 11,3% (YTD) menjadi Rp14,9 triliun. Kemudian, rata-rata frekuensi harian pada periode tersebut juga tumbuh 2,2% (YTD) menjadi 1,3 juta kali. Terakhir, rata-rata volume harian juga tumbuh 17,0% (YTD) menjadi 24,1 miliar saham.
BEI juga mencatat pertumbuhan perusahaan tercatat (listed companies) atau emiten baru. Tercatat sebanyak 59 emiten baru sudah melantai di BEI sejak Januari sampai 16 Desember 2022. Sejak 2018 hingga 2021, jumlah emiten baru secara konsisten berada di atas angka 50. Jika dibandingkan bursa-bursa di kawasan Asean, Indonesia mencatat pertumbuhan jumlah emiten terbesar dalam lima tahun terakhir.
“Jumlah emiten tercatat di BEI naik 44,9% dari 566 emiten pada tahun 2017, menjadi 820 emiten hingga akhir November 2022,” terang Pintor.
Indikator-indikator pertumbuhan yang baik ini akan memberikan sentimen yang baik pula bagi para investor untuk menetapkan tujuan investasi dan memperkirakan hasil di masa depan.
“Langkah yang baik dalam memulai tahun yang baru akan memberikan hasil yang efektif pula sepanjang tahun yang berjalan,” tandasnya.
(REL/RZD)